Jika LHKPN Berbeda Bisa Dituntut Pidana

Share Article

Para calon presiden dan calon wakil presiden pada Selasa (1/7), di Kantor KPU, Jakarta, mengumumkan laporan harta kekayaan mereka dengan difasilitasi Komisi Pemilihan Umum. Komisi Pemberantasan Korupsi turut menyaksikannya dan mengingatkan jika suatu saat ada yang tak sesuai dengan laporan mereka, KPK bisa menyeret mereka ke ranah pidana korupsi dan pidana pencucian uang.

“Dalam hal ada temuan ketidaksesuaian dan informasi lain KPK akan menerapkan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang untuk memproses adanya temuan tersebut,” kata Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja.

KPK telah melakukan verifikasi dan klarifikasi untuk menggambarkan harta yang dilaporkan sesuai kondisi yang sebenarnya. “KPU juga membuka ruang kepada masyarakat terkait harta kekayaan para calon. KPK juga menggelar verifikasi langsung kepada para calon,” kata Adnan.

Pelaporan harta kekayaan bertujuan untuk mendukung pemilu berintegritas. Salah satu yang ingin ditekankan adalah meyakinkan harta kekayaan yang dilaporkan bebas dari potensi benturan kepentingan yang akan berpengaruh dalam tugas pokok sebagai penyelengara negara.

“Harapannya, laporan harta kekayaan juga bisa memberi informasi kepada publik untuk dijadikan salah satu pertimbangan dalam memilih capres dan cawapres,” kata Adnan.

Para calon mengumumkan sendiri harta kekayaannya, hal itu sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban penyelenggara negara yaitu mengumumkan laporan harta kekayaan sebelum dan setelah menjabat. “Hal ini telah diatur dalam UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN,” kata Adnan.

Adnan berharap, laporan yang disampaikan dapat mencerminkan nilai-nilai kejujuran, keterbukaan, dan transparansi, keberanian, serta dapat mengajak peran serta masyarakat luas dalam menjaga dan mengawasi demokrasi.

Ketua KPU, Husni Kamil Manik, mengatakan, LHKPN para capres dan cawapres tersebut telah menjadi dokumen publik dan akan dipublikasikan di website KPU. Pengumuman LHKPN sengaja dilakukan KPU sebelum pemilu awal di luar negeri yang akan dimulai pada 4-6 Juli. “Tujuannya agar pemilih di luar negeri memiliki referensi tentang harta kekayaan para calon,” kata Husni.
Capres nomor urut 1 Prabowo Subianto memiliki harta tertinggi sebanyak Rp 1,67 triliun dan 7,5 juta dollar AS per 20 Mei 2014. Kemudian disusul cawapres nomor urut 2 Jusuf Kalla dengan total kekayaan Rp 465,61 miliar dan 1,05 juta dollar AS per 19 Mei 2014.
Posisi ketiga adalah harta kekayaan cawapres nomor urut 2 Hatta Rajasa sebanyak Rp 30,234 miliar dan 75.092 dollar AS per 20 Mei 2014, kemudian urutan terakhir adalah harta kekayaan capres nomor urut 1 Joko Widodo dengan harta sebanyak Rp 29,892 miliar dan 27.633 dollar AS per 14 Mei 2014.
Pada Maret 2012, Jokowi pernah malaporkan LHKPN ke KPK dengan harta kekayaan sebesar Rp 27,26 miliar. Dua tahun sebelumnya, pada 2010, Jokowi juga melaporkan LHKPN dengan kekayaan sebesar 18,4 miliar, atau meningkat sekitar Rp 9 miliar untuk dua tahun kemudian.

Prabowo juga pernah melaporkan LHKPN pada September 2003, yang saat itu sebagai mantan Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI Departemen Pertahanan. Kekayaannya waktu itu sebesar Rp 10,15 miliar.

Prabowo kembali melaporkan LHKPN ketika mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pada 18 Mei 2009. Tercatat waktu itu kekayaan Prabowo Rp 1,58 triliun dan 7.572 dollar AS.

Untuk Hatta, dalam data LHKPN tahun 2012, kekayaannya tercatat Rp 16,9 miliar dan 56.936 dollar AS. Sedangkan Jusuf Kalla, kekayaannya tercatat Rp 314,794 miliar menurut LHKPN 2012.

Komisioner KPU, Hadar N Gumay, mengatakan, KPU memang punya kewajiban untuk mengumumkan harta kekayaan para capres kepada publik. Namun demikian, dokumen tetap milik KPK dan KPK-lah yang berhak memverifikasinya.

“Kami dikasih dokumen LHKPN oleh KPK kemarin. Kemudian ada ide, bagaimana jika yang membacakan adalah para calon sendiri dan KPK juga setuju, jadi ide mengumumkan LHKPN oleh calon sendiri itu improvisasi, tak ada dalam UU,” kata Hadar. (AMR)

Leave a Reply