KPU Berharap Penyelesaian Sengketa Diperpendek

Share Article

Komisi Pemilihan Umum berharap penyelesaian sengketa dalam pemilihan kepala daerah diperpendek untuk bisa menyesuaikan waktu penyelenggaraan pilkada yang panjang. Dalam uu pilkada, penyelesaian sengketa bisa mencapai 64 hari kerja dan itu dianggap sebagai salah satu bom waktu untuk bisa menepati jadwal yang ketat.

Komisioner KPU, Hadar N Gumay, di Jakarta, Rabu (4/2), mengatakan, pihaknya sudah memberikan masukan-masukan kepada DPR terkait revisi UU Pilkada. Salah satu yang diajukan ke DPR adalah mengusulkan proses penegakan hukum penyelesaian sengketa agar diperpendek, kemudian juga uji publik itu agar diperpedek,” kata Hadar.

KPU juga mengusulkan agar detail waktu tahapan pilkada diserahkan kepada KPU. “Harapannya, untuk waktu pelaksanaan, jangan dipatok terlalu kaku di dalam uu. Jika sudah dipatok pasti di dalam uu, agak menyulitkan kami,” kata Hadar.

Hadar juga menggarisbawahi soal ketentuan di dalam uu yang merujuk hitungan hari adalah hari kerja bukan hari kalender. Jika tetap dipertahankan hitungan hari dalam uu adalah hari kerja, selain menyulitkan dalam penghitungan jumlah hari juga akan memperpanjang waktu penyelenggaraan.

Komisioner KPU, Ida Budhiati, mengatakan, menurut aturan yang ada di Perppu, yang kini sudah menjadi uu, prosedur penyelesaian sengketa tata usaha negara pemilihan mulai dari Bawaslu hingga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) dan sampai kasasi Mahkamah Agung, memakan waktu lama hingga 64 hari. “Hitungan 64 hari ini berdasarkan hitungan hari kerja,” kata Ida.

Sedangkan untuk penyelesaian perselisihan hasil Pilkada, mencapai 41 hari kerja. Kedua hal tersebut dipastikan akan membuat tahapan Pilkada makin panjang dan perlu dihitung cermat agar tak meleset.

Pengajuan ke PTTUN hanya bisa dilakukan setelah seluruh upaya administratif di Bawaslu Provinsi dan/atau Panwaslu Kabupaten/Kota telah dilakukan.
“Pada Pilkada kali ini, gugatan tata usaha negara pemilihan difasilitasi, tak ada batasan pada tahapan mana, semua keputusan KPU bisa digugat,” kata Ida.

Dampaknya, perlu waktu minimal 64 hari dari penetapan calon kepala daerah sebelum bisa dilakukan pemungutan suara. Begitu pula setelah penetapan hasil pemilu, maka setidaknya butuh waktu 64 hari sebelum benar-benar seseorang kandidat benar-benar memenangkan Pilkada.

Jumlah daerah bertambah
Ketua KPU, Husni Kamil Manik, mengatakan, jika pilkada jadi diundur ke 2016, maka akan bertambah jumlah daerah yang akan mengikuti pilkada. “Akan bertambah sekitar 100 daerah. Sebelumnya kan direncanakan ada 204 daerah, total akan ada 304 daerah jika diundur ke 2016,” katanya.

Namun, Hadar N Gumay, menggarisbawahi, jika pemungutan suara digelar di awal 2016, bisa jadi jumlah yang ikut tak sebanyak itu. “Kalau misalnya DPR berpikiran pemungutan suara digelar Februari 2016, berarti yang ikut hanya setengahnya (akhir masa jabaatan sampai Juni 2016) maka angkanya ya harus dihitung dulu,” kata Hadar.

Hadar mengusulkan agar akhir masa jabatan di 2016 disatukan saja untuk semuanya ikut bergabung di pilkada 2016, tidak perlu dibagi-bagi. Konsekuensinya, pemungutan suara akan sulit dilakukan jika digelar di awal 2016. Karena itu, Hadar mengusulkan agar sebaiknya digelar di pertengahan 2016. (AMR)

Leave a Reply