MK Ombudsman Rekomendasikan Azlaini Diberhentikan

Share Article

Majelis Kehormatan Ombudsman RI pada Jumat (29/11) mengeluarkan butir-butir pendapat terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Wakil Ketua Ombudsman Azlaini Agus terkait penamparan pegawai PT Gapura Angkasa, Yana Novia. Dalam kesimpulannya, Majelis merekomendasikan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada Azlaini Agus dan sanksi lainnya yang dimungkinkan, berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebagai akibat dari pemberhentian tetap ini.

“Dalam waktu dekat, beberapa hari ke depan rekomendasinya akan kita teruskan ke Presiden,” ujar Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana. Majelis Kehormatan berkeyakinan, Azlaini terbukti melakukan penamparan dan mengucap kata kasar kepada Yana. Azlaini dianggap melanggar Pasal 5 huruf c yang mengatur prinsip saling menghargai bagi anggota Ombudsman.

Berikut ini butir-butir rekomendasi yang diberikan MK Ombudsman RI.

Berdasarkan keseluruhan fakta yang terungkap di atas, Majelis berpendapat:

1. Bahwa Majelis meyakini benar telah terjadi pemukulan yang dilakukan oleh Azlaini Agus terhadap Yana Novia. Meskipun hingga saat ini Azlaini Agus tidak mengakui pemukulan tersebut, akan tetapi kesaksian yang serasi dan tanpa perbedaan antara keterangan para saksi di bawah sumpah dengan bukti visum et repertum yang disampaikan dalam penjelasan Polresta Pekanbaru adalah hal yang sulit terbantahkan perihal telah terjadinya pemukulan tersebut. Selain itu, adanya keinginan kuat dari keluarga dan kolega Azlaini untuk meminta maaf kepada Yana Novia dan keluarganya merupakan “pengakuan tersembunyi” bahwa peristiwa itu benar terjadi.

2. Bahwa Majelis juga meyakini telah dilontarkan serangkaian kata kasar berupa hardikan dan makian yang diucapkan oleh Azlaini Agus terhadap beberapa orang yang ada di kitaran kejadian pemukulan terhadap Yana Novia, berdasarkan atas keserasian dan ketiadaan perbedaan antara saksi-saksi yang menyampaikan keterangan di hadapan Majelis.

3. Bahwa keyakinan Majelis ini tidak serta merta hanya berdasarkan keterangan-keterangan pada kejadian pemukulan dan kata-kata kasar tersebut, tetapi atas dasar berbagai keterangan baik lisan maupun tulisan, yang menyatakan sikap temperamental Azlaini Agus selama ini terhadap sesama kolega, bawahan, pegawai di lingkungan Ombudsman, serta tempat-tempat yang dikunjungi oleh Azlaini Agus.

4. Bahwa berdasarkan keyakinan Majelis di atas, menurut Majelis Azlaini Agus telah melakukan tindakan yang melanggar beberapa unsur dalam Kode Etik Insan Ombudsman yang diatur dalam Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Kode Etik Insan Ombudsman yang dalam hal ini Azlaini Agus juga turut merumuskan peraturan tersebut.

5. Bahwa Azlaini Agus telah melakukan pelanggaran atas Pasal 5 huruf c yang mengatur prinsip saling menghargai, yakni kesejajaran dalam perlakuan, baik kepada masyarakat maupun antar sesama anggota atau staf Ombudsman serta bersikap rendah hati. Pemukulan yang dilakukan oleh Azlaini Agus terhadap Yana Novia, tidak mencerminkan rasa saling menghargai dari seorang insan Ombudsman kepada seorang petugas yang sedang menjalankan tugasnya, apalagi Azlaini Agus adalah Wakil Ketua Ombudsman. Rangkaian tindakan emosional yang dilakukan Azlaini Agus jauh dari sikap rendah hati yang semestinya dimiliki oleh seorang Ombudsman.

6. Bahwa tindakan Azlaini Agus juga melanggar prinsip keteladanan sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 5 huruf e. Tindakan Azlaini Agus yang mengatakan kamu hanya ‘kecoa’ kepada Sdr. Barinas misalnya, secara meyakinkan telah bertentangan dengan prinsip keteladanan yakni “menjadi panutan dan contoh yang baik dalam sikap pelayanan kepada masyarakat yang mencari keadilan, persamaan hak, transparansi, inovasi dan konsistensi.” Dalam batas penalaran yang wajar dapat dikatakan bahwa merupakan hal yang sangat tidak pantas ketika seorang Wakil Ketua Ombudsman merendahkan orang dan melontarkan kata-kata kasar kepada seseorang di depan khalayak. Selain tidak pantas juga tidak patut apalagi hal itu dilakukan oleh seorang Wakil Ketua yang seharusnya memberikan teladan kepada masyarakat.

