Jumlah TPS di Pilpres Menyusut

Share Article

*KPU optimistis tak perlu Perppu

Jumlah tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 nanti akan menyusut dibanding Pemilu Legislatif lalu. Hal itu terjadi karena banyak TPS yang bisa digabung atau dilakukan pengelompokan ulan berdasarkan jumlah pemilih dan kondisi geografis.

Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, di Jakarta, Selasa (10/6), mengatakan penyusutan itu terjadi karena jumlah maksimal pemilih dalam satu TPS menurut UU Pilpres mencapai 800 orang, sementara di UU Pileg maksimal 500 orang. Dampaknya, jumlah TPS untuk Pilpres lebih kecil.

Pada Pileg lalu, jumla TPS mencapai 545.803 TPS. “Untuk Pilpres datanya 478.339 TPS. Jadi mengalami penyusutan karena ada pengelompokan ulang,” kata Ferry. Dengan ketentuan itu, jika nanti ada dua TPS berdekatan yang masing-masing jumlah pemilihnya 300 orang, misalnya, maka kedua TPS tersebut bisa digabung jadi satu.

Dengan pengelompokan ulang yang yang menggabungkan beberapa TPS kecil, maka kerja penyelenggara juga akan lebih efisien dan hemat anggaran. Komisioner KPU lainnya, Hadar N Gumay, mengatakan, penggabungan TPS tetap memperhatikan aspek kedekatan lokasi geografis sehingga ketika TPS digabungkan tetap mudah diakses.

“Kalau memang ada yang tak memungkinkan digabung ya tidak usah,” kata Hadar. Hadar memprediksi, jumlah TPS yang akan berkurang secara signigikan nanti di daerah perkotaan karena lokasinya dekat untuk digabung.

Dalam Peraturan KPU No 9/2014 tentang Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014, Pasal 16 Ayat (4), disebutkan dalam menentukan jumlah pemilih untuk setiap TPS, Panitia Pemungutan Suara dapat menggabungkan TPS Pemilu Legislatif lalu yang saling berdekatan.
Namun ada enam prinsip yang harus diperhatikan dalam penggabungan itu, yaitu prinsip partisipasi masyarakat, memudahkan pemilih, memperhatikan aspek geografis, jarak tempuh menuju TPS, batas waktu yang disedikan untuk pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS, dan tidak menggabungkan pemilih yang berasal dari desa/kelurahan berbeda dalam satu TPS.
Menurut Hadar, hingga kini jumlah Daftar Pemilih Sementara Hasil Pemutakhiran mencapai 187.370.624 yang tersebar di 477.291 TPS. “Untuk pemilih di luar negeri diberpirakan 2 juta,” kata Hadar.

Sesuai dengan Peraturan KPU No 4/2014 tentang Tahapan dan Jadwal Pilpres, pada rentang 3 Juni hingga 13 Juni adalah jadwal penetapan dan rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang di lakukan penyelenggara pemilu di tiap tingkatan. Untuk tingkat KPU pusat, rekapitulasi dan penetapan DPT berlangsung pada 12-13 Juni.

Ferry mengatakan, setelah DPT ditetapkan, jika masih ada warga yang belum masuk di dalamnya, maka bisa dimasukkan dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK). Penetapan DPK dilakukan pada rentang 1-2 Juli. “Kalau di DPT dan DPK pun tidak ada, maka pada hari H hak konstitusional warga tetap dijamin, mereka bisa datang ke TPS di daerahnya sesuai alamat KTP di TPS sesuai domisilinya,” kata Ferry.

Tanpa Perppu
Dalam UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden No 42/2008, sebenarnya tak mengatur berbagai jenis daftar pemilih, termasuk tak mengenal DPK dan DPK Tambahan. Pemerintah sudah menawarkan rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang untuk mengantisipasi hal tersebut, namun KPU merasa tak membutuhkan.

Komisioner KPU, Sigit Pamungkas, mengatakan, ketika ada ruang kosong dan tak dilarang UU, KPU bisa saja membuat peraturan KPU untuk mengatasi hal tersebut. “Selama proses itu untuk tertib administratif dan untuk meningkatkan mutu pemilu, maka itu tak masalah bagi untuk mengaturnya dalam PKPU,” kata Sigit.

UU Pemilu Presiden Wakil Presiden jika dilihat dari spirit undang-undang pemilu, termasuk UU yang ingin direvisi tapi tak pernah dituntaskan. “Berbeda dengan UU Pileg yang sudah direvisi dan dituntaskan, sehingga sempat banyak dilakukan perubahan administasi pemilu,” kata Sigit.

Seandainya UU Pilpres sempat direvisi, boleh jadi spirit pembuat UU tak jauh beda dengan UU Pileg menyangkut administrasi pemilu. “Kalau mau mempersoalkan aturannya, maka dia harus gugat PKPU itu kalau dirasa ada yang tak sesuai. Jadi diharapkan jika mempersoalkannya di depan, bukan di belakang,” kata Sigit. (AMR)

Leave a Reply