Zulkarnaen dan Kisah Kuasa Banggar

Share Article


Akhirnya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi pada

Senin (6/5/2013) dengan meyakinkan menuntut Zulkarnaen Djabbar dengan

pidana penjara 12 tahun kurangi masa tahanan dan denda Rp 500 juta

subsider lima bulan kurungan. Zulkarnaen adalah anggota Badan Anggaran

(Banggar) DPR terakhir yang akan menghadapi vonis Pengadilan Tindak

Pidana Korupsi, Jakarta.

Anggota Komisi VIII DPR nonaktif ini juga menyeret putranya terlibat

dalam pusaran korupsi, yaitu Dendy Prasetya. Dendy dituntut pidana

penjara 9 tahun kurangi masa tahanan dan denda Rp 300 juta subsider

empat bulan kurungan.

Dalam surat tuntutan setebal 924 halaman, Zulkarnaen bersama-sama

putranya dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi

bersama-sama dengan cara intervensi di Kementerian Agama untuk

menggolkan perusahaan yang mereka usung.

Zulkarnaen dan Dendy juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian

negara sebesar Rp 14,3 miliar. Jika tidak dibayar setelah 1 bulan,

maka hartanya akan dilelang untuk negara. Jika tak mencukupi, maka

akan diganti dengan pidana penjara masing-masing tiga tahun.

Zulkarnaen adalah satu dari sekian anggota Banggar yang pernah

mewaarnai persidangan kasus korupsi di Indonesia. Sebelumnya

tersebutlah nama-nama yang tak asing bagi kita, diantaranya Muhammad

Nazaruddin, Wa Ode Nurhayati, dan Angelina Sondakh.

Dalam persidangan sebelumnya, sulit untuk diingkari bahwa Zulkarnaen

adalah bagian dari penggiring anggaran yang lazim atau khas dilakukan

oleh orang-orang Banggar DPR sebelumnya. KPK memiliki banyak bukti

berupa rekaman penyadapan percakapan melalui telepon antara terdakwa

dengan berbagai pihak.

Mendengarkan percakapan telepon mereka, sulit untuk membantah bahwa

Nazauddin begitu memiliki pengaruh kuat. Atau setidaknya begitu

berusahanya untuk memastikan pengaruhnya bisa menembus dan

mengintervensi Kementerian Agama, bahkan berusaha menembus Kementerian

Keuangan.

"….saya juga telepon Banggar…Nanti anggaran akan dibintangi, itu

pesan teman-teman…Kemenkeu ini kan ada pejabat baru sok-sokan. Saya

sudah telepon dengan Pak Syam, katanya ancam saja Pak Zul. Akan kami

bintangi dan 20 persen anggaran itu, tidak akan jalan itu anggaran,"

begitu bunyi percakapan telepon yang disadap KPK.

Percakapan diambil 1 agustus 2011. KPK menyatakan, percakapan terjadi

antara Anggota DPR Komisi VIII Zulkarnaen Djabbar dan pengusaha Fahd

el Fouz. Fahd akan membrokeri pekerjaan proyek miliaran rupiah di

Kementerian Agama.

Entah Fahd yang memilih Zulkarnaen sebagai backing, ataukah Zulkarnaen

yang menawari Fahd pekerjaan, hingga kini masih misteri. Namun, KPK

berkeyakinan, Zulkarnaen adalah pemberi support atau backing untuk

Fahd yang akan mengikuti tender di Kemenag.

Di persidangan, Zulkarnaen mengaku, ia hanya membantu yunior-yuniornya

tanpa ada pretensi apapun. Fahd adalah Ketua Umum Gema MKGR, sedangkan

Zulkarnaen adalah senior MKGR yang pernah menjadi Ketua Umum MKGR dan

pernah juga menjad Sekjen MKGR.

"Pak Syam sekarang ini berlindung di balik DPR, di balik saya…..DPR

akan melawan, akan membintangi," kata Zulkarnaen. "Oh siap," jawab

suara yang dianggap sebagai Fahd. "Kasih tahu ke kawan-kawan, luar

biasa itu perjuangan Bang Zul," begitu pesan Zulkarnaen kepada Fahd

mengakhiri pembicaraan.

Pak Syam yang dimaksud adalah Syamsuddin, Kepala Biro Perencanaan

Kementerian Agama. Zulkarnaen menjelaskan, Syam setuju agar Zul

mengancam Kemenkeu karena Kemenag berkepentingan meningkatkan dana

pendidikan agama yang sudah lama timpang dibanding pendidikan umum.

