Kompol Legimo: Uang Dari Rekanan Untuk Komando

Share Article

Sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, dengan terdakwa Irjen (Pol) Djoko Susilo semakin mengungkap bagaimana institusi kepolisian terutama Korlantas, dioperasikan oleh terdakwa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Korlantas. Saksi yang dihadirkan, yaitu bawahan terdakwa yang saat itu menjabat bandahara Korlantas, Kompol Legimo, mengungkapkan berbagai praktik cara mendapatkan uang untuk kebutuhan operasional atau komando.

Komisaris Polisi Legimo bersaksi untuk perkara dugaan korupsi
pengadaan simulator berkendara untuk ujian Surat Izin Mengemudi pada Jumat (31/5/2013). Legimo mengatakan, ia biasa diperintahkan terdakwa mengumpulkan uang dari berbagai sumber non-APBN
terutama dari perusahaan rekanan.

Uang tersebut digunakan sebagai uang komando atau operasional
Korlantas. Jika uang dari rekanan habis, Legimo diperintahkan untuk
meminjam uang ke Primer Koperasi Kepolisian (Primkoppol) yang diketuai
AKBP Teddy Rusmawan. Demikian yang terungkap dalam sidang di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat (31/5), yang dipimpin Ketua
Majelis Hakim Suhartoyo.

Uang rekanan yang pernah diterima Legimo, diantaranya berasal dari
perusahaan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) milik Budi Susanto.
Uang yang diserahkan dalam kardus tersebut diberikan pada April 2011
oleh staf Budi bernama Wahyudi.

Wahyudi mengatakan nilainya Rp 4 miliar. PT CMMA adalah rekanan dalam
proyek pengadaan simulator berkendara.

Sebelumnya, pada Maret 2012, yang menurut jaksa penuntut umum terjadi
setelah pencairan proyek simulator berkendara, Legimo mengaku menerima
empat kardus bersar berisi yang dari Budi Susanto. “Kardus-kardusnya
lebih besar dibanding yang bulan April,” kata Legimo.

Legimo juga pernah disuruh mengambil uang dari PT Pura di Kudus,
perusahaan rekanan yang mencetak BPKB. Tidak tahu berapa jumlah
pastinya, namun nilainya berkisar Rp 3 miliar dan Rp 3,5 miliar setiap
pengambilan. Legimo pernah mengambil hingga tiga kali.

Saya setiap akan terima dana dipanggil Pak Kakor (terdakwa). Beliau
sampaikan dengan bahasa guyon, ‘Dul, nanti ada titipan disimpan dulu
ya jangan diutak-atik’,” kata Legimo. Setelah uang tersebut habis
untuk keperluan Kepala Korlantas, ia biasa diperintahkan pinjam ke
Primkoppol.

“Ada pinjaman Rp 12 miliar ke Primkoppol itu sebagai apa?” tanya hakim
anggota Anwar. “Sebagai pinjaman komando,” jawab Legimo. “Komando
apa?” lanjut Anwar yang dijawab Legimo, “Korlantas.”

Legimo mengatakan, uang non-APBN tersebut yang digunakan untuk
operasional Korlantas semua dicatat dalam pembukuan “buku khusus”,
yang berbeda dengan pembukuan uang APBN. “Saya bukukan, beliau
(terdakwa) selalu kontrol. Saya bukukan sebagai bukunya Kakor (Kepala
Korlantas),” kata Legimo.

Laporan pertanggung jawaban hanya dibuat di kertas kecil-kecil. Anwar
bertanya, apakah cara seperti itu juga berlaku di lingkungan Polri
lainnya. “Untuk yang lainnya kurang tahu, tapi yang saya kerjakan
seperti itu,” kata Legimo.

Selain untuk komando, uang itu diakui Legimo juga digunakan untuk
pribadinya. Legimo menyebutkan, misalnya untuk pembayaran kebun di
Subang, pembuatan rumah joglo, dan beberapa bukti pengeluaran tiga
bendel yang ditunjukkan jaksa penuntut umum. (adm)

Leave a Reply