Pastikan Dana Pemilu Bersih, KPU Gandeng PPATK

Share Article

Akhirnya, Komisi Pemilihan Umum resmi menggandeng Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam rangka pengawasan dana kampanye Pemilu 2014. Mereka menandatangani nota kesepahaman (MoU), yang memberi akses lebih kepada PPATK untuk mengecek kewajaran transaksi peserta Pemilu.

Penandatanganan MoU KPU dengan PPATK dilakukan di Kantor KPU di Jakarta, Selasa (4/2). Ketua KPU, Husni Kamil Manik, mengatakan, penandatanganan ini merupakan pertama kali dalam sejarah Pemilu. Tujuannya untuk memastikan dana yang digunakan peserta pemilu adalah dana sah, bukan menggunakan dana yang dilarang dalam undang-undang.

Misal seperti disebutkan dalam UU No 8/2012 tentan Pemilu, yang melarang menerima dana asing, APBN dan APBD. “KPU tidak punya wewenang untuk memisahkan jenis transaksi seperti itu. Perlu tangan-tangan lain yang punya kewenangan. PPATK punya kewenangan itu,” kata Husni.
KPU panya kewajiban mengumpulkan laporan keuangan para peserta Pemilu, nantinya data itu bisa diakses oleh PPATK. “Kami selalu percaya menyajikan informasi secara terbuka. Kami tidak akan menutupi,” kata Husni.

KPU bukan lembaga politik dan seharusnya steril dari syak wasangka buruk. Namun kadang KPU masih mendapatkan prasangka buruk. “Dengan masukknya PPATK, maka beban prasangka buruk itu diharapkan terkurangi,” papar Husni.

Ketua PPATK, Muhammad Yusuf, mengatakan PPATK punya fungsi cegah dan berantas pencucian uang. Tindak pidana apapun yang ada uang yang dicuci dialirkan, dimanfaatkan, dan disamarkan dengan apapun caranya, maka itu objek dari PPATK.

Berdasarkan hasil riset bertahun-tahun yang dilakukan PPATK, pola transaksi terkait dana Pemilu bisa dipetakan dan diprediksi. “Transaksi meningkat setahun sebelum tahun pemilu. Setahun sebelum Pemilu itu penggalangan dana. Pas tahun penyelenggaraan Pemilu, maka itu penyebaran dana. Setahun setelah tahun Pemilu itu maka periode menyembunyikan,” papar Yusuf.

PPATK ingin orang-orang yang berkompetisi dalam Pemilu tidak disponsori oleh uang-uang yang tedak jelas. PPATK sebenarnya bisa bekerja tanpa MoU, tapi tentu butuh waktu yang lama untuk menganalisis sebuah transaksi.

“Misalnya jika ada laporan masyarakat bahwa ada caleg dari suatu daerah berkampanye dengan masif, kalau kita tidak ada kerjasama dengan penyelenggara Pemilu mungkin butuh waktu yang agak lama,” kata Yusuf. Dengan adanya MoU ini paling tidak ada para peserta Pemilu.

Hanya saja, PPATK masih terkendala karena KPU ternyata tak mengumpulkan nomor rekening para caleg. Hal itu bisa dimaklumi PPATK karena memang Undang-Undang tak mengharuskan hal itu.

“Sangat penting bagi kita untuk punya nomor rekening orang-orang tersebut. Kalau kita tidak punya nomor rekeningnya, maka semua bank kami surati,” kata Yusuf. Masalahnya, jumlah bank tak sedikit, ada 300 bank lebih dengan teknologi yang berbeda-beda.

“Begitu info valid dari bank baru masuk ke kami, maka sudah selesai isu itu, tidak lagi hangat sehingga kerja kami tidak signifikan,” kata Yusuf.
PPATK memang bisa menelusuri rekening seseorang dengan bermodalkan identitas yang ada di KPU.

“Kami sempat menyarankan KPU perlunya kami punya nomor rekening dari caleg-caleg. Namun karena UU tidak mewajibkan KPU meminta nomor rekening caleg, kami bisa maklum,” kata Yusuf. (AMR)

Leave a Reply