Laporan langsung mengenai penggrebekan di pabrik kwali di Tangerang
melalui akun Twitter @andriyani ternyata dilakukan oleh Kepala Divisi
Advokasi dan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS), Yati Andriyani. Dihubungi melalui teleponnya, Yati
membenarkan adanya penggrebekan perbudakan di zaman modern itu yang
dilakukan aparat kepolisian.
Hingga Sabtu dini hari, para korban sebanyak 28 orang, termasuk pelaku
dan centeng yang menjadi petugas keamanan, sedang dimintai keterangan
di Polres Tigaraksa, Tangerang. "Pemeriksaan pelaku Juki Irawan dan
centengnya masih dalam proses pemeriksaan penyidik Polda dan ditahan.
Sementara korban juga dalam proses pemberian keterangan," kata Yati.
Atas kerja cepat aparat kepolisian, KontraS menyampaikan apresiasinya
terhadap institusi kepolisian yang begitu tanggap menindaklanjuti
laporan korban sehingga kondisi dan situasi kerja paksa tersebut
terungkap dan korban lainnya dapat diselamatkan. "KontraS menghimbau
pihak kepolisian untuk terus melanjutkan proses hukum," kata Yati.
Awal terbongkarnya kasus
Menurut Yati, kasus itu terbongkar ketika KontraS menerima pengaduan
dari dua orang korban atas nama Andi (20) dan Junaedi (19) ke KontraS
pada 2 Mei 2013. "Keduanya dipekerjakan paksa di sebuah rumah yang
berlokasi di Kampung Bayur Opak, Sepatan, Tangerang, selama 2-3 bulan.
Keduanya mengaku disiksa dalam bentuk dipukul, sundut rokok dan
disiram cairan alumunium," kata Yati.
Pelapor berasal dari Lampung Utara yang didampingi Kepala Desa. Mereka
kemudian membuat laporan pengaduan ke Polda Metro Jaya, pada Jumat
kemarin. Tak lama setelah menerima pengaduan, Polda Metro Jaya
kemudian menindaklanjuti dengan melakukan penggerebekan ke lokasi
yaitu di Kampung Bayur Opak, Rt 03 Rw 06, Desa Lebak Wangi, Sepatan,
Tangerang.
"Pengerebekan dilakukan sekitar pukul 14.30-16.00 oleh tujuh anggota
Polda Metro Jaya, Polres Lampung 4, dan Polres Tigaraksa dengan jumlah
personel sekitar 20 orang. "Dari penggrebekan itu telah ditemukan 28
korban yang dipekerjakan paksa dengan kondisi memprihatinkan. Mereka
mengalami luka-luka gatal, asma, memar dan lain-lain," kata Yati.
Sebanyak empat orang dari korban tercatat berusia dibawah umur. Ada
juga lima orang yang khusus disekap dalam ruangan yang disengaja
dikunci dari luar dengan kondisi memprihatinkan.
Sepanjang proses penyekapan, para korban telah diasingkan dari
kehidupan di sekitarnya. Pelaku menyita semua barang-barang milik
korban yaitu mulai handphone, bahkan baju, juga uang. "Alasannya untuk
keamanan supaya tidak hilang," kata Yati.
Dari pantauan Yati, lokasi tempat korban dipekerjakan sangat tidak
manusiawi. Mereka tidur dalam satu ruangan berukuran sempit yaitu
hanya 40 meter x 40 meter yang dihuni sekitar 40 orang. "Kondisi
ruangan sangat tertutup, kotor, dan bau," katanya.
Dari sisi jam kerja, para korban diwajibkan bekerja sejak pukul 05.30
hingga pukul 22.00 dengan tanpa menerima gaji dan dilarang
bersosialisasi dengan lingkungan.
Yati mengungkapkan, saat ini kondisi korban masih dalam keadaan takut
dan tergoncang jiwanya, namun juga senang karena sudah bebas dari
perbudakan. Untuk memulihkan kondisi korban, kata Yati, KontraS
meminta pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk
memberikan perindungan dan trauma healing bagi seluruh korban ke
depan. (Amir Sodikin)