Biaya Pengurusan Dokumen UKL UPL di BPLHD Jabodetabek
|
|||
No.
|
BPLHD
|
Biaya
|
Keterangan
|
1
|
Kab. Bekasi
|
Rp. 25.000.000,-
|
Dari tawaran pertama Rp. 150.000.000,-
|
2
|
Kota Bekasi
|
Rp. 24.000.000,-
|
Ditangani langsung oleh Pegawai BPLHD
|
3
|
Kota Adm. Jakarta Selatan
|
Rp. 25.000.000,-
|
Biaya survey dibebankan kepada
Perusahaan |
4
|
Kota Bogor
|
–
|
Konsultan ingin bertemu Perusahaan
|
|
|
|
untuk
menentukan harga |
5
|
Kota Tangerang
|
Rp. 17.000.000,-
|
–
|
6
|
Kab. Tangerang
|
Rp. 17.000.000,-
|
Bisa mencapai Rp. 20.000.000,-
|
7
|
Kota Tangerang Selatan
|
Rp. 30.000.000,-
|
–
|
8
|
Kota Depok
|
Rp. 30.000.000,-
|
Sanggup selesai dalam 1(satu) minggu.
|
9
|
Kota Adm. Jakarta Timur
|
Rp. 25.000.000,-
|
–
|
Pengurusan
AMDAL : 50-100 pemrakarsa/tahun
Pengurusan
UKL-UPL : 100-200/ TAHUN
Pengurusan
SPPL : 100-150/ TAHUN
Ombudsman RI mengungkapkan praktik pungutan liar (pungli) mencapai ratusan juta di Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, pada sembilan wilayah di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi. Bahkan, dalam satu kantor pungli tersebut nilainya mencapai miliaran rupiah.
Menurut Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana, praktik pungutan liar itu sangat menghambat dunia usaha, bertentangan dengan empat paket kebijakan ekonomi, dan menyuburkan praktik korupsi.
Danang memaparkan, temuan praktik pungli itu berdasarkan hasil investigasi tim Ombudsman di sembilan wilayah. Yakni di BPLHD Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Administratif (Kotif) Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan. Dia memaparkan, tim sengaja menyamar sebagai pelaku usaha buat membuktikan adanya praktik pungli itu.
Anggota Ombudsman, Budi Santoso mengungkap modus kongkalikong para pegawai di BPLHD dengan konsultan lingkungan. Menurut dia, pegawai negeri sipil di BPLHD itu sengaja mempersulit penerbitan rekomendasi kelayakan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL), serta Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi para pelaku usaha.
Bahkan, lanjut dia, para pegawai negeri sipil itu terang-terangan mematok harga pengurusan rekomendasi UKL-UPL, berikut jasa konsultan lingkungan yang ditunjuk.
“Padahal seharusnya pengurusan izin itu tidak dipungut biaya,” kata Danang dalam jumpa pers di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Rabu (28/8).
Danang mengatakan, para pegawai BPLHD di sembilan wilayah itu sengaja memanfaatkan ketidaktahuan pelaku usaha dan pemohon dalam pengurusan UKL-UPL. Dia melanjutkan, mereka sengaja mengarahkan pelaku usaha menggunakan jasa konsultan pilihannya dalam pengurusan AMDAL, UKL-UPL atau SPPL, lantas ‘ditodong’ secara langsung atau tidak langsung membayarkan sejumlah uang. Tiap BPHLD juga mematok ‘harga’ berbeda buat pengurusan itu.
“Tadi kita lihat dalam tayangan, untuk AMDAL terkadang pelaku usaha diminta membayar Rp 350 juta hingga Rp 400 juta. Sedangkan untuk pengurusan UKL-UPL mencapai Rp 30 juta hingga Rp 50 juta,” ujar Danang.
Menurut Budi, dalam praktiknya, kadang para pegawai BPLHD menawarkan ‘paket terima bersih’ untuk pelaku usaha yang enggan repot-repot mengurus izin itu. Dalam jumpa pers itu juga diputar dokumentasi dalam bentuk film menggunakan kamera tersembunyi, yang menggambarkan transaksi dan penawaran serta permintaan uang oleh para pegawai BPLHD.
“Ombudsman merekomendasikan kepada seluruh bupati dan wali kota yang disebut dalam laporan ini segera mengevaluasi mekanisme penerbitan UKL-UPL, AMDAL, dan izin lainnya menyangkut lingkungan,” lanjut Danang.
Danang juga meminta kepada para Bupati dan Walikota yang tercantum dalam laporan segera melakukan penyegaran, pembinaan, dan penataan ulang di BPLHD wilayah masing-masing.
“Kami berikan tenggang waktu bervariasi buat mereka. Kalau tidak diindahkan, kami tidak segan melanjutkan laporan itu ke jalur hukum dan menyarankan tindakan pro justisia. Yakni melaporkannya ke Polri atau Komisi Pemberantasan Korupsi karena sudah ada bukti cukup,” ucap Danang. (*/Adm)