KPU Harus Kawal Sistem Pindah Memilih

Share Article

*Di tempat asal, urus A5 sampai H-3

Berbagai kalangan mengkritik penyelenggara pemilu di tingkat bawah yang ternyata tak siap dengan layanan sistem pindah memilih menggunakan formulir A5. KPU pusat diharapkan betul-betul mengawal sistem pindah memilih ini dan memastikan semua warga mendapat layanan memadai karena terkait pemenuhan hak dasar memilih.

Banyak calon pemilih yang antusias mengurus di tempat tujuan maupun di tempat asal, namun tak mendapat layanan yang baik untuk mengurus formulir A5 karena banyak penyelenggara tingkat bawah tak paham. Sosialisasi tak hanya minim untuk pemilih, namun juga tak sampai di tingkat penyelenggara.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat, M Afifudin, di Jakarta, Senin (30/6), mengatakan, pihaknya mendapat banyak laporan dari masyarakat tentang berbagai persoalan dalam menggunakan hak untuk pindah memilih. “Banyak yang bertanya atau melaporkan ke kami tentang kesulitan mengurus A5, terutama lewat media sosial,” kata Afifudin.

Ada yang mengurus di tempat asal namun Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat desa/kelurahan tak bisa mengeluarkan formulir tersebut. Ada pula yang gagal mengurus di tempat tujuan karena dinyatakan kuota surat suara habis atau bahkan tak ada petugas yang memproses permintaan tersebut.

Persoalan tersebut juga terjadi di kota besar yang harusnya sudah tak masalah dengan adanya sosialisasi. Seorang ibu rumah tangga melaporkan kepada JPPR, sejak pagi pukul 08.00 mencoba mengurus A5 di salah satu kelurahan di Jakarta Barat, namun hingga pukul 12.00 ternyata tak ada layanan tersebut.

Kisah lainnya dialami Febriana, warga Kalisat, Jember, Jawa Timur yang tinggal di Jakarta. Ia semangat mengurus A5 di tempat asalnya. Namun, petugas PPS di tempat asal tak bisa melayaninya dengan alasan belum menerima tembusan DPT terbaru. “Sampai sekarang, status saya apakah bisa mencoblos atau tidak, belum jelas, padahal sudah semangat mengurus,” katanya.

Di perkotaan besar yang banyak perantaunya, terutama mahasiswa, antusiasme mengurus A5 ternyata tinggi, namun tak disertai kesiapan petugas maupun kesiapan logistik. Banyak permintaan A5 ditolak karena berbagai alasan, diantaranya sudah melebihi kuota surat suara.

“Ini yang kami khawatirkan sebelumnya. Kalau kemudahan memilih ini tak dibarengi dengan kesiapan penyelenggara di bawah, akhirnya berpotensi memunculkan kekacauan, seperti surat suara yang tak mencukupi di TPS,” kata Afifudin.

Belum lagi, kata Afifudin, kejengkelan pemilih yang sudah semangat mengurus formulir pindah memilih tapi ternyata tidak diimbangi dengan kesiapan petugas. Dampaknya, pemilih akan kembali apatis dan memilih tak menggunakan haknya.

“KPU pusat seringkali terlalu optimistis dengan apa yang sudah diatur dan akan dijalankan di jajaran tingkat bawah,” kata Afifudin. Mumpung belum sampai hari-H, ada baiknya KPU segera memberi instruksi ke jajarannya untuk melayani pemilh yang urus A5 daripada nanti malah terjadi masalah besar di hari-H.

Hingga H-3
Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengatakan, KPU sebenarnya sudah memberi keleluasaan mengurus pindah memilih. Dari yang sebelumnya hanya boleh diurus di tempat asal, kemudian secara eksplisit disebutkan dalam Peraturan KPU bahwa A5 bisa diurus di tempat tujuan maksimal h-14.

KPU pun memberi kemudahan lagi dengan memberikan keringanan pengurusan di KPU kabupaten/kota di tempat tujuan hingga H-10. Bagi perantau yang belum mengurus A5 hingga H-10 kemarin, masih punya kesempatan untuk bisa mengurus A5 di tempat asal.

“Intinya, untuk mengurus A5 dari PPS asal ke PPS tujuan, dibatasi waktunya hingga H-3,” kata Ferry. Pada hari itu juga atau tiga hari sebelum pemungutan suara, formulir A5 yang didapatkan harus diberikan atau dilaporkan kepada PPS tujuan tempat pemilih akan menggunakan haknya.

Tiga hari tersebut adalah waktu yang diberikan kepada PPS untuk mengkonsolidasikan pemilih tambahan yang ada dengan menyesuaikan dengan jumlah ketersediaan surat suara di TPS. Pemilih tambahan yang menggunakan A5 atau disebut DPT Tambahan, akan diusahakan bisa memilih di TPS terdekat.

Terkait kemungkinan apakah ada kemudahan atau kebijakan baru menyangkut pengurusan A5 untuk perantau, Komisioner KPU yang membidangi hukum, Ida Budhiati, mengatakan, hal tersebut perlu dibahas terlebih dulu dalam forum rapat pleno KPU. KPU tak bisa langsung memutuskan karena terkait peraturan KPU yang telah dibuat.

“Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan KPU antara lain waktu bagi penyelenggara untuk menindaklanjuti administrasi pemilu,” kata Ida. Selanjutnya yang terpenting adalah untuk memastikan pemilih tersebut tak tercatat lebih dari satu kali.

Bisa saja KPU memberi waktu pendaftaran pindah memilih hingga mepet pelaksanaan pemilu, namun dikhawatirkan ketersediaan logistik tak bisa dipenuhi. Mengingat, KPU terikat peraturan UU dalam penyediaan surat suara.

Dalam ketentuan, tiap TPS hanya hanya ada kelebihan dua persen dari total DPT. Di Undang-Undang, DPK tak diperhitungkan dalam pengadaan surat suara. Dua persen tersebut untuk antisipasi Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan DPT Tambahan (DPTb), yaitu pemilih yang masuk DPT tapi pindah memilih menggunakan A5. Juga untuk mengantisipasi pemilih khusus tambahan yang datang hanya bermodalkan kartu identitas (DPK Tb).

Dampaknya, banyak daerah yang memiliki potensi DPK, DPTb, dan DPK Tb dalam jumlah besar akhirnya tak terlayani. Dalam catatan Kompas, pemilih yang tak terlayani terjadi di sejumlah tempat seperti di luar negeri, perkebunan, dan wilayah yang banyak pendatangnya.

Anggota Bawaslu Kalimantan Barat, Krisantus Heru Siswanto, mengatakan, soal DPTb, DPK, dan DPK Tb ini memang sering tak terantisipasi di daerah pelosok, terutama di perkebaunan dan perbatasan. “Di perkebunan, banyak yang tak bisa memilih karena tak mendapatkan jatah surat suara karena banyaknya persoalan DPTb, DPK, dan DPK Tb ini,” katanya. (AMR)

Leave a Reply