Kematian 3 Gajah di Aceh Harus Diusut

Share Article
Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) © WWF-Indonesia. Source: wwf.or.id

Konservasi gajah di Indonesia, terutama di Pulau Sumatera, terus memasuki masa suram. Penemuan bangkai tiga ekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) tanggal 6-7 September 2014 lalu, semakin menguatkan dugaan bahwa konservasi gajah menghadapi tantangan tak ringan. WWF-Indonesia mendesak agar pemerintah mengusut kasus kematian gajah dengan serius dan memproses orang-orang yang terlibat ke pengadilan.

Dari catatan WWF, di Indonesia sedikitnya ada kematian 90 gajah sumatera mati di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Riau dan Lampung, antara tahun 2012-2014. Dari semua kasus kematian gajah di periode tersebut, belum ada satu kasus yang berhasil dibawa ke pengadilan.

Melihat angka kematian Gajah Sumatera yang meningkat tiap tahunnya, WWF-Indonesia mendesak Pemerintah dan penegak hukum untuk segera menuntaskan penyelidikan atas semua kasus kematian satwa ini hingga ke meja hijau.

Kasus kematian terbaru dari gajah di Aceh terjadi di dua lokasi yang berbeda, yaitu 1 individu gajah jantan berusia 20 tahun di Kabupaten Aceh Jaya, dan 2 individu gajah – yang belum teridentifikasi jenis kelamin dan usianya – di Kabupaten Aceh Timur. Ketiga bangkai gajah tersebut ditemukan dengan kondisi mengenaskan tanpa gading. Kasus ini sudah ditangani oleh Polres Aceh Jaya dan Polres Aceh Timur dengan berkoordinasi bersama BKSDA Aceh.

Dede Suhendra, Project Leader WWF-Indonesia di Aceh, dalam rilisnya mengatakan, “WWF sangat menyesalkan terulangnya kasus kematian gajah di Aceh. Sejak tahun 2012 hingga 2014, ada setidaknya 31 individu gajah mati di Aceh yang sebagian besar patut diduga terkait dengan perburuan gading.”

WWF berharap, selain upaya yang kini sedang dilakukan, BKSDA Aceh juga dapat mendorong terbangunnya koordinasi strategis dengan Pemda, Pemkab dan penegak hukum untuk penanganan kasus kematian gajah di Aceh. “Terutama terkait dengan isu perburuan, sehingga kasus ini dapat dan layak untuk diperkarakan di pengadilan,” kata Dede.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Workshop Forum Gajah dan Kemenhut di Bogor awal tahun 2014, estimasi populasi Gajah Sumatera di alam liar diperkirakan 1724 individu. Populasi tersebut terus mengalami penurunan akibat fragmentasi habitat, konflik manusia dengan satwa, perburuan dan perdagangan ilegal. Sejak tahun 2012, kasus kematian gajah di Aceh tercatat di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Aceh Timur, Aceh Utara dan Bireuen.

“Peningkatan kasus kematian Gajah Sumatera ini sangat memprihatinkan, sehingga perlu perhatian yang lebih serius dari Pemerintah untuk segera melakukan tindakan nyata,” ujar Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF-Indonesia. “Sudah saatnya kita menyatakan kondisi Siaga 1 untuk isu kematian satwa kharismatik ini,“ lanjut Arnold.

Selain penyelidikan dan penyelesaian melalui jalur hukum, pendekatan lain melalui peran aktif kalangan masyarakat madani (civil society) juga sangat penting. Pada tanggal 25 Agustus 2014 lalu, Majelis Adat Aceh (MAA) meluncurkan Pedoman Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Syariat dan Adat yang dapat digunakan masyarakat untuk aktif menjaga kelangsungan hidup gajah. Selain itu, sosialisasi dari Fatwa MUI No.4 Tahun 2014 Tentang Pelestarian Satwa Langka Untuk Keseimbangan Ekosistem juga dapat memperkuat peran masyarakat dalam melindungi Gajah Sumatera.

“Pendekatan-pendekatan seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kesadartahuan masyarakat mengenai pentingnya perlindungan gajah dan satwa kunci lainnya,” kata Dede. (adm)

Leave a Reply