Prabowo Andalkan Parpol, Jokowi Didukung Relawan

Share Article

Genderang perang di media sosial semakin lantang ditabuh ketika calon presiden mengerucut menjadi dua yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Akun-akun para jenderal perang yang mendukung kedua kubu adu strategi dengan cara berbeda-beda.

Prabowo tampak didukung akun jenderal-jenderal perang yang berafiliasi dengan mesin partai politik pengusungnya. Sementara Jokowi lebih mengandalkan para jenderal perang dari relawan. Setelah pendaftaran resmi pasangan capres cawapres di Komisi Pemilihan Umum, perang kedua kubu semakin memanas.

Selasa (20/5) sore, tagar #DukungPrabowoHatta menduduki trending topic, tak hanya di Indonesia tapi juga dunia. Capaian ini tampaknya menjadi modal penting kubu Prabowo.

Namun, setelah dicek lebih lanjut, tagar #DukungPrabowoHatta lebih banyak didukung percakapan tidak natural dan seragam oleh akun-akun di Twitter. Bahkan tagar yang disisipkan tak ada kaitannya dengan percakapan politik, seperti: “marah atau senang? 407”, “lagi sebel sama siapa? 89”, “rumah kamu dimana? 130”.

Direktur PoliticaWave, Yose Rizal, mengatakan, pertarungan bakalan makin seru. “Di koalisi Jokowi ada PKB yang kampanye media sosialnya sudah berjalan dengan baik sejak pemilu legislatif. Di koalisi Prabowo ada PKS yang memiliki ratusan ribu cyber army. Bisa dipastikan perang di media sosial semakin panas,” kata Yose.

Dari hasil monitoring, ternyata ada perbedaan strategi. Kampanye media sosial Prabowo bertumpu pada akun para jenderal perang yang terafiliasi dengan partai, seperti @Gerindra, @FansGerindra, @Gerindradpddki, @Gerindra_Sulsel, @GarudaPrabowo, @Vote_Prabowo.
Untuk kubu Jokowi, tampak tidak terlalu terlihat didukung akun-akun yang berafiliasi dengan partai. Jokowi lebih didukung akun-akun dari relawan. Diantaranya @Jokowi4Me, @PDI_Perjuangan, @InfoJKW4P, @Jokowi_Ina, @Bara_Jokowi, @Relawan_Jokowi.

Menurut Yose, ada kelebihan dan kekurangan dari kedua cara di atas. Tim Prabowo tampak menyadari pentingnya kampanye di media sosial dengan mengerahkan akun-akun yang ada dalam jaringan dan jelas ada semacam prosedur dalam bergerak maupun merespons isu.

“Kampanye media sosial Prabowo lebih rapi. Ada keseragaman dalam menjelaskan dan menjawab berbagai isu yang berkembang,” kata Yose. Pasukan media sosial Prabowo cenderung tidak emosional dalam merespon berbagai serangan yang terjadi.

“Kekurangannya karena akun-akun ini berasal dari jaringan sosial yang sama, memiilki keterbatasan dalam menjangkau netizen secara luas,” kata Yose.

Hal yang sebaliknya terjadi pada kubu Jokowi. Karena bertumpu pada jaringan relawan, kampanye Jokowi kurang seragam. “Ada berbagai respon yang berbeda terhadap berbagai isu. Tidak semua gugus relawan memiliki pemahaman isu yang sama,” kata Yose.

Dampak negatif lain, letupan emosi sering terlihat dalam merespon berbagai serangan. “Kelebihannya karena komunikasi terjadi dalam banyak gugus relawan, jumlah dan jangkauan percakapan tentang Jokowi menjadi luas,” kata Yose.

Percakapan mengenai Jokowi – JK pada Senin lalu mencapa 74.355 percakapan dan Prabowo –Hatta Rajasa sebesar 16.168 percakapan. Jumlah netizen yang membicarakan Jokowi – JK mencapai 26.944 sementara Prabowo – Hatta sebanyak 5.529 netizen.

Jokowi – JK mendapat apresiasi positif terutama untuk topik yang berkaitan dengan penguatan IHSG dan apresiasi terhadap nilai tukar rupiah. Isu negatif mengenai Jokowi yang masih disebut capres boneka dan duet Jokowi – JK disebutkan sebagai duet yang prospektif namun penuh duri.

Pasangan Prabowo – Hatta mendapat sentiment positif dari partai-partai pendukungnya dan bergabungnya Golkar pada saat menjelang deklarasi. Sementara sentimen negatif terkait ketakutan partai-partai pendukung adalah partai yang anti-pluralisme dan anti KPK, juga isu belum adanya ibu Negara Prabowo dan isu kabinet bagi-bagi kursi.

Pakar komunikasi, Ade Armando, mengatakan, sejak lama kubu Jokowi betul-betul tak punya strategi tertata. “Semangatnya melibatkan sebanyak-banyaknya akar rumput,” kata Ade.

Dari sisi kesiapan, memang yang paling siap berkampanye di media sosial adalah Prabowo. “Dari hari ke hari mereka mengikuti perkembangan terakhir, tak ada yang tak termonitor. Idealnya, kampanye itu menggunakan relawan yang bekerja dengan hati, sekaligus terkoordinasi dengan baik,” kata Ade.

Staf pengajar Pascasarjana Komunikasi Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, mengkritisi strategi Jokowi yang mengandalkan spontanitas relawan. “Ada efeknya, akhirnya jadi tidak jelas benang merah yang ingin disampaikan Jokowi, isunya jadi tidak clear. Harusnya ada tema besar yang dipahami semua relawan,” katanya.

Untuk kubu Prabowo, Ade mengkritisi soal strategi manajemen tontonan yang sedang dimainkan tim Prabowo. Semua manuver Prabowo telah dirancang berdasarkan kaedah apik di mata media massa, seperti ketika Tim Prabowo merancang prosesi deklarasi dan pendaftaran ke KPU.

“Hati-hati, tak selamanya manajemen tontonan dengan logika news value media massa itu tak selamanya sama dengan logika media personal,” kata Firman. Bisa-bisa, sesuatu yang dirancang baik untuk konsumsi media massa, akhirnya di media personal menjadi bahan buly kubu lawan. (Amir Sodikin)

Leave a Reply