Sengketa Pilkada : MA Siap, Asal Ada Dukungan Teknis dan SDM

Share Article

Mahkamah Agung menyatakan kesiapannya untuk menjadi lembaga penyelesaian sengketa kepemiluan, asalkan negara memberi dukungan teknis dan sumber daya manusia. Sesuai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, MA diserahi untuk penyelesaian sengketa tata usaha pemilihan, tindak pidana pemilihan, dan perselisihan hasil pemilihan.

Kesiapan itu disampaikan Hakim Agung kamar Tata Usaha Negara (TUN) MA, Supandi, usai menggelar rapat dengan jajaran Komisi Pemilihan Umum, di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (9/1), mengatakan, pihaknya siap menjalankan amanah Perppu. Namun, secara tersurat ia mengajukan harapan kepada negara agar amanah di Perppu itu bisa dijalankan dengan baik oleh MA. “Harapannya ada dukungan-dukungan teknis maupun sumber daya manusia oleh negara juga diperhatikan,” katanya.

Sebelumnya, Ketua MA Hatta Ali sempat mengutarakan keberatannya jika MA menjadi lembaga yang akan menangani sengketa Pilkada. Hatta berharap sengketa pilkada tidak perlu dibawa ke MA dan diharapkan ditangani badan khusus atau panitia tersendiri yang dibentuk dari pengawas pemilu atau penyelenggara pemilu (Kompas, 8/1).

Sebagai bukti bahwa MA siap, saat ini, kata Supandi, pihaknya sudah menyiapkan majelis khusus dan hakim khusus yang akan menangani sengketa terkait kepemiluan. Namun, masih senada dengan Hatta Ali, Supandi berharap hendaknya semua perselisihan pemilu, baik administratif maupun pidana, harus lewat Bawaslu maupun Panwaslu dulu.

“Mereka selesaikan dulu di tingkat Bawaslu dan Panwaslu, kalau tidak puas baru ke pengadilan,” kata Supandi. Untuk mengurangi beban kerja MA, pihaknya berharap agar sengketa pemilu dibawa ke pengadilan. “Dari praktik yang sudah-sudah, para pihak justru menghina pengadilan. Walaupun hakimnya telah setengah mati bekerja sebaik-baiknya,” kata Supandi.

Pihaknya kini sedang membangun kepercayaan publik bahwa pengadilan Indonesia masih pengadilan yang baik. “Tapi di sisi lain sebagian masyarakat kita dengan sukacita menghancurkan martabat dan wibawa pengadilan. Ini menyedihkan kita semua. Padahal kita semua berkepentingan mempunyai pengadilan yang berwibawa, terhormat dan dihormati,” kata Supandi.

MA mengusulkan agar di kemudian hari Indonesia memiliki pengadilan khusus pemilu atau electoral court tersendiri. “Kami berdoa dalam hati, hendakanya negara ini punya pengadilan khusus pemilu yang diberi nama electoral court. Seperti wasit sepak bola, putusan wasit tidak dapat diganggu gugat. jadi pemilu ini tidak akan ada hambatan, KPU bisa bekerja dengan tenang,” kata Supandi.

Supandi kembali menegaskan, sikap MA itu bukan berarti pihaknya tidak siap. “Bukan, pengadilan siap saja. Tapi masyarakat hati-hati menggunakan pengadilan. Kalau pengadilan kita dihinakan maka kita hidup pakai hutan rimba,” kata Supandi.

Untuk menghindari berbagai transaksi yang bisa terjadi di tingkat MA, Supandi mengusulkan agar di kemudian hari kita menganut pengadilan elektronik atau e-court. “Kita hijrah dari tradisi hard copy ke tradisi soft copy. Dengan soft copy, kita akan kembangkan kualitas profesionalisme, bekerja transparan, akuntabel, efektif dan efisien dengan dukungan informasi teknologi,” katanya.

Dengan e-court, pengadilan berbasis elektronik, publik bisa mengakses putusan pengadilan lewat website. “Tidak ada calo yang memutarbalikkan informasi, tidak ada lagi. Rakyat harus pintar. Kualitas pendidikan rakyat nomor satu,” kata Supandi.

Empat PTTUN
Sebagai persiapan menghadapi sengketa tata usaha negara pemilihan, MA telah membentuk empat Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Menurut Supandi, ada empat PTTUN yang akan menangani sengketa pilkada nanti.

Empat PTTUN yang dimaksud adalah PTTUN di Medan, Jakarta, Surabaya dan Makassar. “Empat PTTUN itu sudah siap. Hakimnya juga sudah siap, sudah ada. Ketika pemilu legislatif lalu, PTTUN itu sudah ditunjuk hakim khususnya, dan nanti bisa digunakan untuk pilkada. Secara SDM hakim khusus itu sudah ada,” kata Supandi.

Sesuai amnah Perppu, MA harus membentuk majelis khusus TUN yang berisi hakim khusus TUN yang akan menangani sengketa tatau usaha negera pemilihan. Hakim khusus berasal dari hakim karier di lingkungan PTTUN dan MA. MA juga harus membentuk majelis khsusus tindak pidana, yang merupakan hakim karier pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, dengan tugas menangani pidana pemilu.

Terkait keluhan hakim-hakim yang belum memahami soal kepemiluan, Supandi membantahnya. “Siapa bilang? Mereka paham pemilu, sudah ada diklatnya kok, sudah ada sertifikasinya,” kata Supandi.

Ketua KPU, Husni Kamil Manik, mengatakan, pada pilkada serentak 2015 nanti akan diikuti 204 daerah. Jadwal pilkada diperkirakan pada Desember 2015. Karena sengketa pilkada akan melibatkan MA, maka KPU merasa harus berkoordinasi dengan MA dalam membentuk berbagai Peraturan KPU (PKPU).

“Dari pertemuan tadi, MA akan menjalankan apa pun perintah peraturan perundang-undangan yang diberikan kewenangan kepada MA, dan akan merujuk juga peraturannya yang nanti diterbitkan oleh KPU,” kata Husni. Terkait usulan adanya badan khusus yang mengurusi sengketa pilkada, Husni mengatakan hal seperti itu masih berupa wacana.

“Sebagai wacarba, apa aja boleh disampaikan. Tapi kami tetap fokus terhadap apa yang telah tertulis di peraturan perundang-undangan,” kata Husni.

Selain untuk persiapan menggelar pilkada, pertemuan KPU dengan MA tersebut dimaksudkan juga untuk menyelaraskan tahapan penyelesaian sengketa yang disusun KPU dengan peraturan MA mengenai penyelesaian sengketa hasil pemilihan.

“Kami butuh informasi yang cukup mengenai sistem beracara di MA sehingga jadwal dan tahapan yang kami susun dapat berjalan sinergis dan tidak saling bertentangan antara jadwal yang dibuat oleh KPU dengan ketentuan yang berlaku di MA,” kata Husni.

Menunggu DPR
Hingga kini, MA masih menunggu Perppu apakah disetujui DPR atau tidak. “Jika disetujui, maka ini adalah perintah undang-undang, maka kami siap melaksanakannya,” kata Supandi.

Jika Perppu disahkan DPR, MA akan mengacu pada PKPU tentang penyelesaian sengketa pemilu ketika nanti menyusun Peraturan MA terkait proses persidangan PHPU. “Jadwal KPU ini akan kami jadikan pedoman dalam menyusun Peraturan MA mengenai sengketa hasil pemilihan,” kata Supandi. (AMR)

Leave a Reply