Rekrutmen CPNS: Hati-hati Untuk Ajang Balas Budi

Share Article

Indonesia Corruption Watch dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang tergabung dalam Konsorsium LSM Pemantau Seleksi CPNS (KLPC) mengingatkan berbagai potensi kecurangan dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Salah satunya, ajang ini akan dijadikan politik balas budi kepala daerah yang menjabat kepada anggota tim pemenangan yang dulu berjasa.

Tahun ini, untuk pertama kalinya setelah pemerintah melakukan moratorium rekrutmen CPNS, kembali menggelar rekrutmen besar-besaran untuk menjaring 65.000 CPNS. Dari total ini, 25.000 akan diangkat pada PNS di lingkungan kementerian atau lembaga pemerintah pusat, dan 40.000 akan ditempatkan di pemerintah daerah.

Dalam paparan kepada media massa di Jakarta, Minggu (1/9), Siti Juliantari, Peneliti Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemantuan. “Keterlibatan masyarakat akan menentukan kualitas birokrasi dan pelayanan publik ke depan,” katanya.

KLPC akan memonitoring secara aktif di lapangan maupun secara pasif menunggu laporan ke posko dan laporan online via www.pantaucpns.net. Konsorsium ini terdiri dari ICW, Forum Informasi dan Komunikasi Ornop Sulawesi Selatan, Malang Corruption Watch, Pokja 30 Samarinda, Masyarakat Transparasni Banten, dan Sentra Advokasi untuk Hak Pendidikan Rakyat (Sahdar) Medan.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW mewakili KLPC, Febri Hendri, mengatakan berdasarkan, ajang rekrutmen CPNS ini bisa dimanfaatkan oleh kepala daerah. Biasanya dengan memberikan kemudahan kepada anggota atau keluarga tim suksesnya agar lolos menjadi PNS.

“Politisi lokal dan nasional juga sering menitibkan karib kerabat, teman atau pihak lain agar dibantu dalam proses rekrutmen,” kata Febri. Sering pula, pejabat di Kabupaten A, menitipkan calonnya kepada pejabat di Kabupaten B, begitupula sebaliknya.

Menjelang Pemilu, ajang ini juga bisa dimanfaatkan oleh berbagai pihak termasuk pejabat untuk menggali dana ilegal melalui praktik suap, pemerasan, dan pungutan liar. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, diperkirakan, jumlah peminat bisa mencapai lebih dari 15 kali lipat dari lowongan yang tersedia atau hampir satu juta peminat.

Siti mengingatkan rekrutmen kali ini akan diikuti oleh pelamar umum dan juga pelamar khusus yaitu pegawai Honorer Kategori 2 (K2). Honorer K2 adalah pegawai yang bekerja minimal satu tahun sebelum 31 Desember 2005.

Terbuka kemungkinan adanya kecurangan dalam penetapan pegawai honorer K2 ini, pelamar sebenarnya bukan honorer K2 namun bisa dibuatkan status K2. “Uji publik atas data ini masih belum diketahui hasilnya dengan baik, karena itu perlu segera dibuka data honorer K2 ini agar publik bisa membantu mengklarifikasi validitas data honorer K2,” kata Siti.

Beberapa praktik tak sehat lainnya yaitu diskriminasi terhadap kelompok tertentu, saling menitip pelamar oleh para pejabat, kebocoran soal di tingkat percetakan dan penggandaan soal, perjokian, pengisian jawaban oleh pihak tertentu setelah ujian selesai, pemerasan dan suap, penambahan pelamar yang lolos oleh oknum badan kepegawaian, dan pemberian Nomor Induk Pegawai kepada CPNS meskipun yang bersangkutan tidak mengikuti seleksi.

Untuk pertama kalinya, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Aparatur Negara Reformasi Birokrasi, menggandeng ICW untuk masuk dalam Panitia Seleksi Nasional sebagai tim pengawas. Pemerintah juga meluncurkan pengaduan online yang bisa diakses di http://siduta.menpan.go.id. “Kami turut mengapresiasi usaha KemenPAN RB yang sejah tahun lalu mencoba merubah sistem rekrutmen CPNS menjadi lebih transparan dan akuntabel,” kata Alan Darmawan dari SAHDAR Medan.

Febri Hendri mengingatkan, praktik berbagai kecurangan bisa diungkap jika ada pelanggaran prosedur. “Jika ada prosedur yang dilanggar, ada imbalannya gak, jika ya akan dilaporkan ke penegak hukum. Kami juga akan melaporkan jika ada LSM yang memeras meminta uang terkait proses rekrutmen CPNS ini,” kata Febri. (Sumber: amirsodikin.com)

Leave a Reply