KORUPSI PROYEK LISTRIK: Terangnya Permainan Gelap

Share Article

Politik energi dan korupsi di Indonesia benar-benar membuat gelap perdesaan di Indonesia yang belum terjangkau aliran listrik. Penggalakan energi terbarukan memanfaatkan tenaga surya ternyata hanya retorika saja untuk proyek bagi-bagi uang. Secara bersamaan, bulan-bulan ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyidangkan dua perkara berbeda tetapi kebetulan satu tema, soal pembangkit listrik tenaga surya. Dari dua perkara ini, kerugian negaranya saja bisa menghidupkan listrik untuk 30.743 keluarga. Perhitungan di atas diambil secara kasar dari total kerugian negara Rp 147,57 miliar dari kasus pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang melibatkan terdakwa Neneng Sri Wahyuni sebesar Rp 2,72 miliar serta terdakwa Jacob Purwono dan Kosasih Abbas Rp 144,82 miliar. Dalam kasus Jacob terungkap, harga dasar sistem PLTS rumahan adalah Rp 4,8 juta per unit sebelum digelembungkan jadi Rp 5,9 juta per unit. Belum dari total nilai proyek yang bisa memasok listrik tenaga surya bagi ratusan ribu keluarga. Neneng, Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara, tersangkut korupsi PLTS di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jacob adalah Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bersama anak buahnya, Kosasih, ia terjerat korupsi solar home system (SHS) di Kementerian ESDM. Kamis (17/1), seharusnya Neneng dijadwalkan bersidang. Karena sakit, sidang baru digelar Selasa pekan depan. Hingga kini, Neneng tidak mengakui perbuatannya dan tak tahu-menahu proyek PLTS tersebut meskipun banyak saksi memberi keterangan soal peran Neneng bersama suaminya, M Nazaruddin. Kesaksian Kosasih Kini, persidangan yang menarik adalah mencermati keterangan terdakwa Kosasih yang mengaku total habis-habisan akan mengungkap kasus. Dalam proyek pengadaan dan pemasangan SHS di Kementerian ESDM, ia mengungkapkan, proyek itu direncanakan untuk dibagi-bagi ke sejumlah nama penting di negeri ini. Dokumen kuning berisi tulisan tangan Jacob menyebut nama-nama anggota di DPR, kepolisian, Badan Intelijen Negara, dan kerabat dekat menteri. “Ini membuktikan siapa yang menitipkan perusahaan untuk dimenangkan dalam tender,” kata Kosasih. Di persidangan, Kosasih menyebut, dari kalangan anggota DPR ada Gusti Iskandar, Herman Hery, dan Yoesrin Nasution, Sutan Bathoegana, dan Teuku Rifki. Kerabat menteri yang bermain adalah Doni Yoesgiantoro, Astuti, dan Andry Syahreza, sedangkan dari teman dekat Dirjen LPE adalah Rachman dan Abdul Kholik. Dari kalangan kepolisian, Kosasih menyebut nama Gories Mere. Kosasih sebagai mantan pejabat pembuat komitmen membuat buku berjudul Sebuah Kesaksian. Belum diketahui apakah buku itu akan dipublikasi luas atau hanya untuk contekan kesaksian. Rabu lalu, saat ia dan Jacob diperiksa sebagai terdakwa, buku itu dibacakan. “Semua lengkap di buku ini,” kata Kosasih ketika menunjukkan data pada bukunya kepada wartawan. Sulit dipercaya, tetapi mudah dimengerti mengapa kemudian proyek SHS hanya formalitas karena inti politik energi terbarukan sudah tercapai, yaitu bagi-bagi kue proyek. Dana itu, kata Kosasih, juga digunakan untuk memuluskan pembahasan RUU Energi di DPR. Jacob di depan persidangan mengaku berterima kasih dengan cara blak-blakan Kosasih. Namun, ia bersikukuh dokumen kuning itu bukan perintah kepada Kosasih untuk mengegolkan perusahaan-perusahaan titipan. “Saya menyesal telah memilih orang yang salah,” ujar Jacob ketika ditanya Ketua Majelis Hakim Sujatmiko apakah terdakwa menyesali perbuatannya. Hakim tak habis pikir, bagaimana seorang dirjen meloloskan sebuah proyek yang tak ada dana pendukung kegiatan dan evaluasinya. Kondisi itu membuat proyek SHS hanya dagelan, mulai dari proses lelang hingga pengecekan di lapangan. Jika lika-liku yang diungkap Kosasih adalah kesaksian dari sisi pemerintah, apa yang terungkap di sidang Neneng adalah kesaksian dari sisi pengusahanya. Saksi-saksi di sidang Neneng mengungkap bagaimana upaya perusahaan mengerahkan puluhan perusahaan dan bermodalkan uang terima kasih untuk menang tender. Dua persepsi dari kalangan berbeda itu klop. Senyawa busuk pengusaha dan eksekutif tercipta dan bersekutu dalam permainan gelap untuk memburu uang rakyat. Orang awam kini dapat penerangan, apalagi majelis hakim yang akan mengambil putusan. (Amir Sodikin) tags: kasus korupsi, korupsi, plts, kosasih abbasArsip tulisan ini pernah dimuat di Kompas, 18 Januari 2013 Visit: http://www.amirsodikin.com

Leave a Reply