Pengusaha yang juga anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Siti
Hartati Murdaya, akhirnya divonis dengan hukuman pidana penjara dua
tahun delapan bulan dikurangi masa tahanan dan denda Rp 150 juta
subsider tiga bulan kurungan.
Ketua Majelis Hakim Gusrizal Lubis dalam pembacaan amar putusan di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/2), mengungkapkan,
terdakwa perkara korupsi pengurusan Hak Guna Usaha dan Izin Usaha
Perkebunan lahan sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, ini
terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyuap
Bupati Buol Amran Batalipu total Rp 3 miliar.
Walaupun dinyatakan terbukti bersalah, vonis itu jauh lebih ringan
dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut hukuman lima tahun penjara
dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Dalam
pertimbangannya, hakim mengungkapkan hal-hal yang meringankan terdakwa
yaitu karena pengusaha ini sudah berjasa dalam pembangunan
perekonomian Kabupaten Buol.
Hartati dengan PT Hardaya Inti Plantation merupakan investor pertama
yang mau bekerja di Buol. Unsur meringankan lain adalah Hartati sopan
dalam persidangan dan belum pernah dihukum.
Sementara, hal yang memberatkan adalah perbuatan terdakwa mencedeari
tatanan birokrasi pemerintahan yang bersih. Perbuatan terdakwa juga
kontraproduktif sebagai pengusaha.
Hartati didakwa secara alternatif dan akhirnya majelis hakim memilih
dakwaan pertama berdasarkan Pasal 5 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001
juncto pasal pasal 64 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto
pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHPidana.
Terhadap vonis hakim tersebut, Hartati mengatakan pikir-pikir dulu.
Pledoi ditolak
Terhadap pledoi terdakwa yang menegaskan bahwa saat menerima uang,
Amran berstatus bukan sebagai penyelenggara negara melainkan sebagai
calon kepala daerah, ditolak oleh majelis hakim. Hakim Anggota Slamet
Subagyo memaparkan, pemberian kepada penyelenggara negara untuk
mempengaruhi menjalankan tindak pidana tidak harus diberikan pada saat
Amran bertugas, tapi bisa diberikan saat dia sedang beristirahat di
rumah dan tempat lainnya.
Pledoi terdakwa bahwa suap yang diberikan untuk bantuan Pilkada
tersebut tanpa diketahui atau tanpa izin darinya, juga ditolak oleh
majelis hakim. Menurut majelis hakim, orang-orang yang menyerahkan
uang tersebut telah mewakili kepentingan Hartati.
"Tapi pemberian itu dilakukan untuk kepentingan terdakwa yang
sebelumnya telah melakukan pembicaraan terlebih dahulu di Grand Hyatt
dan pembicaraan lewat handphone tanggal 20 Juni 2012," papar hakim
anggota Slamet Subagiyo.
Dipenuhi pendukung
Sidang pembacaan vonis ini disesaki oleh para pendukung Hartati, mulai
dari karyawan, kerabat, hingga simpatisan. Penggatur suhu ruangan tak
lagi bisa bekerja maksimal karena terlalu banyaknya orang di ruang
sidang, ditambah pengeras suara yang lemah.
Pada saat tuntutan oleh JPU, pengerahan massa ke ruang sidang ini
dijadikan unsur yang memberatkan bag Hartati namun dalam amar putusan
kemarin tak disinggung oleh majelis hakim.
Hakim Anggota I Made Hendra Kusuma memaparkan, pada Maret sampai Juni
2012, Hartati selaku pemilik PT Hardaya Inti Plantation, PT Cipta
Cakra Murdaya, dan PT Sebuku Inti Plantation bersama-sama dengan
Direktur Operasional PT Hardaya Inti Plantation Gondo Sudjono Notohadi
Susilo, General Manager Supporting PT HIP Yani Anshori, Direktur Utama
PT HIP Totok Lestiyo, dan Direktur Keuangan PT HIP Arim memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dalam hal ini Bupati Buol Amran Batalipu.
Hartati memerintahkan pemberian uang sebesar Rp 1 miliar lewat Gondo
Sudjono dan sebesar Rp 2 miliar lewat Arim, sehingga semuanya
berjumlah Rp 3 miliar. Uang itu diberikan dengan maksud agar Amran
memberikan rekomendasi penerbitan sertifikat HGU lahan kelapa sawit
sebesar 75.090 hektar milik PT Hardaya Inti Plantation dan PT Cipta
Cakra Murdaya.
Terungkap juga bahwa Hartati minta penerbitan sertifikat Izin Usaha
Perkebunan lahan kelapa sawit seluas 4500 hektar, diajukan atas nama
PT Cipta Cakra Murdaya dan PT Sebuku Inti Plantation di Kabupaten
Buol, Provinsi Sulawesi Tengah.
"Pada 10 Juni 2012, Amran bersama Totok dan Gondo bertemu Hartati di
kantor PT HIP, di kawasan Jakarta International Expo, Arena Pekan Raya
Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat. Saat itu, Amran mengatakan kepada
Hartati minta bantuan pemilihan kepala daerah," kata Made Hendra.
Pada 11 Juni 2012, Hartati dan Amran serta Arim dan Totok, bertemu
lagi Hotel Hyatt, Jakarta. Dalam pertemuan itu Amran kembali mengulang
permintaannya.
Pada Juni 2012, Arim bertemu Amran di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Di
tempat itu, dia memberikan surat permohonan penerbitan HGU dan IUP
dari PT HIP dan PT SIP serta PT CCM kepada Amran.
Amran lalu membentuk tim lahan dipimpin oleh Asisten I, Amir Rihan
Togila yang akan memeriksa lahan 4.500 hektar milik PT HIP. Akhirnya
tim lahan membuat surat rekomendasi dengan tembusan Gubernur Sulawesi
Tengah dan Kepala Badan Pertanahan Nasional yang berisi penolakan
pengajuan HGU dari PT HIP namun meloloskan surat rekomendasi atas nama
PT CCM. (AMR)