Zulkarnaen adalah anggota DPR RI yang juga anggota Banggar. Jaksa

penuntut umum pada KPK, Kemas Abdul Roni, mengatakan pembicaraan itu

begitu jelas maksud dan tujuannya. Percakapan itu makin

mengindikasikan peran Zulkarnaen yang memiliki pengaruh sebagai

anggota Banggar.

Zulkarnaen dan rekan-rekannya di Banggar DPR akan membintangi

(memberi tanda bintang) pada anggaran pendidikan 20 persen dari

Kemenkeu. Istilah membintangi anggaran berarti DPR akan memblokir dana

tersebut sampai kesepakatan akhir tercapai. Inilah momok paling

menakutkan bagi pihak yang dananya dibintangi Banggar DPR.

Namun demikian, Zulkarnaen berkelit bahwa percakapan itu hanya

memperdebatkan soal anggaran pendidikan yang dimaknai berbeda antara

Kemenkeu dengan DPR. Kemenkeu menganggap 20 persen adalah batas

maksimal yang disediakan untuk pendidikan, sementara, kata Zulkarnaen,

Banggar beranggapan 20 persen adalah angka minimal sehingga jumlahnya

bisa lebih dari itu.

Pembatasan 20 persen dana pendidikan diduga akan menyulitkan

pengurusan proyek yang diajukan Fahd yang rencananya akan

memanfaatkan dana pendidikan. Dari Kemenkeu, Kemenag memang mendapat

dana optimalisasi Rp 130 miliar namun dialokasikan bagi dana

nonpendidikan.

Bubarkan Banggar

Kiprah Banggar dalam menentukan anggaran sudah sering terdengar di

sidang-sidang korupsi, semisal sidang Muhammad Nazaruddin, Wa Ode

Nurhayati, hingga Angelina Sondakh. Karena begitu kuasanya Banggar,

banyak pihak menamai hulu korupsi adalah Banggar yang sudah menjadi

mafia anggaran tingkat tinggi.

Peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal, mengatakan

membintangi anggaran adalah kuasa Banggar tertinggi yang sering

digunakan. "Banggar bisa memblokir anggaran sebuah kementerian, dari

situlah awal dari negosiasi yang sering berujung korupsi," katanya.

Aktivis antikorupsi berusaha mengedukasi publik akan bahayanya mafia

anggaran di Banggar. Mereka telah membentuk koalisi bernama Koalisi

Selamatkan Uang Rakyat dengan target mendesak agar Banggar dipangkas

keberadaan dan kewenangannya.

Langkah hukum untuk memangkas kewenangan dilakukan dengan judicial

review atau uji materi terhadap dua undang-undang yang dianggap

melegalkan korupsi.

Koordinastor Advokasi Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran

(FITRA), Maulana, mengatakan dua undang-undang yang sudah dimasukkan

ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji materi adalah Pasal 157 ayat (1)

dan Pasal 159 ayat (5) huruf c UU No 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR,

DPD, dan Pasal 15 ayat (5) UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

Negara.

Keberatan UU tersebut terutama pada penetapan Banggar menjadi badan

tetap di DPR sehingga menciptakan sebuah badan yang kewenanganannya

begitu besar. "Tidak hanya membahas dan menyetujui anggaran namun

justru menjadi ajang negosiasi proyek di hulu dengan melobi anggota

Banggar DPR agar menyetujui anggaran tertentu," kata Maulana.

Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch Donal Fariz memastikan, jika

kewenangan Banggar terus dipertahankan, ia yakin di tahun politik ini

Banggar akan semakin menjadi mesin uang partai politik. "APBN adalah

cara instan untuk mendapatkan dana politik. APBN pasti akan menjadi

sumber bancakan. Tahun ini dan 2014 adalah tahun yang rawan," kata

Donal.

Direktur Advokasi YLBHI, Bahrain, mengatakan kondisi korupsi yang

masif di Banggar telah menciptakan mafia yang tak tersentuh hukum

karena mereka berlindung dibalik regulasi yang lemah. Karena itu,

koalisi yang digalang berusaha mengajak publik, termasuk MK, turut

peduli terhadap bahayanya mafia anggaran dan karena itu kewenangan

Banggar harus dipangkas.

Koalisi tersebut beranggotakan Forum Indonesia Untuk Transparansi

Anggaran, Indonesia Budget Center, Indonesian Corruption Watch,

Indonesian Legal Roundtable, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi,

Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum UGM, Pusat Studi Konstitusi

Fakultas Hukum Universitas Andalas, dan Yayasan Lembaga Bantuah Hukum

Indonesia.

(Amir Sodikin)

Leave a Reply