Pungli di BPLHD Se-Jabodetabek Diungkap Ombudsman

Share Article

Dugaan pungutan liar terkait pengurusan izin dokumen lingkungan hidup yang terjadi di sembilan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) se-Jabodetabek akhirnya dibuktikan Ombudsman RI. Ombudsman meyakini, pungli yang sudah lama terjadi ini merupakan potret pungli di seluruh BPLHD di Indonesia.

Sebelumnya pungli ini hanya menjadi kasak-kusuk lama yang jarang disentuh untuk diungkap ke publik. “Berdasarkan laporan masyarakat, Ombudsman melakukan investigasi mendalam pada rentang Mei-Juni 2013,” kata Budi Santoso di Jakarta, Rabu (28/8).

Ombudsman memutuskan melakukan investigasi setelah menerima laporan dari seorang pelaku usaha yang mengaku dimintai uang dalam jumlah besar di BPLHD. Praktik pungli ini menjadi perhatian karena ditengarai bisa mengganggu pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas ekonominya serta potensial membiarkan kerusakan lingkungan hidup terjadi bilamana analisis lingkungan tidak dilakukan dengan baik.
“Penyelematan dua hal ini yaitu ekonomi dan lingkungan menjadi fokus perhatian investigasi ini,” kata Budi. Sembilan kantor BPLHD yang diinvestigas adalah Kabupaten dan Kota Bekasi, Bogor, Depok, Kabupaten dan Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, serta Kota Administrasi Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.
Hasilnya, setiap pelaku usaha yang datang ke BPLHD tersebut untuk mengurus dokumen perizinan lingkungan selalu diarahkan untuk membayar sejumlah uang yang nilainya puluhan hingga ratusan juta per dokumen perizinan. Jika ditotal dalam setahun, pungli ini nilainya mencapai miliaran rupiah per kantor BPLHD.

Dokumen lingkungan yang dimaksud berupa Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan (SPPL). “Kongkalikong terjadi ketika pegawai di kantor BPLHD mengarahkan pelaku usaha untuk menggunakan jasa konsultan yang ditunjuk pegawai tersebut,” kata Budi.
Tarif setiap BPLHD berbeda-beda. Ombudsman sempat memutar video investigasi di beberapa BPLHD. “Di sebuah BPLHD, untuk AMDAL, pelaku usaha diminta membayar Rp 350 juta hingga Rp 400 juta. Sedangkan untuk pengurusan UKL-UPL mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta. Padahal seharusnya pengurusan izin itu tidak dipungut biaya,” kata Budi.

Dalam setahun, untuk pengurusan Amdal per BPLHD diperkirakan mencapai 50-100 perizinan, UKL-UPL 100-200 perizinan, dan pengurusan SPPL 100-150 perizinan.

Menghambar usaha
Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana memaparkan, praktik pungli ini bisa menjadi kontraproduktif terhadap empat paket kebijakan yang baru-baru ini dikeluarkan pemerintah. “Sangat menghambat dunia usaha, bertentangan dengan empat paket kebijakan ekonomi, dan menyuburkan praktik korupsi,” kata Danang.

Seperti diketahui, paket keempat menyatakan bahwa harus ada penyederhanaan perizinan dengan mengefektifkan fungsi pelayanan terpadu satu pintu dan menyederhanakan jenis-jenis perizinan yang menyangkut kegiatan investasi. Karena itu, pemerintah harus segera mengendalikan pungli semacam ini secepat mungkin.
Ombudsman juga menyerukan agar bupati dan walikota segera mengevaluasi penerbitan izin seperti ini. Jika tidak, kata Danang, Ombudsman tak segan-segan untuk melaporkan perkara ini ke jalur hukum, baik ke Polri atau ke Komisi Pemberantasan Korupsi agar diusut tuntas.

Potret nasional
Budi Santoso meyakini, praktik seperti ini diduga sudah lazim terjadi di BPLHD seluruh Indonesia. Karena itu, Ombudsman merencanakan akan membawa kasus ini ke Kementerian Lingkungan Hidup agar bisa dilakukan upaya penanganan dan pencegahan secara nasional.

“Kami akan berdiskusi dengen Kementerian Lingkungan Hidup. Perizinan ini memang menjadi hak otonom tiap daerah, namun untuk kepentingan lingkungan hidup, Kementerian LH masih punya kewenangan,” kata Budi. Jika Kementerian LH turun tangan, maka kasus-kasus di daerah lain diharapkan bisa diatasi

Ombudsman juga bersedia menjelaskan atau mengundang BPLHD yang bermasalah tersebut terkait temuan tersebut. “Kami akan lihat respons tiap kabupaten dan kota tersebut. Harapannya mereka segera memperbaiki pelayanan publik ini,” kata Budi. (AMR)

Leave a Reply