Jaga Kewibawaan, Presiden Butuh Jubir Kredibel

Share Article

Presiden Joko Widodo memerlukan juru bicara yang bisa mengkomunikasikan isu-isu harian kepada publik secara lebih elegan. Presiden harusnya hanya mengurusi hal-hal yang strategis. Apa yang telah dipraktikkan presiden saat ini telah mengorbankan kewibawaan lembaga kepresidenan.

Pengamat politik dan Direktur Populi Center, Nico Harjanto, di Jakarta, Sabtu (7/2), mengatakan, tanpa ada juru bicara pesan kepada mayarakat akan simpang siur sehingga masyarakat akan kebingungan. “Dengan juru bicara, presiden akan bisa fokus pada ranah pembuatan kebijakan yang memang diperlukan negara untuk perbaikan di banyak sektor,” katanya.

Presiden ke depan harusnya tidak lagi memberi pernyataan terkait isu-isu yang berkembang harian. “Presiden cukup menyampaikan hal-hal yang sifatnya strategis. Di luar itu, juru bicara yang harus memberikan pernyataan, menyampaikan yang menjadi keputusan pemerintah kepada publik,” kata Nico.

Simpang siur harus dihindari supaya tak ada penurunan wibawa kelembagaan. Misalnya, seorang Mensesneg yang merupakan pembantu presiden sudah menyampaikan permintaan kepada Bugi Gunawan agar mundul sebagai calon Kapolri tapi tak diikuti oleh orang yang bersangkutan.

“Apa yang jadi keinginan presiden yang baik untuk Polri itu harusnya diikuti oleh personel Polri. Ternyata kan tidak, itu bisa menurunkan kredibilitas, kepercayaan, dan wibawa kelembagaan Sekretariat Negara,” kata Nico. Seharusnya Mensesneg tak perlu berkomentar tentang hal itu, cukup disampaikan oleh juru bicara.

Ahli komunikasi politik, Effendi Gazali, mengatakan, memang kita berhadapan pada sosok presiden yang menggunakan gaya komunikasi cara Solo (Surakarta). Komunikasi gaya Solo kini sedang diuji. Jiokowi adalah sosok orang yang meyakini bahwa angkara murka bisa diatasi dengan kelembutan hati, dengan prinsip ‘suro diro jayaningrat lebur dening pangastuti’. Ini seperti batu yang lama-kelamaan bisa debentuk oleh tetesan air.

“Bisa jadi, dalam konteks konflik KPK-Polri, strategi buying time Jokowi dengan melawat ke luar negeri bisa ada benarnya,” kata Effendi. Menyelesaikan sesuatu tidak dengan tergesa-gesa walaupun ada desakan kuat untuk segera menyikapinya.

“Presiden sudah mendengar informasi banyak pihak, agar calon Kapolri Budi Gunawan mengundurkan diri. Sementara ini pilihan dia ke luar negeri dulu, kemudian membaca peristiwa yang ada tidak begitu mendesak dan masih terkelola dengan baik ketika Presiden nanti pulang dari lawatan,” kata Effendi.

Kalau itu terjadi, maka sudah benar rumus komunikasi politik gaya Solo. Kita akan berhadapan dengan gaya itu yang akan dipakai selanjutnya tapi mungkin akan ada perbaikan-perbaikan. “Misalnya, ada juru bicara. Atau konsepnya tak boleh ada juru bicara supaya peran presiden itu tetap tunggal.

Lalu siapa yang bisa mewakilinya? “Shadow speaker, juru bicara bayangan yang bisa diperankan oleh Mensesneg, Seskab. “Atau Kepala Istana Presiden. Tak apa-apa juga itu juga salah satu strategi komunikasi politik supaya tak terlalu menonjol,” kata Effendi.

Dengan cara itu, nanti presiden akan selalu benar. Jika ada yang salah, presiden bisa bilang tidak seperti itu maksudnya. “Ini strategi komunikasi politik. Hati-hati lho, Jokowi ini orang pintar yang sudah menghadapi berbagi persoalan sejak menjadi Walikota Surakarta,” kata Effendi. (AMR)

Leave a Reply