“Jangan main-main, ini menyangkut nasib dua orang itu, rektor yang
duduk di situ,” bentak Ketua Majelis Hakim Pangeran Napitupulu kepada
Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta, Dedi
Purwana, yang didatangkan sebagai saksi pada Kamis (7/3). Salah satu
terdakwa adalah Pembantu Rektor III UNJ Fakhruddin Arbah.
Fakhruddin bersama Tri Mulyono, dosen Fakultas Teknik UNJ, didakwa
dalam korupsi pengadaan peralatan laboratorium di UNJ. Dedi dimarahi
karena dianggap berbelit-belit dan bahkan sempat diancam pidana
pencara karena dianggap memberi keterangan palsu.
Dedi tampak terkejut dengan ancaman itu, namun ia akhirnya memberikan
keterangan yang sesuai fakta. Napitupulu pun melunak. “Anda ini
orang-orang berpendidikan, kita hargai dosen, saya tak bisa duduk di
sini tanpa dosen,” kata Napitupulu.
Suasana hening, Dedi yang biasa tertawa-tawa mengubah cara bicaranya
dan mengakui sejumlah fakta. Napitupulu berusaha mendiginkan suasana.
“Kami tidak marah, hanya orang batak memang suaranya begitu, kami
tidak bisa pelan-pelan ngomongnya. Jangan dibawa hati, ini
pembelajaran,” katanya.
Di sidang itu, Napitupulu juga marah dengan dua orang staf PT Anugerah
Nusantara yang selalu menolak hadir menjadi saksi. Padahal, keterangan
mereka sangat penting.
Karena itu, Napitupulu memerintahkan penuntut umum untuk menjadikan
dua staf PT Anugerah Nusantara tersebut sebagai tersangka. “Makanya
penuntut umum, Gerhana Sianipar jadikan tersangka, termasuk Marisi
Matondang, cari dimana orangnya. Kalau tidak mau datang, jadikan
tersangka, semuanya harus jelas tak ada abu-abu,” kata Napitupulu.
Napitupulu seolah mewakili rasa ketidakadilan terhadap sebuah kasus,
ketika seseorang tidak dijadikan tersangka padahal ia diduga kuat
terlibat, maka Napitupulu akan berteriak. Perintah yang sama pernah ia
teriakkan dalam sidang anggota DPR RI, Wa Ode Nurhayati. Saat itu, ia
perintahkan agar Haris Andi Surahman, perantara suap Wa Ode, dijadikan
tersangka.
Di bawah pimpinan majelis hakim Pangeran Napitupulu, emosi di
sidang-sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, bisa naik turun. Sesekali
ger-geran penuh tawa tapi tetap serius, namun kadang terdengar
gelagar bentakan kepada terdakwa atau saksi yang mencoba berbohong.
Walau terkesan keras, sosok Napitupulu adalah pelindung yang baik
terhadap mereka yang terlihat lemah. Ia tak segan-segan memotong
pertanyaan jaksa atau penasehat hukum yang dianggapnya terlalu jauh
dari persoalan kasus atau terlalu memojokkan saksi atau terdakwa.
Napitupulu pernah menunjukkan ketidaksukaannya terhadap sidang korupsi
biaya penggalian lubang kubur yang hanya melibatkan Kepala Suku Dinas
Pemakaman Jakarta Utara. Ia juga perna menyindir jaksa yang
menyidangkan terdakwa dengan nilai suap hanya Rp 5 juta. Padahal,
Pengadilan Tipikor Jakarta adalah pengadilan tipikor tersibuk.
Dalam sejarah Pengadilan Tipikor Jakarta, Napitupulu adalah Ketua
Majelis Hakim yang pertama kali menjatuhkan vonis bebas bagi terdakwa
korupsi mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi
Nababan. Namun, bukan kecaman yang ia panen, melainkan dukungan karena
kasus Hotasi memang tak layak masuk ranah korupsi.
Jika ada yang sempat berfikir hal itu karena sama-sama orang Batak,
persepsi itu salah karena Napitupulu sering menyemprot orang-orang
Batak yang diduga terlibat korupsi. Sifat tegas, terbuka, dan
blak-blakan dari Napitupulu, sering membuat wartawan dengan cepat
memahami posisi sebuah kasus.
“Tak tahu PT Anugerah Nusantara? Milik M Nazaruddin dan Anas
Urbaningrum, anak buahnya ada Rosa Manulang, Marisi Matondang, Gerhana
Sianipar…semua orang Batak waduh…,” yang direspons tawa pengunjung
di sidang Fakhruddin Arbah. (Amir Sodikin)