Di kala publik menunjukkan kemuakannya terhadap kondisi negeri yang
masih dicengkeram koruptor, ternyata masih ada beberapa partai politik
yang menunjukkan sikapnya permisif terhadap kehadiran koruptor. Tak
ada cara lain untuk memberi pelajaran kepada parpol seperti itu,
kecuali dengan menggunakan hak sebagai pemilih dengan tidak memilih
mereka.
Hal tersebut disampaikan Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas
Gadjah Mada, Oce Madril, dan Peneliti Indonesia Corruption Watch
Abdullah Dahlan, di Jakarta, Rabu (27/3). Salah satu fenomena terkini
adalah soal dirayakannya masuknya Mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol
Susno Duadji menjadi anggota Partai Bulan Bintang.
"Fenomena seperti ini pantas bagi kita untuk mempertanyakan kepedulian
parpol dalam memberantasn korupsi," kata Oce. Sikap permisif terhadap
koruptor, acuh-tak acuh, masa bodoh, masih banyak dipertontonkan oleh
para politisi parpol.
"Harusnya parpol sadar, pemberantasan korupsi itu sedang jadi
perhatian publik. Ini melawan arus namanya jika mereka masih permisif
terhadap korupsi," papar Oce. Nyata sudah bahwa korupsi bukanlah musuh
bagi parpol seperti itu. Mereka ternyata masih menerima perilaku buruk
korupsi.
Abdullah Dahlan mengatakan, fenomena permisifnya parpol terhadap isu
korupsi makin mengkonfirmasi bahwa orientasi parpol masih patut
dipertanyakan walaupun di dalam tubuh parpol itu bercokol orang-orang
pintar. "Kondisi ini memprihatinkan bagi proses Pemilu dan demokrasi
yang kita bangun," katanya.
Transaksi caleg
Ternyata, di era reformasi di segala bidang, parpol lah yang hingga
kini masih pada status quo, tak jelas arahnya. "Parti tidak banyak
berubah perilakunya. Soal pencalegan pun sangat tinggi nuansa
transaksi kandidatnya. Transaksi kandidat caleg masih menjadi jurus
parpol untuk mengambil keuntungan," kata Abdullah.
Selama biaya politik di negeri ini sangat mahal, maka perilaku buruk
itu akan terus terpelihara dan meregenerasi. Mulai dari perekrutan
anggota hingga penjaringan caleg, tak akan banyak yang diharapkan
sebagai sarana rekrutmen politik yang bisa memberi kontribusi positif
terhadao pendidikan politik di negeri ini.
"Parpol butuh uang banyak menjelang Pemilu, itu intinya," kata
Abdullah. Idealnya proses pencalegan adalah arena yang tepat bagi
parpol dalam membangun dan memperbaiki citra.
Bagaimanapun, kata Abdullah, parpol adalah instrumen awal dalam
melahirkan calon pejabat publik, utamanya gambaran DPR kita ke depan.
Artinya, jika parpol tak melakukan seleksi yang ketata dalam peroses
pencalegan, permisif terhadap isu korupsi, maka akan ada implikasi
serius pula terhadap gambaran masa depan parlemen dan demokrasi kita.
Harusnya, parpol punya kriteria yang jelas untuk merekrut anggota
maupun caleg. "Kriteria misalnya memiliki integritas yang jelas, visi
dan misi yang jelas ketika caleg akan diusung sebagai kandidat
legislatif," papar Abdullah. (AMR)