“Ngompol” Pemilu Gaya Anak Muda

Share Article

Pemilih pemula, di mana pun negaranya, memang menjad rebutan di setiap gawe Pemilu. Namun, berhadapan dengan anak-anak muda, apalagi anak muda Jakarta, perlu taktik beda untuk bisa menggaet mereka.

Maka, gaya acara yang tepat untuk anak-anak muda bukan lah voters education, civic education, seminar, atau talkshow, melainkan gaya ngompol: ngomong politik.

Kemasannya harus apik. Tongkrongannya harus terlihat menggoda, perihal konten seolah itu nomor sekian. Gelaran Ngompol yang dikomandoi Ayo Vote, Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, pada Sabtu (19/10) malam menjadi salah satu ajang anak-anak muda ini.

Tempat acara menjadi penting, maka dipilih lah ex Plaza Indonesia yang berada di jantung Jakarta. Tak peduli jika pengunjungnya datang menggunakan sepeda motor, maka harus parkir di luar gedung di pinggir sungai di gang sempit.

Tak peduli pula jika yang datang menggunakan mobil, maka untuk mencari parkir di dalam gedung butuh waktu 30 menit sendiri. Hambatan itu tampaknya bukan penghalang, yang penting tempat nongkrongnya harus keren.

Temanya pun juga harus dibuat menggoda agar para anak-anak muda mau datang dengan kebanggaan dirinya sendiri sebagai orang gaul dan cerdas. Harus bersifat “It’s About Me”. Maka, judulnya pun cukup ringan, “Tips Menjadi Pemilih Cerdas”. Panitia jelas sudah paham jika judulnya berat, audiens akan kabur lebih dulu.

Walaupun sebenarnya, untuk menjadi pemilih saat ini, tak perlu kecerdasan lebih. Yang perlu dicerdaskan justru para caleg yang akan berkompetisi. Tapi, tentu saja ini hanya gimmick untuk mengundang audiens muda.

Acara diisi beberapa pemateri, yaitu Diah Setiawaty (Project Officer Perludem), Betty Epsilon Idroos (Anggota KPU DKI Jakarta), dan Disna Harvens (Ayo Vote). Di antara apitan dua elevator, acara ini cukup berhasil untuk memenuhi atrium ex Plaza Indonesia, lebih ger-geran lagi ketika ditampilkan selingan stand-up comedy dari Kukuh Adi Danisworo dan Sammy D Putra.

Tagline dari banner yang dipasang di sekitar acara juga simpel, “Cari tahu siapa yang bakal lo pilih. Suara lo ngaruh”, juga ada “Suaramu untuk bangsamu”.

Beberapa hari sebelum acara, hingga sesaat sebelum acara berlangsung, di Twitter juga gencar disebarkan undangan. Mereka yang datang adalah generasi gaul, melek gadget dan tak pernah bisa membayangkan hidup tanpa telepon pintar.

Mereka generasi yang telah terbiasa dengan begitu banyak pilihan berkualitas yang bisa mereka dapatkan. Namun, kini mereka akan dihadapkan pada pilihan 19.700 caleg pada Pemilu 2014, yang menurut mereka busuk semua, tak ada yang berkualitas.

Maka, tak mengherankan jika generasi anak muda saat ini adalah generasi galau, yang belum bisa memutuskan apakah tetap apatis, ataukah ada sesuatu yang bisa mereka pilih. Mereka dihantui tak ada pilihan berkualitas untuk Pemilu nanti. Namun, untuk masa depan Indonesia yang lebih baik, cerita horor itu harus bisa diubah, setidaknya dalam persepsinya saja sudah cukup.

Disna Harvens dari Ayo Vote lebih memperkenalkan apa itu Ayo Vote dan kepentingannya dalam ikut memfasilitasi keingintahuan anak-anak muda tentang Pemilu. Kata Disna, anak-anak muda memang telanjur menganggap politik itu kotor, politisi busuk. “Itu sama saja ngebuletin bahwa semua cewek itu lo anggap brengsek, tapi kalau ada yang sesuai dengan kriteria gmana?” kata Disna berargumentasi.

Diah Setiawaty dari Perludem mengatakan, pihaknya memiliki program pendidikan pemilih di empat provinsi. Diah juga memberi argumentasi, anak-anak muda memang potensial disasar oleh partai politik karena jumlah mereka yang tak sedikit.

“Ada 18 persen pemilih pemula, itu sekitar 60 juta pemilih,” kata Diah. Maka, pendidikan pemilih untuk pemilih pemula menjadi tantangan tersendiri. Perludem juga melakukan pendidikan politik di kampus, yang pastinya lebih mudah karena mereka sudah memiliki kesadaran politik. Untuk anaka-anak muda, lebih ke talkshow dari kafe ke kafe dan juga pendekatan melalui media sosial.

Seorang pengunjung yang mengaku dari Liga Mahasiswa Nasdem, Hari Dewa, mempermasalahkan komenter seorang komisioner KPU yang pernah menyampaikan pernyataan bahwa kampanye di media sosial dilarang. “Seorang komisioner KPU, Arief Budiman, pernah menyatakan tidak boleh berkampanye di media sosial. Benarkah seperti itu?” kata Hari.

“Kalau tak boleh kampanye di media sosial bagaimana dong? Media sosial itu murah, efektif, low cost untuk politik lah,” kata Hari.

Beruntung, Betty dari KPU Jakarta mampu memberikan penjelasan tepat. Betty mengatakan, penggunaan media sosial tidak dilarang dalam Peraturan KPU. Bahkan, berkampanye dengan menyebut nama, asal partai, nomor urut, dan visi misi pun diperbolehkan di media sosial. “Boleh, kampanye itu dengan menyampaikan visi misi, nama, partai, nomor urut,” kata Betty.

Diah menutup acara malam itu dengan pesan yang cukup mudah untuk diingat. “Kita telah banyak melakukan pilihan dan yang satu ini hanya sekali dalam 5 tahun. Lima menit untuk lima tahun saat Pemilu nanti, 9 April 2014,” katanya.
(AmirSodikin.com)

Leave a Reply