Sidang Djoko Susilo: Pengadaan Aplikasi Simulator Berkendara Penuh Keanehan

Share Article

Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara untuk ujian mendapatkan Surat Izin Mengemudi dengan terdakwa Irjen (Pol) Djoko Susilo kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (4/6). Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Suhartoyo ini sempat diwarnai pencabuatan keterangan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tingkat penyidikan oleh para saksi dari PT Adora Integrasi Solusi.

Padahal, keterangan para saksi itu dijadikan salah satu rujukan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa pengadaan perangkat lunak untuk aplikasi simulator berkendara sejak awal sudah merupakan proyek fiktif juga. Pembuatan perangkat lunak untuk aplikasi simulator berkendara senilai Rp 49 miliar  itu awalnya memang diakui para saksi sebagai pekerjaan fiktif belaka. 

Dua orang saksi tersebut adalah pembuat aplikasi Muhammad Kripsiyanto dan Direktur PT Adora, Vendra Wasnury. Jaksa sebelumnya menduga, aplikasi simulator tidak benar-benar dikerjakan karena tak lebih hanya sekedar penyuntingan sederhana pada kode program aplikasi.

Hakim anggota Matius Samiaji mempertanyakan berita acara pemeriksaan terhadap keduanya yang berbeda dengan keterangan yang disampaikan di persidangan. “Di BAP, tadinya Saudara menerangkan pekerjaannya (pembuatan perangkat lunak aplikasi simulator) fiktif?” tanya Samiaji.

Saya bilang tidak fiktif, tapi saya yang kerjakan,” jawab Kripsiyanto. PT Adora sudah dijanjikan akan mendapat Rp 40,5 juta per lisensi perangkat lunak yang ditanamkan di setiap simulator berkendara. Total akan ada 556 lokasi atau 556 lisensi aplikasi buatan Adora.

Jawaban Kripsiyanto memicu pertanyaan lebih lanjut dari Ketua Majelis Hakim Suhartoyo. “Saudara baca enggap BAP-nya? Kenapa tanda tangan?” sergah Suhartoyo. “Baca Pak, tapi saya waktu itu capai,” jawab Kripsiyanto. “Ini pengadilan, bukan main-main,” gertak Suhartoyo.

Hakim Samiaji kembali mengejar BAP Kripsiyanto yang dengan jelas mengatakan PT Adora sakan-akan telah mengerjakan pengembangan perangkat lunak. “Saya tidak mengatakan seperti itu,” jawab Kripsiyanto. “Terus yang benar mana,” tanya Samiaji yang dijawab saksi, “Yang benar yang saya bicara sekarang ini.”

Samiaji kembali menanyakan apakah Kripsiyanto merasa ditekan penyidik waktu membuat BAP tersebut. “Ada sih Pak, sampai saya bingung jawabnya bagaimana. Apalagi saat awal pemeriksaan, perusahaan kami digerebek KPK,” jawab Kripsiyanto.

Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Kemas Abdul Roni, memaparkan, pada berita acara pemeriksaan, para saksi mengungkapkan pembuatan perangkat lunak aplikasi simulator hanyalah pekerjaan fiktif.

“Alasan apa mencabut BAP?” tanya Roni. “Saya ingin mengatakan sebenarnya,” begitu jawaban singkat Kripsiyanto. Awalnya, pekerjaan pembuatan aplikasi dianggap hanya sebatas memanfaatkan aplikasi yang sudah ada dan pekerjaan sebenarnya hanya mengubah logo di dalamnya menjadi logo Korlantas.


Kripsiyanto membantah kalau pihaknya hanya sekadar mengubah logo. Ia mengaku telah membuat aplikasi itu dari nol lengkap dengan sumber kode aplikasi yang disertakan.

Belum dibayar
Total kontrak PT Adora dengan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CCMA) milik Budi Susanto adalah Rp 49 miliar untuk pengadaan perangkat lunak dan perangkat keras. Namun, di tengah jalan, kata Vendra, pekerjaan perangkat keras diambil PT CMMA sehingga yang dikerjakan Adora tinggal pembuatan aplikasi.

Kontrak ditandatangani tahun 2011 namun hingga kini pembuatan perangkat lunak belum selesai. Vendra juga menegaskan, pihaknya belum menerima pembayaran dari PT CMMA karena dikatakan PT CMMA belum memiliki uang.

“Kenapa tak ada realisasi pembayaran?” tanya hakim Samiaji. Vendra mengatakan, untuk mencairkan pembayaran, harus ada berita acara serah terima pekerjaan. Hingga kini, ketika PT Adora berusaha menagih uang, belum juga dibayar  PT CMMA.

Keanehan lain, walaupun pembuatan aplikasi simulator belum selesai, fisik simulator berkendara sudah dikirim ke berbagai daerah. Saksi Fony, dari PT Berlian Express, yang diberi pekerjaan mengirimkan simulator berkendara roda dua dan roda empat, menyatakan pihaknya sudah mengirim 1.000 unit lebih untuk simulator berkendara.

“Untuk apa perangkat lunaknya, kan barang sudah dikirim?” tanya jaksa Pulung kepada Kripsiyanto yang dijawab ,”Saya tidak tahu.” Kripsiyanto mengakui mendengar informasi juga soal sudah dikirimnya simulator berkendara tersebut ke berbagai daerah sehingga ia tak tahu kegunaan perangkat lunak yang ia buat.

“Anda ikhlaskan Rp 20 miliar itu ke PT CMMA?” tanya jaksa Roni. “Saya ikhlas. Saya sudah berusaha melupakan proyek ini. Saya anggap sebagai pengalaman bisnis saja,” kata Vendra. (adm)

Leave a Reply