Pejabat Chevron Kembali Didakwa di Pengadilan Tipikor

Share Article

Salah seorang pejabat di PT Chevron Pacific Indonesia, yaitu General

Manager Sumatera Light South (SLS) PT Chevron, Bachtiar Abdul Fatah

akhirnya jadi dihadapkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta,

Rabu (12/6/2013). Padahal, sebelumnya Bachtiar sudah memenangkan

gugatan di praperadilan dan dinyatakan penetapan dirinya sebagai

tersangka penahanannya tidak sah.

Jaksa penuntut umum dalam dakwaannya menyebut Bachtiar pada 1

September 2011 menandatangani kontrak bridging senilai 741,402 USD

dengan Direktur PT Sumigita Jaya (SGJ) Herland Bin Ompo meski

mengetahui izin pengolahan tanah terkontaminasi minyak untuk 5 SBF

Minas dan Kotabatak sudah berakhir.

Bachtiar adalah pegawai Chevron yang keempat yang diseret ke

Pengadilan Tipikor. Sebelumnya ketiga pegawai lainnya yang sudah

disidangkan adalah Kukuh Kertasafari, Endah Rumbiyanti, dan Widodo.

Jaksa mempermasalahkan PT SGJ yang selaku kontraktorkegiatan

pengolahan tanah terkontaminasi minyak tidak memiliki izin pengolahan

limbah B3 dari Menteri Lingkungan Hidup. Kasus ini menjadi

kontroversial karena dalam peraturan yang ada, izin pengolahan limbah

tak harus dimiliki kontraktor pekerjaan teknis karena kewajiban

mendapatkan izin adalah dari pemilik limbah yaitu Chevron.

“PT SGJ tidak memiliki kualifikasi dan persyaratan khusus untuk

melakukan kegiatan bioremediasi, PT SGJ adalah penyedia jasa

konstruksi,” kata jaksa Surma.

PT SGJ dianggap tidak melakukan pengujian terhadap sampel yang diambil

di lokasi tanah yang telah ditetapkan PT CPI sebagai crude oil

contaminated soil (COCS) maupun di stock pile dan pit processing.

PT SGJ juga tidak pernah melakukan pengujian untuk mengetahui bakteri

jenis lokal baik jenis, jumlah maupun sifatnya sehingga tidak

memungkinkan untuk melaksanakan proses pendegradasian tanah

terkontaminasi minyak.

Di dalam pemupukan, proses bioremediasi yang dilakukan PT SGJ tidak

sesuai dengan Kepmen Lingkungan Hidup nomor 128/2003 tentang Tata Cara

dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah dan Tanah Terkontaminasi oleh

Minyak Bumi secara Biologis.

Berdasarkan hasil pengujian tim ahli yang dibentuk Kejaksaan Agung

terhadap sampel tanah pada lokasi penampungan tanah yang akan

dibioremediasi (stock pile), lokasi pengolahan (SBF) dan spreading

area dari wilayah operasi SLS Minas ternyata seluruhnya bukan

merupakan tanah terkontaminasi minyak sehingga bioremediasi tidak

pernah dilaksanakan.

Proyek ini kata jaksa, merugikan keuangan negara. Sebab PT CPI

memperhitungkan biaya kegiatan bioremediasi ke BP Migas dengan

mekanisme cost recovery. BPKP dalam laporan hasil penghitungan

kerugian keuangan negara, terjadi penyimpangan kegiatan bioremediasi

pada 2006-2012 dengan total keseluruhan kerugian keuangan negara 9,9

juta USD. Kerugian ini termasuk untuk pembayaran kontrak bridging No C

905616 sebesar 221,327 USD yang ditandatangani Bachtiar Abdul Fatah.

“Perbuatan terdakwa selaku GM SLS bersama-sama dengan Herlan Bin Ompo

dalam pekerjaan bioremediasi di SLS Minas telah memperkaya Herlan Bin

Ompo selaku direktur PT SGJ sebesar 221,327 USD,” ujar jaksa.

Di dalam dakwaan primer, Bachtiar didakwa melakukan tindak pidana

sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Pemberantasan

Tipikor. Dan dakwaan subsider Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor. (end)

Leave a Reply