Jakarta, Kompas
Sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada Senin (21/1)
mengagendakan pembacaan pledoi atau pembelaan Direktur Utama PT
Hardaya Inti Plantations, Siti Hartati Murdaya. Untuk kesekian
kalinya, Hartati mengulang-ulang perkataannya bahwa ia tak terlibat.
Hartati dengan isak tangisnya, membantah telah menyuap dengan uang Rp
3 miliar untuk dana bantuan Pemilihan Kepala Daerah Bupati Buol,
Sulawesi Tengah, Amran Abdullah Batalipu. Ia menekankan tidak pernah
menyuap bupati dan tidak pula merugikan negara.
Di persidangan sebelumnya, walaupun sering terlihat tidak begitu
sehat, namun Hartati biasanya tampak tegar dan percaya diri dan jarang
terlihat menangis. Tapi, ketika membacakan pledoi, derai tangis tak
lagi bisa ia tahan. Berbekal tisu, ia membacakan pledoi pribadinya.
Hartati menegaskan, uang Rp 1 miliar yang ia setujui untuk dicairkan,
merupakan dana sosial yang diberikan perusahaan untuk masyarakat
sekitar pabrik. Bukan dana untuk bantuan Pilkada.
Sedangkan uang Rp 2 miliar, ia mengaku tak pernah memerintahkan
mengeluarkannya, apalagi diperuntukkan bagi bantuan pilkada. Anak
buahnya dianggap telah mengkhianatinya dengan mengeluarkan dana tanpa
seizin dirinya.
Dalam pembelaannya, Hartati merunut kiprah perusahaannya di pelosok
Buol. Perusahaan miliknyalah yang pertama kali berani berinvestasi di
negeri entah berantah itu, hingga akhirnya kini menjadi daerah
penghasil kelapa sawit.
"Ibarat air susu dibalas dengan air tuba. Saya tidak menyuap, dan saya
tidak merugikan negara sedikitpun. Baahkan sebaliknya saya telah ikut
memajukan wilayah Buol," kata Hartati.
Kiprah Hartati di Buol dimulai sejak 1992 ketika diundang Gubernur
Sulawesi Tengah untuk ikut berpartisipasi dalam investasi di Indonesia
Timur. Dari 200 investor yang diundang, hanya dirinyalah yang mau
menanamkan modalnya di sana.
Hartati nekat berinvestasid di Buol karena semangat untuk turut
berperan serta dalam memajukan Kawasan Timur Indonesia, selain karena
merasa ada tanggung jawab sebagai umat beragama. "Sejak kami melakukan
investasi di Buol, roda ekonomi setempat mulai bergerak," katanya.
Pada sidang sebelumnya, Hartati dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU)
pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan pidana penjara lima
tahun dan denda Rp 200 juta. Dia dianggap menyuap Bupati Buol demi
mendapatkan rekomendasi pembuatan sertifikat Hak Guna Usaha perkebunan
kelapa sawit. (AMR)