Penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan tersangka Djoko Susilo
begitu progresif dan publik dibuat menanti apa lagi yang akan diungkap
para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Djoko
Susilo. KPK ke depannya memang harus heroik dalam menghadapi pejabat
publik dengan tetap memperhatikan azas kesamaan hukum untuk semua
warga negara.
Di sisi lain, KPK dianggap terlihat bernafsu dalam mengungkap modus
korupsi simulator berkendara tersebut. Namun, Peneliti Indonesia
Corruption Watch, Emerson Yuntho, dan juga ahli pidana korupsi
Universitas Indonesia, Akhiar Salmi, di Jakarta, Minggu (17/3),
menganggap kinerja KPK dalam perkara Djoko Susilo dianggap sebagai
langkah maju.
"Ini langkah maju bagi penuntasan kasus korupsi sekaligus upaya
pemiskinan koruptor," kata Emerson. Dalam memberantas korupsi, KPK
diharapkan bisa melihat ke depan tanpa terbebani stigma masa lalu.
"Jika ada kekurangan di masa lalu, itu yang harus diperbaiki di masa
depan," katanya.
KPK memang sempat disoroti terkait bocornya surat perintah penyidikan
terhadap Anas Urbaningrum. Kasus itu membuka celah pelemahan KPK ke
depan karena terbukti ada yang tak beres di lingkungan KPK jika kasus
bocornya surat perintah penyidikan tersebut benar adanya. Kasus-kasus
lain juga berjalan lambat dan bahkan tanpa menyertakan sangkaan tindak
pidana pencucian uang.
"Penanganan kasus Djoko Susilo ini harus bisa menjadi pijakan bagi KPK
untuk memperbaiki ketidakmaksimalan penanganan kasus korupsi di masa
lalu," tegas Emerson. Dari sisi progres penyidikan kasus korupsi,
penggabungan sangkaan korupsi bersamaan dengan tindak pidana
pencucian, terbukti bisa meredam keraguan publik atas kasus-kasus yang
dianggap sumir sebelumnya.
"Hanya koruptor, keluarganya, dan kroni-kroninya dan penasehat
hukumnya yang keberatan, selebihnya pasti mendukung," kata Emerson.
Pasca penyidikan Djoko Susilo, KPK diharpakan bisa mengusut aliran
dana hingga ke kerabat-kerabatnya.
"Justru kita dorong KPK harus heroik seperti ini, apalagi yang
melibatkan aparat penegak hukum. Kita butuh hero yang bekerja secara
heroik, bukan hero kesiangan," tandas Emerson.
Dari sisi pidana korupsi, Akhiar Salmi mencatat bahwa langkah penyidik
yang progresif menginvestigasi modus korupsi bersamaan dengan aliran
dana yang dicuci, telah sesuai dengan harapan publik. Walaupun memang
ada tuduhan KPK tidak berlakukan hal yang sama terhadap terdakwa lain.
Jika ada tuduhan tebang pilih, Akhiar berharap itu bukan karena sikap
KPK secara kelembagaan tapi semata karena perbedaan kualitas sumber
daya manusia di tingkat anggota tim penyidik. "Kita berharap kalau
sekiranya ada beda penanganan penyidikan dengan tersangka lainnya, itu
penyebabnya bisa karena kualitas sumber daya manusianya dan jumlah
anggota tim yang mendukung penyidikan," kata Akhiar.
Karena itulah KPK harus hati-hati dalam menerapkan prinsip kesamaan
hukum bagi semua warga negara. Salah sedikit atau beda sedikit dalam
penanganan, publik bisa menangkap hal yang berbeda misalnya dengan
mengatakan KPK telah diskriminatif terhadap tersangka tertentu.
"Kita berharap kapasitas anggota tim penyidik di KPK terus
ditingkatkan sehingga senjang kemampuan antar penyidik yang
mengakibatkan hasil penyidikan yang jauh berbeda bisa diatasi. Jadi
tidak jomplang, agar persepsi buruk dari pihak luar, misal dianggap
tebang pilih, bisa ditepis," kelas Akhiar.
Penyidik KPK memang harus progresif dan senantiasa ditingkatkan
kemampuannya karena korupsi sekarang makin canggih. Modusnya makin
canggih, cara menyimpan dan mencucikan uangnya juga lebih rumit.
Dengan pemberlakuan paket sangkaan korupsi dan TPPU terhadap
tersangka, ini akan membuat kombinasi kinerja penyidik dengan
perangkat Undang-Undang itu semakin efektif.
"Diharapkan ke depannya KPK bisa konsisten menggunakan pola penyidikan
dan penggabungan sangkaan sekaligus yaitu UU Tipikor dan UU TPPU
karena ini jauh lebih efektif untuk mengembalikan uang yang
dikorupsi," papar Akhiar. (AMR)