Akibat ahli yang dihadirkan dalam sidang perkara dugaan korupsi
bioremefiasi fiktif PT Chevron Pacific Indonesia selalu memihak jaksa,
sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta,
Senin (6/7), seperti dagelan. Setiap pertanyaan penasehat hukum selalu
dijawab ketus dan kemudian disambut suara gemuruh "huuu" dari
pengunjung.
Hari itu jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Agung menghadirkan ahli
bioremediasi yaitu Edison Effendi untuk terdakwa Widodo, Team Leader
Sumatra Light North Kabupaten Duri Propinsi Riau PT Chevron. Penasehat
hukum terdakwa menganggap ahli tak kredibel dihadirkan sebagai ahli di
persidangan dan tak memenuhi sarat sebagai ahli yang obyektif.
Edison dianggap sebagai orang yang melaporkan kasus bioremediasi itu
ke Kejagung, karena itu kehadiran Edison dianggap hanyalah dagelan
persidangan karena pastinya ia akan berpihak.
Dari tingkat penyelidikan hingga penyidikan, Kejagung menjadikan
Edison sebagai ahli utama untuk mengambil sampel tanah tercemar di
areal Chevron yang kemudian sampel tanah tersebut diuji di
laboratorium dadakan Kejagung. Dakwaan jaksa juga banyak disusun
berdasarkan keterangan dari Edison.
Penasehat hukum Widodo, Dasril Affandi, mempertanyakan soal teknik
pengambilan sampel tanah tercemar yang dilakukan Kejagung dengan
ahlinya Edison. Dasril membuat pengandaian, "Apa boleh saya ambil
tanah tercemar di Rasuna Said Jakarta untuk mewakili tanah tercemar di
Riau?"
Di luar dugaan, Edison menjawab, "Menurut Kepmen boleh." Jawaban itu
langsung membuat suasana sidang ger-geran karena mentertawakan
keterangan ahli.
Pertanyaan penasehat hukum tersebut terkait teknik sampling yang
dilakukan Edison yang menurut kubu Chevron menyalahi banyak aturan,
termasuk lokasi pengambilan sampel.
Misalnya, Edison dan timnya menguji tanah tercemar dari sumber tanah
di Minas untuk kontraktor PT Green Planet Indonesia (GPI). Padahal PT
GPI tak pernah bekerja di Minas, melainkan di Sumatera Light North
yaitu di Libo, Pematang, dan Mutiara, yang jaraknya tiga jam
perjalanan dari Minas.
Menurut versi kubu terdakwa dan juga pernah terungkap di persidangan
lainnya, Edison pernah mengikuti beberapa kali tender di PT Chevron
namun selalu kalah. Karena itu, kehadiran Edison sempat ditolak oleh
penasehat hukum terdakwa namun majelis hakim yang diketuai
Sudharmawatiningsih meloloskan Edison sebagai ahli bioremediasi.
Dampak dari kepentingan Edison terhadap dakwaan, sidang hari ini yang
seharusnya mendengarkan keterangan ahli bioremediasi itu akhirnya
berubah menjadi arena olok-olok antara penasehat hukum dengan Edison.
Emosi kedua belah pihak sering tak terkendali dengan saling melempar
komentar tak pantas, membuat Sudharmawatiningsih sibuk melerai.
Simak pertanyaan penasehat hukum Widodo, Dasril Affandi, terkait
pertanyaan standard soal bioremediasi kepada ahli Edison. "Metode apa
yang Anda gunakan untuk bioremediasi?" tanya Dasril Affandi, terkait
pelaksanaan proyek bioremediasi di Babelan yang pernah dilakukan
Edison. "Wah itu rahasia nanti dicontoh kalau diungkap," jawab Edison
ketus.
Penasehat hukum juga menanyakan apakah perusahaan pelaksana
bioremediasi di Babelan tersebut mengantongi izin. Namun, jaksa
penuntut umum keberatan dengan pertanyaan itu. "Ini demi terangnya
kasus. Untuk mengetahui kualifikasi ahli ini seperti apa. Orang
dijadikan ahli bukan sembarangan, harus punya latar belakang
pendidikan dan pengalaman," kata Dasril emosi.
Penasehat hukum kemudian bertanya, sebagai ahli, dalam melakukan
pekerjaan kaidah apa yang dipatuhi? Apakah misalnya berdasar pada
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 128 Tahun 2003 terkait
bioremediasi. "Yang saya patuhi kesepakatan, tak hanya Kepmen 128.
Saya kerjakan sesuai order," jawab Edison.
Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih menyela, acuannya apa, apakah
teori, doktrin-doktrin, atau peraturan-peraturan. "Peraturan di
Indonesia tidak mengikat saya sebagai ahli," kata Edison, yang kembali
memicu suara "huuu" dari pengunjung.
Ketika ditanya soal "site characteristic", Edison berkomentar singkat,
"Baca saja di Kepmen 128, semua yang saya katakan ada di sana semua."
Setiap jawaban ahli yang ketus dan tak menjelaskan, selalu diteriaki
"huuu" oleh para pengunjung sidang sehingga membuat suasana sidang
selalu gaduh.
