Djoko Susilo Perintahkan Setor Rp 4 M ke Politisi Senayan

Share Article

Ilustrasi Driving Simulator. Foto: Flickr/carlos-u

Endonesia.com
AKBP Teddy Rusmawan dalam sidang dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara untuk ujian mendapatkan Surat Izin Mengemudi, Selasa (28/5), menyatakan pernah diperintah atasannya, Irjen (Pol) Djoko Susilo, untuk menyetor uang Rp 4 miliar ke sejumlah politisi Senayan. Teddy adalah Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk bersaksi melawan atasannya, terdakwa Djoko Susilo.

Dalam kesaksiannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (28/5), Teddy mengaku diperintah terdakwa untuk memberikan empat kardus berisi uang tunai Rp 4 miliar untuk diserahkan kepada anggota Badan Anggaran DPR yang dikoordinasi Muhammad Nazaruddin.

Selain bertemu dengan Nazaruddin, Teddy juga bertemu dengan anggota DPR lain yaitu Bambang Soesatyo, Azis Syamsuddin, Herman Hery, dan Desmon Mahesa. Namun, tidak dijelaskan rinci bagian tiap orang tersebut dan tak dijelaskan uang itu tepatnya diberikan di mana.

Diduga ada beberapa kali pertemuan yang digelar Teddy bersama anggota DPR, dua diantaranya disebutkan di persidangan yaitu di restoran Plaza Senayan dan restoran Basara, Menara Summitmas, Jakarta. Dua-duanya diduga disertai dengan pemberian uang, hanya saja tak disebut jumlah masing-masing.

Saya ke sana diperintah terdakwa, menggunakan mobilnya Wasis (ajudan Djoko), saya ke sana (restoran di Plaza Senayan) karena pernah ketemu di Basara. Yang menerima di Plaza Senayan itu diterima sopir dan ajudan. Sesudah ketemu Aziz Syamsuddin dan Bambang Soesatyo,” kata Teddy. Tak disebutkan yang diberikan di Senayan itu uang Rp 4 miliar atau jumlah lain.

“Penggunaannya saya tidak tahu, saya hanya menyerahkan. Itu saja,” kata Teddy. Penyerahan uang itu tidak terkait dengan proyek Simulator SIM. Namun diduga terkait proyek lain pada 2010.

Teddy juga menceritakan informasi dari Nazaruddin bahwa pihaknya bisa menggolkan dana Rp 600 miliar untuk Korlantas Polri yang bisa disalurkan untuk dana pendidikan. “Waktu itu dia (Nazaruddin) menyampaikan Rp 600 miliar itu masuk dalam pendidikan,” kata Teddy. Belum terungkap dengan jelas apakah uang itu terkait penggiringan anggaran yang akan dilakukan M Nazaruddin, seperti dalam kasus-kasus lain yang melibatkan M Nazaruddin.

Penasehat hukum terdakwa, Teuku Nasrullah, sempat ingin mencoba memperjelas soal aliran dana ke para politisi senayan namun dicegah Ketua Majelis Hakim Suhartoyo. “Itu sensitif, tak perlu berulang-ulang,” kata Suhartoyo.

Teddy hanya menjelaskan, uang Rp 4 miliar tersebut merupakan uang Primkoppol (Primer Koperasi Kepolisian) yang dipinjamkan ke Djoko Susilo. Penasehat hukum sempat meragukan keterangan Teddy dan memicu kemarahan Teddy.

“Yang keluarkan uang adalah saya. Saya yang hitung uangnya Rp 4 miliar, ada kwitansinya Rp 4 miliar,” kata Teddy. “Itu yang ke Nazaruddin tadi berapa?” tanya Suhartoyo. “Siap, Nazaruddin pun juga terima Rp 4 miliar,” teriak Teddy.

Penasehet hukum terdakwa, Tommy Sihotong menyergah, “Jangan terpengaruh keterangan keras saksi. Ada kwitansinya enggak?” “Ada, sudah disita (KPK),” jawab Teddy.

“Itulah Bapak, jangan keras-keras, kami orang sipil kalau keras-keras juga takut. Jangan samakan di habitatnya sana,” Suhartoyo melerai. “Siap!” kata Teddy.

Selain uang untuk politisi senayan, Teddy sebagai Ketua Primkoppol juga mengeluarkan uang Rp 4 miliar sebagai pinjaman Djoko Susilo sebagai Kepala Korlantas. Ditanya jaksa Roni, uang tersebut untuk apa, Teddy menjawab sesuai berita telepon, uang tersebut untuk “backup operasional” Kapolri.

Total pinjaman yang diajukan Djoko sebagai Kepala Korlantas mencapai Rp 21 miliar. Dari total dana itu, yang sudah dikembalikan Djoko adalah Rp 3 miliar sehingga tersisa Rp 18 miliar. Saksi lain, Halijah, mantan Bendahara Primkoppol, mengatakan yang sudah dikembalikan Rp 4 miliar.

Di samping itu, Teddy juga mendengar dari Budi bahwa Budi memberikan Rp 30 miliar kepada Djoko. Ia tahu informasi itu karene Budi pernah komplain bahwa ia “dirampok” Djoko. “Rp 30 miliar sesuai ceritanya Budi. Dia terima Rp 47 miliar dari pencairan proyek, kemudian diambil terdakwa Rp 30 miliar,” kata Teddy.

Terdakwa Djoko Susilo membantah ia telah menerima uang Rp 30 miliar dari Budi Susanto. Ia juga membantah menerima fee dari proyek-proyek yang ada. “Saya juga tak pernah memberikan uang kepada anggota DPR atau pihak lain,” katanya. (ays)

Leave a Reply