Muda, Modis, Tapi Tak Logis

Share Article

Saldi Matta tampil modis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, ketika bersaksi untuk Ahmad Fathanah, Kamis (12/9). Ia mengenakan kemeja abu-abu dan celana panjang warna merah bata yang tampak ngepas, layaknya anak-anak muda sekarang yang gandrung dengan celana pensil warna ngejreng.

Penampilan kasual dan kualitas kesaksian adik Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta ini sempat dikomentari hakim. Katanya, terlalu sederhana untuk ukuran pengusaha event organiver dan travel. Hakim mencium bahasa tubuh yang tak jujur, bahkan dengan terang dikatakan penjelasannya tak logis.

Penjelasan yang dimaksud terkait keterangan Saldi yang mengatakan pernah dititipi Ahmad Fathanah uang tunai sebesar Rp 3 miliar. Namun pada saat bersamaan, Fathanah utang uang kepada Saldi sekitar 25 juta untuk membeli barang belanjaan di sebuah komplek pertokoan.

“Kalau tidak logis, hakim tahu, dari bahasa tubuh Anda kami tahu Anda jujur atau tidak,” serang hakim anggota Joko Subagyo. Saldi tak bisa menjelaskan keanehan itu.

Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango juga menyatakan keterangan Saldi tidak logis terkait berpindahnya salinan sembilan sertifikat tanah milik istri Anis Matta ke tangan Fathanah. “Agak sulit saya memahami jawaban Anda, mudah-mudahan ini bukan jawaban politis,” kata Nawawi.

“Terlalu sederhana untuk seorang pengusaha,” kata Nawawi mulai melancarkan perang psikologisnya. Saldi pun menjawab, “Saya memang apa adanya.”

Tak puas dengan jawaban Saldi, Nawawi mengingatkan bahwa Saldi sebagai saksi terikat sumpah. “Saya ingatkan, Anda sudah bersumpah, Wallahi (Demi Allah) sudah diucapkan,” kata Nawawi. Tak gentar dengan ancaman itu, Saldi menjawab santai, “Saya punya istri dan anak, saya jujur.”

Figur-figur pengusaha maupun politisi muda akhir-akhir ini memang berseliweran di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sebagian memang menjadi terdakwa, namun sebagian lagi “hanya” menjadi saksi.

Walaupun saksi, sebagian diantara memegang rantai kunci dari keseluruhan skenario korupsi sehingga jika berbohong maka keutuhan kisah menjadi goyah. Tak sedikit anak muda yang memberi kesaksian tak logis bahkan cenderung bohong. Mereka seolah tak takut dengan ancaman pidana jika berbohong.

Sebelumnya, pengusaha muda yang kesaksiannya sempat menyedot perhatian media massa adalah pengusaha bidang konfeksi yaitu Ridwan Hakim yang juga putra dari Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminudin banyak menjawab lupa atau tidak tahu terhadap pernyataan sederhana yang seharusnya diketahui Ridwan.

Kesaksian Ridwan hingga kini meninggalkan pekerjaan rumah bagi Komisi Pemberantasan Korupsi karena menebar dua nama misterius yaitu Sengman dan Bunda Putri. Nawawi tak bisa menutupi kemarahannya menghadapi sikap masa bodoh dari Ridwan ini. “Anda pikir kami semua batu?” kata Nawawi.

Bahkan, Nawawi sampai “menantang” jaksa agar menggunakan instrumen hukum yang ada untuk menjerat Ridwan.

Tak selamanya anak muda yang bersaksi memberi keterangan berbelit-belit atau tak mau bekerjasama dengan hakim. Bisa dibilang, jika berbelit, biasanya memang memiliki kaitan erat dengan kasusnya dan berusaha menutup-nutupinya.

Sekretaris Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Zaky, kesaksiannya juga masih misterius bagi hakim. Ia sering ditelepon Ahmad Fathanah untuk membahas kuota impor. Pertanyaan hakim sempat mencoba membongkar apakah Zaky sebelumnya pernah mengurusi kuota impor daging.

Namun, Zaky langsung membantahnya. “Saya sering mengamati berita saja. Tiba-tiba beliau (Fathanah) bicara daging, ini ada jatah kuota daging sapi,” kata Zaky. Zaky juga mengaku pernah ditawari komisi Rp 1.000 per kilogram jika Fathanah berhasil mendapatkan kuota impor daging.

Kalangan muda ini jika ditanya tentang hal yang kiranya terkait perkara dengan cepat bisa langsung mengelak, entah dengan mengatakan tidak tahu atau lupa. “Anda ini masih muda kok sudah sering lupa,” begitu hakim I Made Hendra sering menyindir para saksi.

Keteguhan psikologis anak-anak muda memang lebih kuat dibanding para orang tua yang sudah pensiun. Terdakwa atau saksi yang sudah pensiun lebih bisa lepang dada menerima segala konsekuensi. “Saya sudah pensiun, buat apa saya berbohong,” begitu kata seorang saksi dalam sidang Djoko Susilo.

Tak semua anak muda punya nyali menghadapi situasi sidang yang pelik. Pemilik PT Radina, Elda Devianne Adiningrat, termasuk orang yang mudah gugup. Ia bisa spontan mengomentari apa yang dikatakannya sendiri. Walau dikatakan lirih, namun komentar kecilnya itu sering terdengar di pengeras suara. “Aduh kok begitu sih,” bisiknya kepada dirinya sendiri. (Amir Sodikin)

Leave a Reply