Sidang Fathanah: Saksi Notaris “Disemprot” Hakim

Share Article

Sidang perkara suap pengurusan kuota impor daging sapi dengan terdakwa
Ahmad Fathanah mulai memasuki pembuktian tindak pidana pencucian uang.
Di pengadilan tindak pidana korupsi, terungkap bagaimana kisruhnya
pengurusan akta jual beli terhadap rumah yang dibeli untuk istri
Fathanah, Septi Sanustika.

Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (2/9), dihadirkan
notaris dan pejabat pembuat akta tanah wilayah Depok, Nuke Nurul
Soraya. Soraya “disemprot” hakim karena dianggap tidak cermat dalam
menerbitkan dokumen akta jual beli. Kondisi seperti itu bisa
disalahgunakan pihak tertentu dan bisa menjadi sarana pencucian uang.

Di depan persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Nawawi Pomolango,
Soraya mengatakan ia mendapat order pengurusan akta jual beli rumah
itu dari seseorang bernama Irwan Prasetyawan yang mengaku dari Kantor
Notaris Irma Bonita di Jakarta Selatan.

AJB terkait pembelian rumah di Permata Depok seharga Rp 500 juta yang
dijual oleh Johanes kepada Ahmad Fathanah. Soraya mengatakan, antar
notaris memang ada semacam kesepakatan untuk saling kerjasama jika
menyangkut order pembuatan dokumen yang melewati batas wilayah
kerjanya.

Karena itu, ia percaya saja ketika Irwan mengajukan AJB untuk diurus
di kantor Soraya. Dokumen yang dibawa Irwan telah ditandatangani para
pihak, tentu saja bukan di depan Soraya. Asumsi Soraya, dokumen telah
diproses secara prosedural di Kantor Notaris Irma Bonita.

Belakangan, ketika dipanggil KPK terkait AJB yang dianggap bermasalah,
Soraya marah kepada Irma Bonita yang baru kali pertama memberikan
order pekerjaan itu. “Pegawaimu kasih kerjaan katanya dari kamu.
Kenapa kamu kasih kerjaan yang mencelakakan saya,” kata Soraya
menirukan percakapannya dengan Irma.

Tetapi, lanjut Soraya, setelah dicek, ternyata Irma tidak memiliki
pegawai bernama Irwan Prasetyawan. “Irma marah karena tidak memiliki
pegawai Irwan yang datang ke kantor. Kami berdua kecolongan. Irwan
ternyata bekerja untuk Soleha,” kata Soraya.

Soleha memang pegawai Irma, namun pembuatan AJB dilakukan tanpa
sepengetahuan Kantor Irma Bonita. Dalam sidang, Soleha yang menjadi
saksi mengatakan beberapa dokumen ditendatangani di rumah Soleha
karena sulitnya mencari waktu luang

Dalam AJB, transaksi yang dituliskan bukan Rp 500 juta melainkan Rp
300 juta. Menurut Soleha, hal itu merupakan permintaan Fathanah.
Fathanah juga meminta agar rumah itu dibalik nama ke Septi Sanustika.

Namun, belum sempat proses balik nama dilakukan, KPK memblokir
sertifikatnya sehingga proses balik nama terhenti.

Hakim anggota I Made Hendra Kusuma, yang juga mantan notaris,
menunjukkan raut muka marah mendengar soal adanya kesepakatan antar
notaris. “Tak ada itu istilah kerjasama. Tidak seperti itu, dulu saya
notaris,” kata Made.

Notaris adalah pejabat publik yang mengemban tugas berat karena negara
telah menyerahkan sebagian wewenangnya kepada notaris dalam hal
membuat dokumen otentik. “Saya prihatin dengan masalah seperti ini,
tolong dihentikan,” kata Made.

Hakim Ketua Nawawi menambahkan, cara kerja notaris yang cenderung tahu
sama tahu dan abai dalam melaksanakan prosedur, bisa menjadi sarang
pencucian uang. “Produk Anda bisa bohong. Ini bisa jadi sarana yang
potensial untuk tindak pidana pencucian uang,” kata Nawawi. (AMR)

Leave a Reply