Sidang lanjutan perkara korupsi yang diawali dengan dugaan sumpah
palsu dengan terdakwa Manajer Marketing PT Berca Hardayaperkasa
Michael Surya Gunawan kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Selasa (26/2). Sidang ini termasuk unik karena
Tipikor Jakarta sangat jarang menyidangkan kasus sumpah palsu.
Terdakwa yang akhirnya juga dijerat kasus korupsi pengembangan sistem
informasi manajemen di Direktorat Jenderal Pajak tersebut mengajukan
nota pembelaan dengan menolak dakwaan jaksa penuntut umum. Dakwaan
dinilai cacat hukum karena penetapan sumpah palsu ternyata tak
dilengkapi dengan berita acara pemeriksaan.
Penasehat hukum Michael Surya Gunawan, M Sidik Latuconsina, dalam
pembelaannya mengatakan, kliennya didakwa memberikan kesaksian palsu
dalam sidang perkara korupsi sistem infiormasi manajemen di Dirjen
Pajak dengan terdakwa waktu itu Pulung Sukarno. Namun masalahnya,
prosedur penetapan sumpah palsu tak sesuai dengan ketentuan Pasal 174
KUHAP karena berita acara penetapan sumpah palsu tak pernah dibuat.
Dalam Pasal 174 KUHAP, ada tiga syarat yang harus dilalui untuk
menetapkan sebuah kesaksian adalah palsu dan perlu diproses secara
hukum. Pertama, bila keterangan saksi palsu, hakim ketua harus
memperingatkan saksi sungguh-sungguh agar memberi keterangan yang
benar disertai dengan ancaman pidana. Kedua, bila saksi tetap pada
keterangan, hakim ketua atas permintaah penuntut umum atau terdakwa,
dapat memberi perintah agar saksi ditahan dengan dakwaan sumpah palsu.
Ketiga, panitera harus membuat berita acara pemeriksaan yang mencatat
keterangan saksi adalah palsu dan diserahkan ke penuntut umum untuk
diselesaikan.
"Michael Surya Gunawan menjadi tersangka karena sumpah palsu namun tak
ada berita acara pemeriksaan, oleh karena itu penetapan tersebut tidak
sah. Ketentuan formil tidak dipenuhi, dengan demikian sangkaan sumpah
palsu ke Michael Surya Gunawab tidak sah. Karena penyidikan tidak sah,
maka dakwaan harus dinyatakan tidak dapat diterima," kata Sidik.
Dakwaan sumpah palsu oleh jaksa penuntut umum disusun pada dakwaan
kedua sesuai Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Tipikor.
Untuk dakwaan pertama primer, jaksa menjerat dengan Pasal 2 ayat (1)
juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 56 ayat (1) KUHP. Sedangkan
dakwaan pertama subsider berdasarkan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU
Tipikor.
Jaksa menjadikan Michael tersangka setelah dianggap memberikan
keterangan palsu dalam sidang dengan terdakwa Pulung Sukarno (Pejabat
Pembuat Komitmen) dan Bahar (Ketua Panitia Lelang Pengadaan) di
Pengadilan Tipikor Jakarta. Michael mengaku tak bertemu dengan pajak,
padahal pada pemeriksaan para tersangka dalam kasus yang sama, Michael
mengaku bertemu dengan pejabat pajak.
Terkait dakwaan korupsi, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menganggap
Michael telah membantu Lim Wendra Halingkar, Direktur PT Berca, dengan
cara melakukan pertemuan dengan Rafianto, Kepala Subdirektorat
Pengembangan Aplikasi Dirjen Pajak untuk membahas bagaimana
memuluskan langkah PT Berca agar memenangkan lelang Paket
Pengembangan Perangkat dan Media Komunikasi Data Dirjen Pajak tahun
2006. Negara dirugikan sebesar Rp 14,9 miliar.
Dalam kesempatan itu, penasehat hukum terdakwa juga membantah ada
kerugian negara. Menurut Tumbur Simanjuntak, tak ada kerugian negara
karena semua barang sudah diserahkan pada tahun 2006 sesuai dengan
berita acara penyerahan barang. Jika kemudian ada barang yang hilang,
hal tersebut bukan tanggung jawab perusahaan pemenang.
PT Berca telah menyerahkan seluruh barang dengan berita serah terima
segaka tanggal 11 Desember 2006, 100 persen semua barang telah
dipenuhi," kata Tumbur. Karena itu, unsur kerugian negara menurut
Tumbur tak terbukti.
Pledoi penasehat hukum Michael diberi judul panjang yang unik, yaitu
"Gara-gara Kopi Secangkir Michael Surya Gunawan Dijadikan Korban
Pemaksaan Kasus Pidana Guna Mengejar Target Kejaksaan. Kopi secangkir
merujuk pada istilah pertemuan Michael dengan pejabat pajak.
"Gara-gara kopi secangkir, Michael Surya Gunawan dituntut empat tahun
penjara, dendan Rp 500 juta subsider kurungan enam bulan, dan
diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 7,3
milar atau jika tidak dipenuhi diganti dengan pidana penjara tiga
tahun," kata Sidik.
Sidik menyatakan, tuntutan membayar uang pengganti tak sesuai dengan
fakta karena semua barang sudah dipenuhi Berca. "Di kasus yang sama
dengan terdakwa yang berbeda, kerugian negara yang bisa dibuktikan Rp
265 juta karena barang-barang yang hilang sudah dipenuhi kontraktor.
Namun, jaksa sampai sekarang masih menggunakan nilai Rp 14,6 mliar,"
kata Sidik.
Rentetan kasus korupsi di Dirjen Pajak ini terungkap ketika Badan
Pemeriksa Keuangan menemukan kejanggalan Rp 12 miliar dalam proyek
pengadaan sistem informasi yang menelan anggaran Rp 43 miliar. Dalam
proses pelaksanaan proyek, diduga terjadi kecurangan berupa perubahan
spesifikasi teknis yang menyesuaikan penawaran dari salah satu peserta
lelang, yaitu PT Berca, perusahaan milik Murdaya Poo yang kemudian
ditetapkan menjadi pemenang lelang. September 2012 lalu, Bahar telah
divonis pidana penjara 3 tahun, sementara Pulung Sukarno dipidana
penjara 2 tahun. (AMR)