Apa sebenarnya perkataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang
berkesan di hati warga pengguna internet (netizen) dalam dua pekan
terakhir? Apakah persoalan bangsa, terkait kemiskinan? Atau soal
pendidikan, olahraga, korupsi? Ternyata tidak.
Selama dua pekan, tak ada kerja terkait persoalan bangsa yang
dikaitkan dengan Presiden SBY. SBY di sosial media, tempat orang-orang
dengan bebas mencurahkan pendapatnya tanpa ditanya, secara signifikan
hanya disebut jika terkait kegiatan Partai Demokrat.
Grafik yang ditunjukkan oleh perangkat lunak berbasis web, Topsy,
menyebutkan dalam dua pekan terakhir yang paling banyak dibicarakan di
sosial media terkait SBY adalah berita "SBY Ambil Alih Kendali Partai
Demokrat" pada 8 Februari lalu.
Lalu lintas berita di sosial media terkait SBY hari itu mencapai
100.132 kali. Bahkan, berita ini yang paling menyita perhatian selama
satu bulan terakhir terkait SBY.
Grafik percakapan terkait SBY dalam dua pekan terakhir ini membentuk
kerucut, puncak kerucut adalah saat SBY berpidato untuk mengambil alih
Demokrat. Sedangkan di sisi kiri, permulaan kerucut dimulai dengan
berita heboh dari Jakarta Post pada 1 Februari berjudul "First family
tax returns raises flags".
Tautan berita di situs Jakarta Post tersebut beredar di kalangan
pengguna Twitter hingga 1.202 kali. Ditambah dengan percakapan di
media sosial yang dipicu pemberitaan media lain, hari itu percakapan
terkait SBY mencapai 5.795 kali. Inilah awal mula para netizen mulai
membicarakan SBY, yang akhirnya berita heboh ini terkubur oleh pidato
penyelamatan Demokrat oleh Presiden.
Karena itu, netizen sejak awal sudah menengarai akan ada pengalihan
isu. "Harusnya berita ini yang meledak hari ini," kata pemilik akun
Twitter dr_piprim sambil menaruh tautan berita soal pajak keluarga
SBY.
Penguna akun Twitter edy_khemod termasuk orang yang pertama berbagi
tautan dari Jakarta Post tersebut. "Konon artikel pajak SBY ini yang
bikin Jakarta Post hilang dari peredaran pagi ini dan websitenya
sempat down," kata edy_khemod.
SBY vs Anas
Dari tanggal 1 Februari hingga 8 Februari, pemberitaan terkait SBY,
Partai Demokrat, dan Anas Urbaningrum kejar-kejaran dan saling
berkaitan. Di hari itu, berita yang menyita perhatian adalah terkait
"Demokrat di Daerah Desak SBY Selamatkan Partai", "SBY Minta KPK
Segera Tuntaskan Kasus Anas Urbaningrum", "Tuntutan KLB Kian Deras,
SBY Kirim SMS dari Mekkah".
Berita-berita itu seolah menkonsolidasi "perang" terbuka SBY vs Anas
di media sosial. Mesin analisis sosial media yang dimiliki
Politicawave pun memantau pertarungan ini sejak tanggal 1 Februari
hingga 14 Februai. Menurut data dari dapur analisis Politicawave, isu
Partai Demokrat di media sosial menyangkut Anas Urbaningrum dan SBY
mencapai 108.530 percakapan dengan pengguna unik yang terlibat
sebanyak 36.840.
Direktur Politicawave, Yose Rizal, mengatakan, di media sosial SBY
memang mendominasi dibanding Anas dengan perbanding 43 persen untuk
SBY, 39 persen untuk Anas Urbaningrum, dan 18 persen gabungan Anas dan
SBY.
Namun, sentimen negatif di media sosial lebih tertuju pada SBY.
"Ternyata tindakan yang dilakukan oleh SBY mendapatkan respon yang
kurang baik di media sosial. Banyak netizen yang menganggap upaya yang
dilakukan SBY ini seolah memperlihatkan SBY sebagai sosok yang
diktator karena mencoba mengambil alih kekuasaan di Partai Demokrat,"
papar Yose.
Selain itu, kata Yose, muncul opini yang menyatakan SBY lebih
mementingkan kepentingan Partai Demokrat dibandingkan kepentingan
rakyat Indonesia karena terus menerus berdoa agar Partai Demokrat
dibebaskan dari berbagai cobaan berat. Beberapa celotehan pengguna
media sosial pun memang mempersepsikan negatif langkah SBY tersebut.
"Urus partaimu saja, biarlah Tuhan yang mengurus negara," kata Badri
Ahmad, pemiluk akun Twitter indiejiens. Komentar Badri tersebut
dilengkapi dengan tautan berita di sebuah media berjudul "Perang
Terbuka Anas vs Cikeas, Siapa Menang".
Namun, kata Yose, ada juga beberapa netizen yang setuju dengan upaya
penyelamatan yang dilakukan SBY. Mereka menganggap upaya SBY
tersebut termasuk hal yang wajar. Bentuk dukungan SBY dilakukand engan
me-retweet opini tokoh-tokoh yang mendukung pernyataan tersebut,
seperti Taufik Kiemas dan Anies Baswedan.
Sebaliknya, citra Anas dengan adanya "perang" ini cenderung netral di
mata netizen. Padahal, sebelumnya Anas menjadi bulan-bulanan di media
sosial karena ada tanda-tanda KPK bakal segera menetapkan Anas sebaga
tersangka terkait kasus Hambalang.
"Dengan "perang" terhadap SBY ini, Anas dipersepsikan sebagai pemimpin
yang bagus karena lebih mendekatkan diri dengan akar rumput dan para
kader Demokrat dibandingkan dengan SBY yang membentuk koalisi dengan
elite Partai Demokrat," kata Yose.
Pendekatan yang dilakukan Anas antara lain dengan bercerita kepada
kader-kader Demokrat mengenai loyalitas sahabat Nabi Muhammad SAW.
Publik di media sosial juga memiliki persepsi, apabila Anas lengser
dari jabatannya maka dapat menghancurkan citra Partai Demokrat ke
depannya.
"Beberapa contoh opini yang terkesan mendukung Anas adalah dari
banyaknya netizen yang mempublikasikan berita yang menyatakan Anas
menandatangani pakta integritas, serta ikut menuliskan Ojo Dumeh di
statusnya," papar Yose.
Setelah publik di media sosial menyatakan ketidaksukaannya pada gaya
diktator SBY, kembali keluarga SBY terimbas persepsi negatif dengan
munculnya beberapa berita terkait Edhie Baskoro atau Ibas. Diantaranya
berita Ibas yang langsung pergi meninggalkan Gedung DPR setelah
menandatangani prensensi, itupun presensinya diantar oleh seorang
petugas.
Beragam komentar pun muncul menanggapi perilaku bolos kerja anak SBY
tersebut. "Ciee gaye anak yang punya negara," komentar pemilik akun
Twitter Sundaningsih. "Kebiasaan sejak sekolah kali," kata megimargi.
"Kuliahnya pasti titip absen nih," sambar gadlimbongst.
Pemberitaan terkait Ibas mulai mereda setelah ditutup kabar Ibas
mundur dari anggota DPR. Kini, publik masih terus menunggu akhir dari
perselisihan Ibas vs SBY. Jika perselisihan terus berlanjut, maka tak
berlebihan jika netizen mengatakan urusan negara ini biarlah Tuhan
yang mengelolanya.
(Amir Sodikin)