Perbatasan dan Perkebunan Rawan Mobilisasi Pemilih

Share Article

Daerah perbatasan dan perkebunan diperkirakan masih rawan untuk disalahgunakan untuk mobilisasi pemilih guna menambang suara dalam Pemilu Presiden nanti. Panitia Pengawas Pemilu di segala lini diharapkan memahami potensi kerawanan tersebut dan agar lebih antisipatif sejak dini.

Ketua Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Barat, Ruhermansyah, di Pontianak, Sabtu (28/6), mengatakan Kalbar termasuk provinsi yang persoalannya kompleks karena langsung berbatasan dengan Malaysia. Karena itu, ada beberapa fokus pengawasan yang ditujukan mengawasi pergerakan orang-orang Indonesia yang bekerja di Malaysia ke Indonesia.

“Salah satu fokus kami, mencegah pemilih yang di Malaysia untuk masuk ke wilayah Indonesia pada waktu pencoblosan 9 Juli nanti,” kata Ruhermansyah. Kemungkinan mobilisasi itu secara teoritis bisa terjadi mengingat warga Indonesia di Malaysia akan menggelar pemilu lebih cepat yaitu pada 6 Juli nanti.

Tak hanya itu, metode pemungutan suara di luar negeri melalui pos sudah dimulai, disusul nantinya dengan pemungutan suara dengan kotak jemputan atau dropbox. Untuk memastikan tak ada mobilisasi dan tak ada pemilih di luar negeri yang mencoblos dua kali di Indonesia nantinya, Bawaslu sudah membuat prioritas pengawasan.

Di perbatasan wilayah Indonesia, pengawasan untuk yang mencoblos harus ketat. “Pengawas harus memastikan orang itu harus benar-benar terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), DPT Tambahan, dan Daftar Pemilih Khusus,” kata Ruhermansyah.

Jika orang tersebut tak terdaftar di tiga jenis daftar pemlih tersebut, maka yang bersangkutan boleh mencoblos dengan kartu identitas yang berlaku yang nantinya didata dalam DPK Tambahan. Namun harus dipastikan pemilih tersebut orang yang berdomisili di tempat TPS tersebut. Pemilih yang tinggal di luar daerah tak bisa masuk dalam DPK Tambahan.

“Kami telah meminta jajaran kami yang paling bawah yaitu panitia pengawasan lapangan yang kenal warga di situ untuk memverifikasi apakah pemilih tersebut orang di daerah itu atau orang asing,” kata Ruhermansyah. Bawaslu juga berharap pemilih bisa menahan diri untuk tak tergiur iming-iming agar bisa dimobilisasi untuk mencoblos capres tertentu.

Sisa surat suara yang tak digunakan di TPS-TPS perbatasan juga harus dipastikan tak disalahgunakan. “Jangan sampai diwakilkan untuk dicobloskan,” kata Ruhermansyah.

Bawaslu juga memantau “arus balik” pergerakan logistik setelah pemungutan suara dari TPS ke Panitia Pemungutan Suara tingkat desa dan kemudian ke Panitia Pemilihan Kecamatan. “Pergerakan ini agar diawasi oleh pengawas tingkat bawah,” kata Ruhermansyag.

Memang ada keterbatasan jumlah PPL di tiap desa, hanya tiga orang per desa, tapi pengawasan bisa dioptimalkan dengan memperhitungkan tingkat kerawanan. TPS dengan kerawanan sangat tinggi, harus dijaga satu orang PPL. TPS yang kerawanannya biasa saja, 5-10 TPS bisa diawasi satu PPL dan yang aman bisa diawasi Panwas Kecamatan.

Persoalan di perkebunan juga mirip dengan perbatasan. Banyak warga pendatang yang bekerja di perkebunan yang bisa menimbulkan masalah jika mereka ternyata belum terdaftar atau terdaftar tapi di daerah asalnya. Mereka yang di perkebunan ini jumlahnya puluhan ribu orang.

“Jangan sampai ada mobilisasi pemilih yang tak terdaftar di DPT, DPK, DPTb, kemudian disuruh memilih di daerah tersebut,” kata Ruhermansyah. Sebagian pekerja berasal dari luar provinsi yang di tempat asalnya sudah terdaftar sebagai pemilih. Mereka tak bisa menggunakan haknya di tempat perkebunan, kecuali jika mereka memiliki formulir pindah memilih atau A5.

Pekerja perkebunan yang tak terdaftar di DPT, DPK, DPTb, juga tak bisa menggunakan kartu identitas untuk memilih jika kartu identitas tersebut alamatnya ternyata di luar daerah. Ruhermansyah mengatakan, saat Pilpres nanti pemilih makin antusias tanpa memperhatikan apakah secara administratif mereka bisa memilih di TPS tersebut atau tidak.

Jalur ilegal
Anggota Bawaslu Kalimantan Barat Divisi Pengawasan, Krisantus Heru Siswanto, mengatakan, di perbatasan selain ada pintu masuk resmi, banyak pintu masuk ilegal atau biasa disebut jalan tikus yang memungkinkan mobilisasi massa keluar masuk Indonesia. “Bukan jalan tikus lagi, tapi sudah jadi jalan ‘buaya’, orang-orang leluasa keluar masuk perbatasan,” kata Krisantus.

Krisantus mengatakan, persoalan di perbatasan dan perkebunan karena banyak dari mereka yang sebelumnya tak mau melaporkan. Dampaknya, banyak yang tak tercatat dalam DPT. “Namun mereka sudah diakomodasi dalam DPT waktu pemilu legislatif lalu” katanya.

Walau demikian, tetap saja masih banyak yang belum terdata karena sebagian mereka adalah orang-orang yang bekerja tanpa identitas dan surat resmi. Waktu Pilpres nanti jangan sampai mereka dikerahkan tanpa memperhatikan aturan soal daftar pemilih. “Potensi penyalahgunaan ini terbuka terjadi di Pilpres nanti,” kata Krisantus.

Terhadap daerah yang rawan mobilisasi, pengawas setuju untuk membatasi penggunaan kartu identitas yang tidak jelas. “Banyak yang terdata di DPT tapi waktu Pileg lalu ketika mau mencoblos tak bisa menunjukkan kartu identitas yang benar, ini masalah utama di perkebunan,” kata Krisantus.

Untuk mengatas rumitnya persoalan di perbatasan dan perkebunan, termasuk mengawasi PPS dan PPK, Badan Pengawas Pemilu akan memaksimalkan koordinasi dengan para pemegang kepentingan. Mulai dari penyelenggara di tingkat bawah, organisasi massa, hingga tokoh masyarakat setempat.

Hal itu dilakukan karena banyak perkiraan yang mengatakan kerawanan pemilu salah satunya adalah saat rekapitulasi di tingkat PPS dan PPK. Jangan sampai, pengawas mengendurkan pengawasan saat rekapitulasi tingkat PPS dan PPK. “Kami tempatkan pengawasan intensif di PPS yang rawan,” kata Ruhermansyah.

Komisioner KPU Kabupaten Bengkayang, yang memiliki daerah perbatasan dan perkebunan, Iyos Ambo, mengatakan di daerah terpencil yang sulit diakses, mau tak mau penyelenggara pemilu tingkat bawah harus berkoordinasi dengan panitia pengawas. “Kami akan mengoptimalkan koordinasi dengan panitia pengawas, bagi kami tak ada masalah karena banyak orang-orang KPU itu dulu adalah para pengawas juga,” kata Iyos. (AMR)

Leave a Reply