Pengadilan Tipikor Berhak Mengadili Luthfi

Share Article

Nota keberatan atau eksepsi dua terdakwa kasus perkara dugaan suap terkait pengurusan kuota impor daging dan pencucian uang, Luthfi Hasan Ishaaq dan Ahmad Fathanah, akhirnya ditolak Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pada sidang dengan materi putusan sela pada Senin (15/7).

Dua sidang untuk para terdakwa itu digelar secara terpisah. Dengan demikian, perkara ini akan dilanjutkan dan Pengadilan Tipikor berhak mengadili kasus ini.

“Menyatakan eksepsi yang diajukan terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq tidak dapat diterima. Menyatakan surat dakwaan penuntut umum sah dan dapat digunakan sebagai dasar melanjutkan persidangan perkara,” kata Gusrizal, Ketua Majelis Hakim yang memimpin persidangan Luthfi.

Menurut Undang-Undang, Pengadilan Tipikor berhak mengadili kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang dilakukan Luthfi bersama Fathanah. Dalam Pasal 5 UU No 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor, disebutkan Pengadilan Tipikor berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya korupsi.

“Pengadilan tindak pidana korupsi adalah satu-satunya pengadilan yang berhak memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi, serta tindak pidana pencucian uang yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi,” kata Gusrizal.

Soal tudingan dari kubu Luthfi, bahwa kasus ini sarat permainan opini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, bahkan disebut sebagai upaya sistematis menghancurkan PKS, hal itu bukanlah termasuk dalam materi eksepsi, seperti diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Karena itu, nota keberatan Luthfi harus ditolak.

Beda pendapat

Terkait perkara TPPU, dalam sidang dengan materi putusan sela terdakwa Luthfi, terjadi beda pendapat atau dissenting opinion antara anggota majelis hakim terkait kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menangani perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dua dari lima hakim menyatakan KPK tak berwenang menuntut perkara TPPU Luthfi.

Hakim anggota tiga I Made Hendra dan hakim anggota empat, Joko Subagjo, berkeyakinan, jaksa penuntut dari KPK tidak berwenang menangani TPPU. Made Hendra menyadari, KPK berdasarkan Pasal 74 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memang berwenang melakukan penyidikan perkara pencucian uang yang tindak pidana asalnya korupsi.

Masalahnya, dalam UU tersebut tidak mengatur penuntut umum yang berwenang melakukan penuntutan atas tindak pidana pencucian uang. Karena itu, dua hakim ini merujuk pada KUHAP soal siapa yang berwenang melakukan penuntutan.

Berdasarkan KUHAP, pihak yang berwenang menuntut TPPU adalah penuntut umum dari Kejaksaan Agung atau Kejaksaan Tinggi. “Jaksa KPK tidak termasuk di bawah Jaksa Agung atau Kepala Kejaksaan Tinggi, sehingga wewenang penuntutan TPPU harus diserahkan ke Kejaksaan Negeri setempat,” kata hakim anggota I Made Hendra.

Walau demikian, putusan tetap diambil berdasarkan suara terbanyak. Surat dakwaan dari jaksa penuntut KPK tetap dinyatakan sah dan sidang tetap akan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan jaksa penuntut umum KPK pada Senin pekan depan. (AMR)

Leave a Reply