"Saudara ahli, saya ini kan tidak tahu soal bioremediasi. Karena saya
tak temukan di pasal-pasal itu di Kepmen 128, saya tanyakan ke ahli.
Site characteristic itu di atur di mana?" tanya Dasril. "Saya lupa di
halaman berapa. Sudah ada di Kepmen, dipelajarilah," jawab Edison.
Penasehat hukum kembali bertanya soal idealisme penelitian. Dalam
melakukan penelitian, hasilnya itu untuk kepentingan siapa, apakah
kepentinan sendiri atau kepentingan umum? "Untuk kepentingan sendiri
dan bisnis," jawab Edison.
Sudharmawatingsih terusik untuk melanjutkan pertanyaan, "Apa Saudara
tak mempertimbangkan kepentingan umum?". Edison menjawab, "Untuk
kepentingan bisnis kan untuk umum. Kepentingan umum supaya bisa
dijual."
Sidang tak bisa berjalan sebagaimana mestinya karena ahli selalu
berpihak kepada kejaksaan setiap menjelaskan masalah bioremediasi.
Setiap pertanyaan yang diajukan penasehat hukum yang kira-kira bisa
meringankan terdakwa Widodo selalu dijawab tidak tahu atau lupa.
Pemandangan seperti ini sebenarnya melanda pada sidang-sidang
sebelumnya dengan terdakwa yang berbeda. Seperti kita ketahui, kasus
ini total menyeret lima orang terdakwa. Jadi bisa dibayangkan,
perdebatan tak bermutu selalu terjadi selama lima kali persidangan,
termasuk di sidang Widodo hari ini.
Majelis Hakim yang diketuai Sudharmawatiningsih membiarkan pemandangan
seperti ini berlangsung terus menerus dan berlarut-larut walaupun tahu
bahwa ahli pasti tak bisa obyektif memberi keterangan.
Sikap Majelis Hakim yang diketuai Sudharmawatiningsih yang selalu
menyetujui Edison sebagai ahli ini pernah diprotes oleh terdakwa lain.
Misalnya, Hotma Sitompoel, penasehat hukum terdakwa Herlan bin Ompo
(Direktur PT Sumigita Jaya, kontraktor pelaksana bioremediasi
Chevron), pernah keluar sidang (walk out) karena mengaku tak sudi
mendengarkan kebohongan ahli Edison.
Dukungan mengalir
Sehari jelang vonis dua terdakwa kontraktor bioremediasi Chevron yaitu
Ricksy Prematuri, Direktur PT Green Planet Indonesia, dan Herlan bin
Ompo, Direktur PT Sumigita Jaya, dukungan untuk para terdakwa
mengalir. Dukungan terakhir datang dari ikatan alumni yang terdiri
dari Alumni Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan
Institut Pertanian Bogor.
Terdakwa Kukuh Kertasafari adalah Koordinator Environmental Issue
Settlement Team Sumatera Light South Minas PT Chevron yang alumni ITB.
Ricksy adalah alumni IPB, sedangkan Endah Rumbiyanti, Manajer
Lingkungan Sumatera Light North dan Sumatera Light South, adalah
alumni UI.
Ketiga ikatan aumni tersebut membuat surat pernyataan yang
ditandatangani Ketua Umum Ikatan Alumni UI Chandra Motik, Ketua Umum
Ikatan Alumni ITB Sawalludin Lubis, dan Ketua Umum Keluarga Alumni IPB
Said Didu.
"Kami Ikatan Alumni ITB, ILUNI UI, dan Alumni IPB berharap agar
pengadilan dapat berfunfsi sebagai benteng pertahanan terakhir. Kami
mendorong hakim untuk berani mengambil keputusan berdasarkan kebenaran
hakiki, bukan sekadar formalitas pengadilan. Kami mendorong agar hakim
berani memutus bebas ketika seseorang benar-benar tidak bersalah,"
begitu pernyataan mereka.
"Dari awal kami melihat betapa tuduhan yang dilemparkan kepada Kukuh
sangat sumir, karena Kukuh bertugas di bidang produksi. Dia tak
terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, ataupun tender pemilihan
vendor pelaksana bioremediasi," papar Sawalludin Lubis.
ILUNI UI juga mengikuti perkembangan kasus Rumbi. Rumbi baru diangkat
menjadi Manager Lingkungan di Chevron pada Juni 2011. Sebelumnya,
Rumbi ditugaskan di Amerika Serikat. Padahal, peristiwa yang
didakwakan antara 2006 – Februari 2012. "Tanpa memerlukan persidangan
yang berbiaya besar pun, seharusnya jaksa dari awal mampu melihat
ketidakmungkinan korupsi terjadi di sini," papar Chandra Motik.
Ricksy adalah vendor yang mengikuti tender sesuai dengan persyaratan
yang telah ditentukan Chevron. Tuduhan bahwa proyek bioremediasi
fiktif adalah tuduhan yang sumir. Ricksy benar-benar telah melakukan
pekerjaan di lapangan.
Di sosial media, petisi untuk dukungan kepada para terdakwa Chevron
juga terus mengalir. Petisi dukungan untuk Ricksy di Change.org kini
sudah memanen 613 dukungan dari target 387 dukungan. (Amir Sodikin)