Kasus Korupsi: Korupsi Pajak, Firman dan Salman Divonis 4 Tahun

Share Article
Dalam sidang yang terpisah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (28/1) malam, dua pegawai Direktorat Jenderal Pajak yaitu Firman dan Salman Maghfiron, divonis pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta subsider kurungan tiga bulan. Firman adalah atasan Dhana Widyatmika sedangkan Salman adalah rekan Dhana, ketiganya pernah bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama, Pancoran, Jakarta Selatan.
Firman dan Salman tersangkut kasus korupsi perpajakan dari rentetan kasus yang telah menjerat Dhana Widyatmika sebelumnya. Kasus korupsi bermula dari percobaan pemerasan terhadap wajib pajak PT Kornet Trans Utama. Saat itu, Firman sebagai supervisor tim yang bertugas memeriksa PT KTU, sedangkan Dhana merupaka ketua tim  dan anggotanya adalah Salman. Dhana sendiri sudah divonis lebih dulu dengan pidana penjara 7 tahun. 
“Menyatakan, terdakwa Firman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi. Menjatuhkan putusan pidana penjara selama 4 tahun, dikurangi masa tahanan dan memerintahkan terdakwa tetap dalam tahanan,” kata Hakim Ketua Sujatmiko saat membacakan amar putusan untuk Firman. Sidang untuk Salman digelar secara terpisah setelah sidang Firman.
Hal yang memberatkan keduanya adalah mereka tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, tidak menyadari kesalahan, dan menyebabkan kerugian keuangan negara. Sementara hal meringankan mereka bersikap sopan selama persidangan, masih muda, memiliki tanggungan keluarga, belum menikmati hasil korupsi dan dianggap masih mampu memperbaiki sikap.
Firman dan Salman dianggap bersalah melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Hakim berkesimpulan Firman dan Salman Maghfiron terbukti memeras wajib pajak PT KTU dan tindakan mereka telah merugikan keuangan negara karena harus membayar bunga dari pengembalian pajak lebih yang dibayar KTU. Awalnya, tim pemeriksa yang diketuai Dhana menyatakan PT KTU kurang bayar jumlah pajak sebanyak Rp 3,294 miliar.  Sayangnya, data itu berasal dari data eksternal yang validitasnya belum teruji.
Salman sempat mengatakan bisa membantu mengurangkan jumlah pajak, asal PT KTU membayar uang Rp 1 miliar kepada pemeriksa pajak, yakni Salman dan Dhana. Namun, pihak KTU tak sepakat dengan tawaran tersebut dan memilih jalur banding walau harus membayar setengahnya dari nilai ketetapan pajak kurang bayar tersebut. Ketika banding itulah KTU memenangkan perkara dan negara harus mengembalikan kelebihan pajak yang telah dibayarkan beserta bunga.
Dalam kesempatan itu, Hakim Anggota Alexander Marwata, seperti ketika pembacaan vonis untuk Dhana Widyatmika, menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut dia, penggunaan data eksternal tidak bertentangan dengan hukum yang ada. PT KTU juga tak pernah memberikan uang kepada terdakwa dan di persidangan terdakwa juga merasa tak meminta uang kepada KTU. Menurut dia, atas alasan itu seluruh dakwaan Firman dan Salman pun gugur. 
Firman dan Salman serta penasehat hukum masing-masing menyatakan banding. Sementara jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. (AMR)

Leave a Reply