KPI Siap Beri Sanksi Stasiun TV

Share Article

Komisi Penyiaran Indonesia menyatakan siap menjatuhkan sanksi untuk media elektronik terutama televisi yang menggunakan frekuensi publik untuk kepentingan partai politik tertentu. Namun demikian, KPI terbentur tafsir legal formal terkait definisi kampanya yang berada di ranah KPU.

KPI menegaskan, begitu penyelenggara Pemilu yang berkepentingan yaitu Komisi Pemilihan Umum menyatakan iklan politik beberapa parpol di beberapa media televisi merupakan bentuk kampanye, maka KPI bisa segera mengeluarkan sanksi yang jelas. “Sayangnya lembaga pemilu yang diberi mandat menempatkan dirinya dengan menafsirkan kampanye itu harus kumulatif (perbuatannya),” kata Ketua KPI Judhariskawan.

Pernyataan itu disampaikan ketika menerima Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) di Kantor KPI, Jakarta, Senin (20/1). Hadir pula Wakil Ketua KPI Idy Muzayydad dan para komisioner KPI diantaranya Sujarwanto Rahmat, Agatha Lily, dan Danang Sangga Buwana.

Koordinator Nasional JPPR, M Afifudin, dan jajarannya mendatangi KPI untuk menggalang dukungan moral untuk moratorium penayangan iklan kampanye politik di berbagai stasiun televisi. Gerakan moral dan etika ini ditempuh karena jika lewat aturan hukum yang berlaku seolah membentur tembok.

KPI sependapat iklan-iklan kampanye di media elektronik tak seharusnya ditayangkan karena belum memasuki masa kampanye di media massa. Namun, parpol selalu berkelit yang mereka lakukan bukanlah kampanye karena tak memenuhi definisi kampanye dalam aturan tertulis.

“Tapi sebenarnya, dari sosiologi hukum, orang awam pun ketika melihat di televisi tak akan melihat dulu apa itu definisi kampanye untuk mengatakan ini adalah kampanye,” kata Judhariksawan. Sebenarnya, dari sisi niat, sudah memenuhi unsur yuridis untuk berkampanye.

“Kini yang dibutuhkan bukan lagi pendekatan normatif semata tapi juga etika yang harusnya dikedepankan. Iklan adalah sarana agar orang lain menyukai dia,” jelas Judhariksawan.

Idy Muzayydad mengatakan, KPI sependakat jika iklan-iklan politik tersebut termasuk kampanye dan perlu ditindak. Namun, sayangnya, pihak yang harus menjustifikasi bahwa hal tersebut kampanya atau tidak bukanlah KPI melainkan KPU.

Kondisi ini membuat KPU sendiri tertekan karena tak bisa bergerak sesuai dengan harapan publik. “KPI menyambut baik gerakan moral untuk moratorium penyiaran iklan politik ini, karena pijakan hukum itu kan moral dan etika,” kata Idy.

KPI sudah mengambil sikap dengan mengeluarkan sanksi teguran terhadap enam stasiun televisi yang dianggap tidak independen dan partisan terhadap partai tertentu. “Namun pascapenyikapan itu tampaknya praktik yang sama masih terjadi,” kata Idy.

Kenekatan stasiun televisi itu terjadi karena banyak celah hukum yang membuat mereka tetap tak mempedulikan surat KPI. “Ada kekurangprogresifan dari otoritas pengawas pemilu Bawaslu yang sebenarnya bisa memberi sanksi ke peserta pemilu,” kata Idy.

Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, memang sudah ada nota kesepahaman antara KPU, Bawaslu, dan KPI untuk masalah ini. Namun, hingga kini masih dalam proses pembenahan petunjuk teknisnya.

Ferry mengakui, KPU berpegang pada teks Undang-Undang terkait definisi kampanye. “Sesuai mekanisme undang-undang, kampanye itu ada subyek, ada unsur ajakan, dan ada penyampaian visi misi. Juga harus ada unsur kumulatif,” katanya.

Ferry mengakui memang ada debat terkait definisi dan tafsir kampanye ini. Namun, KPU tetap akan menggunakan definisi literal yang ada dalam teks undang-undang.

Idy menegaskan, KPI siap menindak lembaga penyiaran yang melanggar jadwal kampanye jika KPU menyatakan iklan politik itu merupakan kampanye. “Usaha meyakinkan dalam kampanye itu luas maknanya. Visi misi tak harus dimaknai lengkap. Jangan dimaknai sempit lah,” kata Idy. (AmirSodikin.com)

Leave a Reply