SBY Vs Anas di Media Sosial

Share Article

Apa perkataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berkesan di hati warga pengguna internet (netizen) dua pekan terakhir? Apakah persoalan bangsa terkait kemiskinan? Atau soal pendidikan, olahraga, atau korupsi? Ternyata tidak. Di media sosial, tempat orang-orang bebas mencurahkan pendapatnya tanpa ditanya, SBY secara signifikan disebut jika terkait Partai Demokrat.

Grafik yang ditunjukkan perangkat lunak berbasis web, Topsy, menyebutkan, yang paling banyak dibicarakan di media sosial terkait SBY adalah berita ”SBY Ambil Alih Kendali Partai Demokrat” pada 8 Februari. Lalu lintas berita di media sosial terkait SBY hari itu mencapai 100.132 kali.

Grafik percakapan terkait SBY ini membentuk kerucut. Puncak kerucut adalah saat SBY berpidato mengambil alih Demokrat. Permulaan kerucut dimulai berita The Jakarta Post, 1 Februari, berjudul ”First family tax returns raises flags”. Tautan berita ini beredar di kalangan pengguna Twitter hingga 1.202 kali. Ditambah percakapan yang dipicu pemberitaan media lain, hari itu, percakapan terkait SBY mencapai 5.795 kali. Inilah awal netizen membicarakan SBY.

SBY versus Anas

Pada 1-8 Februari, pemberitaan terkait SBY, Partai Demokrat, dan Anas Urbaningrum kejar-kejaran dan saling berkaitan. Pada hari itu, berita yang menyita perhatian adalah ”Demokrat di Daerah Desak SBY Selamatkan Partai”, ”SBY Minta KPK Segera Tuntaskan Kasus Anas”, ”Tuntutan KLB Kian Deras, SBY Kirim SMS dari Mekkah”.

Berita-berita itu seolah mengonsolidasi ”perang” terbuka SBY dan Anas di media sosial. Mesin analisis media sosial yang dimiliki Politicawave pun memantau pertarungan ini pada 1-14 Februari. Menurut data dari dapur analisis Politicawave, isu Demokrat di media sosial menyangkut Anas dan SBY mencapai 108.530 percakapan dengan pengguna unik yang terlibat sebanyak 36.840.

Direktur Politicawave Yose Rizal mengatakan, di media sosial, SBY memang mendominasi dibandingkan Anas, dengan perbanding 43 persen untuk SBY, 39 persen untuk Anas, dan 18 persen gabungan Anas dan SBY.

Namun, sentimen negatif di media sosial lebih tertuju kepada SBY. ”Ternyata tindakan yang dilakukan SBY mendapat respons kurang baik di media sosial. Banyak netizen yang menganggap upaya SBY ini seolah memperlihatkan SBY sebagai diktator karena mencoba mengambil alih kekuasaan di Demokrat,” papar Yose.

Selain itu, lanjutnya, muncul opini bahwa SBY lebih mementingkan kepentingan Demokrat dibandingkan kepentingan rakyat karena terus-menerus berdoa agar Demokrat dibebaskan dari berbagai cobaan berat. Beberapa celotehan pengguna media sosial pun memersepsikan negatif langkah SBY itu.

Namun, kata Yose, ada beberapa netizen yang setuju dengan yang dilakukan SBY dan menganggap sebagai hal wajar.

Citra Anas terkait perang ini cenderung netral di mata netizen. Padahal, sebelumnya, Anas jadi bulan-bulanan di media sosial karena tanda-tanda KPK akan segera menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Hambalang.

Di tengah isu ini, SBY lagi-lagi terimbas persepsi negatif dengan berita Edhie Baskoro atau Ibas, yang langsung pergi meninggalkan Gedung DPR setelah menandatangani daftar presensi. Presensi Ibas diantar seorang petugas. Persepsi negatif terkait Ibas mulai mereda setelah Ibas menyatakan mundur dari keanggotannya di DPR.

Kini, publik masih menunggu akhir perang SBY dan Anas untuk mempercakapkannya. Bagi yang tipis telinganya, bersiaplah merah padam. Kini, warga bisa dengan mudah berbicara, tidak hanya mereka yang punya pelantang saja. (Amir Sodikin)

Leave a Reply