Saksi Akui Kepala BAPPEBTI Minta “Jatah” Saham

Share Article

Para saksi yang dihadirkan dalam sidang dugaan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Syahrul Raja Sempurnajaya, membenarkan bahwa terdakwa pernah meminta jatah saham hingga 10 persen. Pada akhirnya, permintaan jatah saham diganti dengan uang Rp 7 miliar yang sudah diterima terdakwa.

Direktur PT Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), Bihar Sakti Wibowo, salah satu saksi yang dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (13/8), mengakui ada permintaan saham 10 persen dari terdakwa saat rencana pendirian perusahaan yang bergerak di bidang kliring.

Kasus ini bermula ketika PT BBJ berupaya memiliki lembaga kliring berjangka sendiri dengan rencana mendirikan PT Indokliring Internasional dan kemudian mengajukan izin ke Bappebti untuk dapat menjalankan lembaga kliring berjangka di pasar bursa. Permintaan saham 10 persen tersebut disampaikan terdakwa melalui Alfons Samosir selaku Kepala Biro Hukum Bappebti.

“Minta saham 10 persen pada pendirian Bappepti, walaupun perusahaannya belum berjalan. Modalnya total Rp 100 miliar, jadi 10 persen dari Rp 100 miliar,” kata Bihar. Bihar kemudian menyampaikan ke pertemuan Dewan Komisaris dengan direksi PT BBJ tentang permintaan tersebut kepada Roy Sembel dan Kristanto Nugroho.

Sesuai surat dakwaan, pada 17 Juli 2012, Kristanto menyampaikan permintaan terdakwa ke Hasan Widjaja selaku Komisaris Utama PT BBJ. Hasan kemudian menemui terdakwa untuk mengklarisikasi permintaan itu dan akhirnya Hasan meminta Bihar menyiapkan dana Rp 7 miliar guna memenuhi permintaan terdakwa.

Bihar memerintahkan Stephanus Paulus Lumintang selaku Kepala Divisi Keuangan PT BBJ untuk mengeluarkan uang Rp 7 miliar. Pada 2 Agustus 2012, Bihar menemui terdakwa untuk menyerahkan uang sejumlah Rp 7 miliar, dalam bentuk uang pecahan 600.000 dollar AS dan Rp 1 miliar.

Jaksa penuntut umum dari KPK, Sigit Waseso, bertanya kepada Bihar apakah izin pendirian perusahaan tersebut akhirnya keluar. “Sampe detik ini izin pendirian PT Indokliring tidak terbit. Izin harusnya dikeluarkan oleh Kepala Bappepti,” kata Bihar.

Ketua Majelis Hakim, Sinung Hermawan, berkelakar, izin tak keluar karena uangnya yang diminta kurang Rp 3 miliar. “Kesalahan kedua, ketika memberikan uang, tak menyebut soal perizinan,” timpak anggota majelis hakim lainnya, Sutio Jumagi.
Hakim Sutio bertanya, mengapa harus memberikan Rp 7 miliar kepada Bappeti, padahal persyaratan itu tak ada soal uang. “Lebih pada adanya permintaan dari otoritas, kalo saya pribadi itu hal serius yang harus dituruti. Kalau enggak dituruti, banyak hal terkait karena kami berurusan dengan Bappeti berkaitan dengan izin, audit, dan lain-lain,” kata Bihar.

“Ada enggak kekhawatiran kalo tidak diberikan izinnya tak keluar?” tanya hakim Sutio. “Dalam hati kecil ya ada kekhawatiran itu,” kata Bihar.

Hakim Sutio bertanya kepada saksi lainnya, Hasan Widjaja selaku Komisaris Utama PT BBJ. “Pak Hasan bilang, katanya permintaan saham 10 persen itu gila, tapi kok malah ngasih uang Rp 7 miliar? Gila juga itu kan? Sebagai komisarisnya harusnya mengawasi dan mencegah,” tanya Sutio.

Saya sebagai komisaris tak berwenang. Itu keputusan dari direksi,” jawab Hasan. Hakim kemudian bertanya apa pemberian itu ada kaitannya dengan pengurusan izin, namun Hasan mengatakan tak ada sama sekali.

Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan bertanya, “Induknya kan di PT BBJ, uangnya di PT Indolliring. Siapa yang mengambil keputusan memberikan uang itu?”

Hasan menjawab, keputusan itu diambil oleh Direktur Keuangan BBJ Roy Sembel. “Setelah ketemu Syahrul saya ke BBJ ketemu Direktur Keuangan BBJ Roy Sembel. Dia bilang sudahlah kasih Rp 7 miliar,” kata Hasan.

Bantahan jumlah uang
Terdakwa Syahrul Raja Sempurnajaya tak membantah soal penerimaan uang tersebut, namun ia tak setuju dengan jumlah uang yang diberikan. Awalnya, ia mengaku tak tahu menahu jika tas yang diberikan Bihar berisi uang.

“Biasanya Bihar memberi saya itu terkait bika ambon. Saya pikir itu bika ambon.
Setelah sampai di rumah ada uangnya,” kata Syahrul.

Namun Syahrul membantah nilainya Rp 7 miliar. “Jumlahnya yang betul Rp 5 miliar, dollar semua, tak ada rupiahnya. Saya terimanya 500.000 dollar AS,” kata Syahrul.

Syahrul juga membantah jika dirinya meminta saham 10 persen. Ia kemudian menanyakan langsung kepada saksi Alfons. “Apa betul saya minta saham?” tanya Syahrul kepada Alfons.

Alfons mengaku, memang tak ada permintaan 10 persen itu tapi jelas ada permintaan saham. “Katanya, kalau bisa dapat saham kecil. Pas pertemuan di Solo saya tak pernah mmenyampaikan soal besaran 10 persen itu, yang saya sampaikan, ‘Wah Bos kita pingin saham kecil’,” kata Alfons.

“Apakah saham kecil itu oleh mereka (Direksi PT BBJ) diterjemahkan 10 persen? Bukan saudara yang menerjemahkan?” tanya Ketua Hakim, Sinung Hermawan, yang dijawab iya oleh saksi Alfons. Kasus korupsi terkait perizinan PT Indokliring ini hanyalah satu dari enam dakwaan yang diterapkan pada terdakwa. (AMR)

Leave a Reply