Mulai 1 Mei 2022, Pajak Kripto Akan Diterapkan di Exchange Tokocrypto

Share Article
Mata Uang Kripto
Mata Uang Kripto

ENDONESIA.com – Era foya-foya para pengguna kripto di Indonesia yang selama ini tak dikenai pajak bakal berakhir sebentar lagi. Pemerintah telah menetapkan, transaksi kripto sebagai objek yang bisa dikenaik pajak.

Terkait hal tersebut, salah satu exchange kripto di Indonesia, Tokocrypto, resmi mengumumkan bahwa mulai 1 Mei 2022, transaksi kripto akan dikenai pajak. “Seperti yang kamu ketahui bahwa pemerintah akan menerapkan Pajak Kripto secara efektif mulai 1 Mei 2022,” begitu bunyi pengumuman Tokocrypto yang dikirim melalui email.

Penerapan pajak ini berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022 (PMK68) tentang Peraturan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto merupakan kewajiban pedagang aset kripto yang terdaftar di BAPPEBTI. Dalam peraturannya PMK 68 menetapkan penerapan pajak dengan tarif PPn dan PPh final senilai total 0,21 persen.

Menurut Tokocrypto, pihaknya sebagai salah satu perusahaan Calon Pedagang Fisik Aset Kripto Terdaftar BAPPEBTI yang menerapkan Good Corporate Governance, akan mematuhi peraturan dan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia dan menetapkan bahwa:

☑️PPn dan PPh (sebesar 0,21%) akan diterapkan per 1 Mei 2022 dan digabungkan dengan biaya trading fee, sehingga total pemotongan menjadi 0,31 persen (trading fee 0,1 persen ditambahkan dengan PPn & PPh sebesar 0,21 persen).

☑️Penggabungan pemotongan ini dilakukan sementara agar implementasi dapat dilaksanakan tepat waktu sejak sosialisasi dimulai, dimana pedagang aset kripto dihimbau untuk menerapkan pajak dimulai tanggal 1 Mei 2022.

☑️Dalam implementasi PMK 68, Tokocrypto sedang melalui masa transisi dan penyesuaian. Beberapa fitur tambahan terkait pajak akan segera hadir untuk membantu Tokonauts bertransaksi di Tokocrypto dengan mudah di bawah peraturan baru yang berlaku.

Keuntungan dan risiko penerapan pajak kripto

Tokocrypto meyakini, kebijakan pajak ini secara tidak langsung menjadi pengakuan negara terhadap legalitas perdagangan aset kripto. Indonesia berani mengambil langkah ini, ketika sejumlah negara melarang perdagangan dan penambangan kripto.

Jadi, penerapan pajak kripto ini justru menguntungkan dari sisi eksistensi industri kripto di Indonesia yang selama ini masih berada di ranah abu-abu. Regulasi dari Bappebti dan adanya PMK 68 bisa memberikan efek positif terhadap kepastian bagi investor dan pelaku industri kripto di Indonesia.

Langkah penarikan pajak ini diharapkan mampu membantu penambahan penerimaan negara, mengingat penerimaan pajak diproyeksikan turun sebagai dampak dari stimulus ekonomi pemerintah untuk bangkit dari dampak pandemi COVID-19.

“Bagi sebagian orang, pajak mungkin terkesan membebani, namun jika dilihat lebih jauh, punya banyak sekali manfaat. Pembangunan merupakan sebuah upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, baik secara materiil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan hal tersebut, maka negara perlu untuk mendapatkan sumber dana dari dalam negeri yaitu berupa pajak,” demikian dikutip dari website resmi Tokocrypto.

Bagi investor, dengan pemberlakuan aturan pajak kripto atau PMK 68, setiap pemegang aset kripto di Indonesia akan mendapatkan kepastian perpajakan yang sangat jelas dengan tarif yang bersahabat. Sebelum PMK 68 ini diterapkan, belum ada perlakuan khusus kepada aset kripto yang dimiliki oleh para investor sehingga akan dikategorikan sebagai bagian pendapatan lain-lain.

Pendapatan lain-lain ini akan menjadi bagian dari laporan SPT tahunan dengan tarif berjenjang sampai dengan 35 persen. Pemberlakuan PMK 68 dengan tarif PPN dan PPh final senilai total 0,21 persen dapat disimpulkan lebih menguntungkan dibandingkan tarif berjenjang pendapatan lain-lain.

Apa risiko pajak kripto?

Menurut Tokocrypto, munculnya regulasi baru, pasti akan berpotensi menimbulkan risiko. Pertumbuhan industri aset kripto yang meningkat secara eksponensial terancam melambat, karena pengenaan pajak bisa menambah beban bagi investor, baik baru maupun lama, serta pelaku industri.

Berkaca dari situasi yang terjadi di India, di mana menurut laporan perusahaan riset, Crebaco, menyebutkan volume perdagangan aset kripto di Negeri Taj Mahal itu menurun pasca pemberlakuan pajak 30 persen. Meski, tarif pajak yang dibebankan jauh lebih rendah di Indonesia, bukan tidak mungkin hal sama bisa terjadi.

Leave a Reply