Proyek PLTS: Kertas Kuning, Kotak Pandora Pembeber Orang-orang Penting?

Share Article

Oleh Amir Sodikin

Pada pemeriksaan barang tahap ketiga, saya tidak datang ke lapangan, Pak. Tapi, saya tanda tangan berita acara yang menyatakan kalau saya sudah memeriksa barang di lapangan,” kata Darmawan Komar, salah satu anggota tim penguji dan pemeriksa barang pada pengadaan dan pemasangan proyek listrik tenaga surya pedesaan atau solar home system (SHS) tahun 2007-2008.

Hari itu, Rabu (28/11), Darmawan dan 10 saksi lainnya yang rata-rata anggota tim penguji dan pemeriksa barang bersaksi di persidangan perkara korupsi SHS yang melibatkan terdakwa I, Jacob Purwono, mantan Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) dan terdakwa II, Kosasih Abbas, mantan Kepala Sub-usaha Energi Terbarukan Direktorat Jenderal LPE.

Mendengar jawaban lugu dari Darmawan, Ketua Majelis Hakim Sujatmiko mencoba bertanya kritis mengapa tidak ke lapangan kok tetap tanda tangan. ”Ya saya merem (istilah untuk menyatakan tak mau tahu persoalan) saja Pak,” kata Darmawan yang disambut derai tawa para pengunjung sidang.

Hampir semua saksi mengaku tak ke lapangan saat pemeriksaan tahap ketiga sehingga tak menyadari banyak SHS belum terpasang. Beberapa saksi yang datang ke lapangan mengatakan hanya mengecek secara sampling. Meski hanya sampling, juga banyak yang belum terpasang. Kesalahan saksi yang menjadi pemeriksa proyek itu adalah mau menandatangani berita acara pemeriksaan.

Sebagai jasa bagi petugas yang tanda tangan di berita acara, perusahaan yang mendapat proyek pemasangan SHS, yang tiap-tiap daerah berbeda perusahaannya, memberi ”uang taksi” atau ”uang saku” Rp 1 juta-Rp 1,5 juta. Para petugas juga mendapat uang tunjangan hari raya dua kali, Rp 5 juta (2007) dan Rp 3 juta (2008). Hakim sempat mengatakan, kalau disuruh mengembalikan uang, apakah para saksi yang rata-rata sudah pensiun atau hampir pensiun dari PNS itu sanggup?

”Uangnya sudah habis dipakai. Tapi, kalau diminta dikembalikan, boleh saja, dengan catatan dicicil ya Pak. Saya jujur ini, Pak, daripada kena masalah,” kata Darmawan yang membuat ruang sidang gaduh.

Para anggota tim penguji dan pemeriksa barang yang ke lapangan memang dikondisikan tak bisa memeriksa semua proyek karena hanya diberi waktu terbatas. Semua akomodasi, mulai dari transportasi hingga hotel, ditanggung perusahaan yang akan dicek proyeknya.

Saksi lain, Izrom Max Donnal, mengatakan memang serba dilematis ketika harus tanda tangan berita acara meski tahu proyek itu belum selesai. Para saksi berpikir, mungkin proyek itu akan dicek tahun berikutnya, tetapi ternyata prasangka baik itu justru menyuburkan praktik kongkalikong proyek SHS hingga diperkarakan ke pengadilan.

Bahkan, kata Izrom, di Kalimantan Tengah, sampai berakhirnya kontrak, listrik SHS belum terpasang juga. Menurut penyedia jasa, barang masih dikirim. Namun, proyek sudah selesai, kenyataannya barang belum datang. ”Memang dilematis, proyek tahun anggaran sudah mau selesai, sedangkan penyerapan anggaran belum maksimal,” katanya.

Kasus SHS ini semakin menguatkan dugaan kongkalikong proyek-proyek di kementerian yang melibatkan peran atau intervensi para pejabat atau penyelenggara negara di luar kementerian. Kosasih, sebagai terdakwa II, mengaku memiliki kartu truf yang akan ia beberkan nanti pada saat pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa.

Beberapa kali Kosasih ngebet ingin mengungkap siapa yang sebenarnya di balik amburadulnya proyek SHS, tetapi majelis hakim selalu mencegahnya. ”Saudara hanya dimintai tanggapannya atas kesaksian para saksi ini. Bukan menjelaskan, nanti akan ada waktunya tersendiri untuk menjelaskan sepuas-puasnya,” kata Sujatmiko.

Di persidangan Rabu lalu, Kosasih mulai ”menggoreng” suasana persidangan dengan menjanjikan akan membuka catatan penting berupa kertas kuning. Catatan itu dibuat terdakwa I, Jacob Purwono, yang diduga berisi daftar orang-orang penting dengan perusahaan-perusahaan titipan. ”Beliau (Kosasih) bilang ini kertas penting, ini kartu truf beliau. Katanya, kalau beliau terkait, beliau akan bawa nama-nama yang ada dalam catatan itu,” kata Izrom.

Kosasih mengaku tak takut lagi jika harus berhadapan dengan ancaman teror. Apakah kertas kuning nanti bakal menjadi pembuka kotak pandora korupsi SHS? ”Tunggu saja nantilah,” kata Kosasih.

Leave a Reply