Populasi Badak Terus Turun Hingga 82 Persen

Share Article

Dalam 20 tahun terakhir, ternyata delapan kantong populasi badak di Sumatra telah punah. Populasinya otomatis terus menurun hingga pada level 82%. Berdasarkan kondisi ini, maka dibutuhkan sebuah panduan teknis tertentu dalam upaya pelestarian spesies langka ini. Salah satunya adalah dengan mengumpulkan pengalaman beberapa penggiat konservasi yang berupaya melestarikan badak di Indonesia.

WWF-Indonesia bersama dengan para praktisi konservasi badak di Indonesia pada Rabu (24/7/2013) meluncurkan buku “Teknik Konservasi Badak Indonesia” di Joglo [at] Kemang, Jakarta Selatan. Acara peluncuran yang dilangsungkan sebelum waktu berbuka puasa ini dihadiri juga oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Yayasan Badak Indonesia, kalangan universitas, organisasi lingkungan hidup lainnya, sektor bisnis, dan publik figur.

Buku “Teknik Konservasi Badak Indonesia” ditulis oleh 20 praktisi konservasi badak di Indonesia yang berasal dari berbagai macam institusi – seperti pemerintah, universitas, LSM, dan lain sebagainya – yang sudah bertahun-tahun melakukan penelitian mengenai konservasi in-situ dan ex-situ spesies badak, serta segi kebijakan yang mengatur regulasi perlindungan badak di Indonesia.

Terdapat 5 spesies badak yang masih tersisa di dunia, dimana 2 diantaranya terdapat di Indonesia, yaitu badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) dan badak Sumatera (Dicherorinus sumatrensis). Kedua spesies ini dikategorikan sebagai satwa liar berstatus kritis terancam punah oleh Daftar Merah IUCN. Populasi badak Jawa hanya tersisa sekitar 50 individu di alam, yaitu di Taman Nasional Ujung Kulon (Banten) – dengan jumlah individu yang kecil dan hanya berada dalam satu populasi akan sangat rentan terhadap kepunahan. Sedangkan badak Sumatera hanya tinggal 200 individu, tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Lampung), dan Waykambas (Lampung).

“Tidak hanya spesiesnya saja yang langka, pengetahuan teknis konservasi badak pun dapat dikategorikan sebagai hal yang langka,” kata Prof. DR. Hadi Alikodra, Guru Besar IPB untuk Manajemen Satwa Liar. “Oleh karena itu, buku ini sangat penting bagi dunia konservasi badak di Indonesia dan dapat memberikan referensi yang baik, mengingat populasi badak kini kian mengkhawatirkan,” lanjut Prof. Hadi, yang juga merupakan salah satu penulis utama buku ini.

Buku ini merupakan buku mengenai teknik konservasi badak Indonesia yang dirilis pertama kalinya dalam Bahasa Indonesia. Buku yang terdiri dari 10 bab dan 270 halaman ini, berisi pengetahuan seputar taksonomi dan morfologi badak, populasi dan penyebaran, habitat, perilaku, persaingan ekologi, perburuan, penyelamatan, penangkaran dan protokol penyelamatan badak – yang tentunya berasal dari pengalaman bertahun-tahun di lapangan.

“Hilangnya badak di Indonesia berarti hilangnya spesies ikonik tanah air dan tidak memberikan kesempatan kepada anak cucu kita untuk mempelajarinya”, ujar Dr. Efransjah, CEO WWF-Indonesia. “Buku seperti ini jarang diterbitkan dan merupakan sumbangsih yang tak ternilai dengan memberikan gambaran teknis dokumentasi pengalaman bertahun-tahun para praktisi konservasi badak di Indonesia”.

Seruan pentingnya kerjasama dan dukungan internasional secara khusus telah disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada saat mencanangkan tahun badak internasional bersama IUCN, tahun 2012 lalu. Beliau mengintruksikan bahwa upaya pelestarian badak hendaknya diselaraskan dengan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan sebagai bagian dari pemantapan reputasi bangsa Indonesia.

Widodo Ramono, Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI), yang juga penulis utama buku ini, mengatakan “Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan dapat meningkatkan wawasan pentingnya konservasi dan menjadi pendorong kerjasama yang lebih baik bagi para pemangku kepentingan yang bekerja sama dalam upaya penyelamatan badak di Indonesia.”

Menurut Duta Badak Indonesia, Desi Ratnasari, “Menyelamatkan badak berarti menyelamatkan hutan tropis Indonesia dan juga kehidupan manusia. Selain tekad yang kuat, dukungan ilmu pengetahuan, dan kebijakan yang tepat, dukungan publik juga memegang peranan penting dalam pelestarian badak Indonesia.”

Sementara itu, musisi dan Supporter Kehormatan WWF-Indonesia, Nugie, yang sudah pernah mengunjungi lokasi habitat alam badak Sumatera di Bukit Barisan Selatan dan badak Jawa di Ujung Kulon, mengatakan, “Badak Sumatera dan badak Jawa sudah sangat sulit ditemukan di alam liar, termasuk di habitat alami mereka. Oleh karena itu, saya mengajak publik untuk bersama-sama mendukung pelestarian spesies endemik Indonesia ini. Sebab jika badak dapat dijaga, otomatis habitat mereka akan ikut terpelihara.” (*)

Leave a Reply