7. Bahwa pengingkaran atas kejadian pemukulan dan makian bahkan pemberian penjelasan resmi yang tidak sesuai dengan kejadian sesungguhnya, merupakan bentuk nyata dari ketidakjujuran Azlaini Agus, dan karenanya melanggar prinsip kepemimpinan yang dicantumkan dalam Pasal 5 huruf d. Tindakan Azlaini Agus tidak memberikan informasi yang sebenarnya kepada pimpinan Ombudsman Republik Indonesia melalui surat, telah melanggar dan bertentangan dengan prinsip kepemimpinan yang “arif bijaksana, menghindari perbuatan tercela, bersifat hati-hati dan santun serta bersikap dan berkepribadian utuh, berwibawa, jujur, tegas, konsisten, tidak tergoyahkan dan tidak ragu-ragu”. Sebagai salah seorang pimpinan Ombudsman semestinya Azlaini Agus memiliki sifat-sifat kepemimpinan yang mau mengakui kesalahan secara arif dan jujur. Namun dalam pemberian keterangan yang bertentangan dengan fakta keterangan korban dan para saksi, mencerminkan tidak adanya kejujuran dalam kepemimpinan Azlaini Agus sebagai Wakil Ketua Ombudsman RI.

8. Bahwa tindakan Azlaini Agus telah melanggar prinsip profesionalitas sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 5 huruf h. Tindakan Azlaini Agus yang menyebabkan Ombudsman Republik Indonesia menjadi pemberitaan negatif di media massa dapat dikategorikan sebagai tindakan tidak profesional yaitu “…pribadi yang berwawasan luas dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenang sehingga kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan, baik secara hukum, moral maupun secara ilmiah.” Peristiwa atau tindakan tersebut telah merendahkan kewibawaan lembaga dan mencoreng reputasi kelembagaan Ombudsman RI. Sebagai seorang Wakil Ketua Ombudsman RI, sudah seharusnya mempertimbangkan bahwa setiap ucapan dan tingkah laku berdampak pada tanggungjawab moral secara institusional.

9. Bahwa Azlaini Agus telah melakukan pelanggaran atas beberapa aturan etik yang ada di dalam Peraturan Ombudsman Nomor 7 Tahun 2011 tentang Kode Etik Insan Ombudsman, yang menurut Majelis merupakan aturan yang dibuat dalam kerangka menjelaskan standar kejujuran, integritas moral yang tinggi dan reputasi yang baik dan tidak melakukan perbuatan tercela. Pelanggaran Peraturan Ombudsman Nomor 7 Tahun 2011 tentang Kode Etik Insan Ombudsman pada hakikatnya telah melanggar Pasal 19 huruf f dan huruf i Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan menenuhi kualifikasi yang ditentukan dalam Pasal 22 Ayat 2 huruf b.

10. Bahwa selain melanggar beberapa prinsip yang dicantumkan di Peraturan Ombudsman No. 7 Tahun 2011 tentang Kode Etik Insan Ombudsman, Majelis berpendapat Azlaini Agus telah melanggar Pasal 19 huruf f dan i Undang Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia yang mengatur bahwa: “Untuk dapat diangkat menjadi Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Ombudsman seseorang harus memenuhi syarat-syarat: cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi dan memiliki reputasi yang baik, serta tidak pernah melakukan perbuatan tercela” (ditebalkan oleh Majelis).

11. Bahwa Majelis meyakini tindakan Azlaini Agus dengan melakukan perbuatan tercela berupa pemukulan terhadap Yana Novia dan makian kata-kata kasar terhadap beberapa orang telah memperlihatkan ketidakcakapan, ketidak jujuran serta integritas moral yang rendah sehingga memiliki reputasi yang tidak baik. Sehingga dalam pandangan Majelis, Azlaini Agus telah kehilangan syarat penting sebagai anggota Ombudsman sebagaimana yang diatur dalam Pasal 22 Ayat (2) huruf b, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan karenanya dapat berakibat pada kehilangan kedudukannya sebagai anggota Ombudsman dan Wakil Ketua Ombudsman Republik Indonesia.

Kesimpulan:

Dengan ini Majelis berkesimpulan bahwa telah terjadi pelanggaran yang nyata dan tidak terbantahkan atas berbagai aturan prinsip Etik Insan Ombudsman dan tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Anggota Ombudsman, sehingga terhadap Azlaini Agus perlu dijatuhkan sanksi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 Peraturan Ombudsman Nomor 7 Tahun 2011 tentang Kode Etik Insan Ombudsman, yakni sanksi antara teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap atau sanksi administratif lainnya.

Majelis berkesimpulan bahwa tindakan Azlaini Agus tidak berdiri sendiri dan sudah menjadi watak yang melekat secara internal di dalam diri Azlaini Agus, sehingga Majelis meyakini bahwa kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh Azlaini Agus akan terus menjadi kekerasan potensial yang setiap saat dapat menjadi aktual.

Rekomendasi
Majelis merekomendasikan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada Azlaini Agus dan sanksi lainnya yang dimungkinkan, berdasarkan ketentuan perundang-undangan sebagai akibat dari pemberhentian tetap ini.
(*)

Leave a Reply