Praktik bekerjanya mafia proyek akhirnya terungkap gamblang di sidang
perkara korupsi pengadaan peralatan laboratorium Universitas Negeri
Jakarta (UNJ), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis (14/3). Para
saksi dari mantan karyawan Grup Permai mengakui telah mengirim uang
yang bisa disebut suap kepada panitia lelang di UNJ.
Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Pangeran Napitupulu kemarin
menghadirkan terdakwa Fakhruddin Arbah, Pembantu Rektor III UNJ, saat
itu pejabat pembuat komitmen, dan Tri Mulyono, dosen Fakultas Teknik
UNJ, saat itu ketua panitia pengadaan. Saksi yang dihadirkan adalah
mantan staf pemasaran Grup Permai Gerhana Sianipar, mantan Direktur
Pemasaran Grup Permai Mindo Rosa Manulang, dan mantan Wakil Direktur
Keuangan Yulianis.
Saksi Gerhana Sianipar mengaku, dirinya bersama staf lainnya yaitu
Melia Rike, ditugaskan Rosa untuk menangani proyek pengadaan
laboratorium UNJ. Ia mengaku pernah datang ke UNJ menemui Tri Mulyono,
namun dirinya membantah telah memerintahkan atau ikut memberikan
beberapa kali uang suap ke beberapa nama di UNJ.
Padahal, kata Pangeran Napitupulu, sebelumnya Melia Rike bersaksi,
pernah diperintahkan Gerhana membawa uang Rp 400 juta pada Februari
2010. "Melia itu sejak 2009 sudah kenal dengan orang-orang UNJ, sudah
senior dan mandiri bisa mengajukan kas, saya tidak memerintahkan,
hanya mengetahui dan disetujui Bu Rosa," kata Gerhana.
Namun, ia mengaku tahu ada pengajuan kas Rp 400 juta. Uang itu
merupakan pembayaran fee komitmen kepada panitia untuk proyek yang
telah terlaksana pada tahun 2009. Tujuannya agar panitia masih
mempercayai Grup Permai untuk menjalankan proyek 2010.
"Di kantor sudah ada sistem, bahwa panitia bisa mengajukan anggara
untuk panitia maksimal tiga persen dari keuntungan," kata Gerhana.
"Saudara tahu Rp 400 juta dibagikan ke siapa?" tanya Napitupulu yang
dijawab untuk panitia. "Waduh mulai berbelit belit ini. Jadi tidak
tahu kalau diberikan untuk Tri Mulyono dan kawan-kawan?" tanya
Napitupulu yang dijawab Gerhana tidak.
Gerhana akhirnya mengiyakan, uang sebesar Rp 400 juta tersebut
diberikan pada panitia yaitu Tri Mulyono, Suryadi, dan Dedi Purwana.
Pengajuan kas itu biasanya karena panitia yang minta atau orang
lapangan yang membutuhkan.
Dari pengajuan kas, juga terlihat ada nama Fahruddin dan juga Rektor
UNJ waktu itu. "Melia Rike ajukan kas untuk laptop. Saya
menyetujuinya. Laptop itu untuk Pak Rektor UNJ," kata Gerhana.
Gerhana juga mengaku, pernah dikenalkan oleh M Nazaruddin kepada
anggota DPR yang juga anggota Badan Anggaran yaitu Angelina Sondakh.
Perkenalan di hotel Sultan dengan beberapa staf Grup Permai yang
hadir. "Tujuan perkenalan itu agar bisa ajukan anggaran ke beliau
(Angelina Sondakh), untuk bisa atur proyek," kata Gerhana.
Saksi Mindo Rosa Manulang, memaparkan trik Grup Permai dalam
mendapatkan proyek-proyek di pemerintahkan. Menurut Rosa, salah satu
kunci keberhasilannya adalah pada upaya mengunci vendor agar tak bisa
memberikan rekomendasi untuk perusahaan lain.
"Barangnya aja yang dikunci. Kita tak perlu dekatin panitia
sebenarnya. Kita tekan vendor penyedia barang untuk beri dukungan,"
kata Rosa.
Ketika mengikuti lelang, Grup Permai memainkan "sandiwara" dengan
mengajukan 5-7 perusahaan. Anak buah yang datang ke panitia diatur
sedemikian rupa sehingga tidak mencolok. "Saat pengumuman pembukaan
lelang juga diatur, pura-pura berantem padahal ya kita-kita semua,"
kata Rosa.
Jika ada perusahaan lain di luar grup yang bikin masalah, maka akan
diselesaikan grup permai dengan diber "uang mundur". Salah satu
perusahaan yang disuruh mundur dan diberi uang Rp 10 juta adalah CV
Sinar Sakti.
Walau sudah mengunci vendor, Grup Permai masih tetap mengamankan
panitia dengan memberikan uang support atau commitment fee yang
besarnya 2-3 persen dari keuntungan. Total keuntungan yang ditetapkan
setiap proyek adalah 35-37 persen dari nilai kontrak. (AMR)