Mantan Sesditjen Pajak Dituntut 2,5 Tahun

Share Article

Mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak, Achmad Sjarifuddin Alsah,
dituntut pidana penjara dua tahun enam bulan oleh jaksa penuntut umum
Kejaksaan Agung. Sjarifuddin juga didenda Rp 500 juta subsider
kurungan penjara enam bulan.

Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (9/4), yang
dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Suhartoyo. Sjarifuddin adalah
terdakwa perkara korupsi pengadaan sistem informasi pajak di Dirjen
Pajak paket pengembangan perangkat dan media komunikasi data tahun
anggaran 2006.

“Menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU
No 20 Tahun 2001 sebagaimana dalam dakwaan subsider,” kata jaksa
Ismaya.

Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung pemerintah yang sedang
giat-giatnya memberantas korupsi. Sedangkan hal yang meringankan
terdakwa tidak ikut menikmati hasil korupsi, belum pernah dihukum,
sopan, dan memiliki tanggungan keluarga.

Sjarifuddin waktu itu menjadi kuasa pengguna anggaran dari proyek
teknologi informasi yang nilainya Rp 35,8 miliar. Kasus ini juga telah
menyeret terdakwa lain yang sudah divonis yaitu Ketua Panitia Le­lang
Pengadaan Bahar, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pu­lung Sukarno,
Direktur PT Berca Hardayaperkasa Liem Wendra Halingkar, bekas
Direk­tur IT Ditjen Pajak Riza Nur­ka­rim, dan Direktur Government
Technical Support PT Berca Harda­ya­per­kasa Michael Surya Gunawan.

Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum, PD Manurung, dalam surat tuntutannya
memaparkan, sistem informasi Dirjen Pajak ini bertujuan mulia yaitu
untuk meningkatkan layanan terhadap sekitar 10 juta wajib pajak yang
berbasis teknologi informasi. Dalam rangka memodernisasi sistem,
terutama bertujuan untuk meminimalkan terjadinya gangguan di
datacenter pusat, maka program ini dicanangkan.

Hanya saja, terdakwa selaku orang yang bertanggung jawab dalam
anggaran tersebut tak memonitor proses lelang hingga pengadaan.
“Hingga pekerjaan dilaksanakan tak pernah monitor. Alasannya takut
intervensi pekerjaan tersebut sehingga terdakwa tak pernah melakukan
monitor dan mengaku tak tahu kapan selesainya,” kata Manurung.

Penawaran PT Berca yang memenangkan lelang dianggap tak sesuai
spesifikasi teknis. Saat serah terima dari Berca ke Ditjen Pajak,
perangkat yang diserahkan yaitu komputer dan perlengkapan untuk
membangun Disaster Recovery Center (DRC) tak dicek dan juga tak dicoba
lebih dulu.

DRC adalah seperangkat server yang digunakan membackup data di server
pusat yang diletakkan di Datacenter pusat. Tujuannya untuk
meminimalkan dampak jika terjadi gangguan di datacenter pusat jika
terjadi gangguan atau bencana.

Menurut jaksa, sejak DRC dipasang tak pernah dicoba fungsinya sebagai
backup datacenter maupun sebagai server pasangan atau redundant. Jaksa
menyebut peralatan tersebut tak kompatibel dengan sistem lama dan tak
memenuhi sarat teknis.

Kasus ini bermula dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan bahwa terjadi
penyimpangan pengadaan Sistem Informasi Perpajakan. Pada proses
pelaksanaannya, terjadi perubahan spesifikasi teknis yang tidak sesuai
prosedur. Sehingga, terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 14
miliar.

Menanggapi tuntutan jaksa, terdakwa Sjarifuddin dan penasehat hukumnya
akan mengajukan nota pembelaan pada 16 April 2013 pukul 15.00. (AMR)

Leave a Reply