Dianggap Abai, Komnas HAM Diadukan

Share Article

Para korban pelanggaran HAM berat pada Kamis (4/4) mendatangi kantor

Ombudsman RI di Jakarta untuk mengadukan lembaga Komnas HAM yang

dianggap abai terhadap pelayanan publik. Pelayanan publik yang

dimaksud berupa penerbitan surat rekomendasi untuk korban pelanggaran

HAM berat yang sulit mereka dapatkan pascahabisnya kepengurusan Komnas

HAM yang dulu diketuai Ifdhal Kasim.

Surat keterangan dari Komnas HAM tersebut krusial karena digunakan

untuk mengurus hak para korban dan keluarga korban untuk mendapatkan

layanan medis dan psikososial. Jika tak ada surat Komnas HAM tersebut,

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memproses layanan

medis dan psikososia tersebut tak bisa melayani korban dan keluarga

korban untuk mendapatkan haknya.

Seorang nenek bernama Ruyati Darwin mengatakan, ia dan teman-temannya

yang merupakan keluarga korban pelanggaran HAM pada Mei 1998,

mengatakan hingga kini usahanya untuk mengurus hak berupa layanan

pengobatan masih kandas karena surat dari Komnas HAM yang lambat.

"Kami sudah 15 tahun berjuang hingga kini belum mendapat pengobatan,"

katanya.

Wanmayeti, korban pelanggaran HAM peristiwa Tanjung Priok, mengatakan

banyak keluarga korban yang sudah mengurus surat ke LPSK untuk

mendapatkan layanan pengobatan namun mentok di surat keterangan Komnas

HAM yang menyatakan mereka adalah benar-benar keluarga korban

pelanggaran HAM. Dari para keluarga korban yang senasib tersebut,

mereka saling berkoordinasi dan saling berbagi pengalaman susahnya

mengurus surat ke Komnas HAM.

"Teman-teman di Purwokerto yang merupakan korban peristiwa 1965 banyak

yang mengajukan ke LPSK, tapi baru mengajukan 1 orang ke Komnas HAM

saja hingga kini tak ada kabar," kata Wanmayeti. Di Purwokerto,

ratusan korban G30S-PKI 1965 sedang menunggu kepastian untuk

mendapatkan haknya.

Rini Pratsnawati, pendamping korban pelanggaran HAM berat dari ELSAM,

mengatakan dulu ketika Komnas HAM masih berada di bawah kepemimpinan

Ifdhal Kasim, mengurus surat rekomendasi ke Komnas HAM tak sesulit

sekarang. Bahkan, jika administrasinya lengkap, surat bisa ditunggu

satu jam jadi.

Kini kondisinya jauh berbeda. Tak hanya berbulan-bulan, tapi juga

mengontak Komnas HAM termasuk susah. "Keprihatinan kami, para korban

itu sudah banyak yang sepuh, perlu layanan cepat. Jangan sampai baru

dapat surat tapi orangnya sudah meninggal," kata Rini.

Ternyata, pernah dalam beberapa bulan lalu, seorang korban peristiwa

1965 yang sudah lama mengurus surat untuk layanan pengobatan, akhirnya

mendapatkan surat dari Komnas HAM namun ternyata yang bersangkutan

sudah meninggal. "Surat keterangan akhirnya sampai tapi korbannya

sudah meninggal karena terlalu lamanya surat Komnas HAM," kata

Muhammad Daud, pendamping korban pelanggaran HAM dari Kontras.

Jadi, kecepatan Komnas HAM dalam memberikan surat keterangan sangat

penting karena menyangkut nyawa korban.

Berdasarkan peraturan LPSK Nomor 4 Tahun 2009, untuk mendapatkan

layanan medis dan psikososial, standard operastional procedure (SOP)

telah ditetapkan bahwa LPSK baru bisa memberikan layanan untuk para

korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat jika yang

bersangkutan mendapatkan surat keterangan dari Komnas HAM. Komnas HAM

biasanya memverifikasi berdasarkan data dan dokumen yang sudah ada

atau dengan kesaksian rekan korban seangkatan.

"Dulu SOP seperti itu berjalan baik. Di periode sekarang tak berjalan

dengan baik. Tanpa surat rekomendasi Komnas HAM itu mereka tak akan

dapat layanan karena terkait anggaran," kata Daud.

Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso, yang menerima

para pelapor, berjanji akan memanggil Komnas HAM untuk mengetahui

duduk persoalannya. "Kita harus dengar dulu dari Komnas HAM apa yang

terjadi, karena prinsipnya Ombudsman itu imparsial, tidak boleh

memihak," kata Budi.

Jika fakta yang dialami para keluarga korban tersebut akibat konflik

internal di Komnas HAM, Ombudsman akan meminta agar konflik bisa

diselesaikan segera. "Tapi kalau bukan itu jawabannya, akan kita tanya

apa penyebabnya. Kita sendiri di Ombudsman tak akan intervensi karena

kita tak mencampuri urusan rumah tangga orang," kata Budi.

Selain pengaduan dari keluarga korban pelanggaran HAM terkait

pengurusan surat, Ombudsman dijadwalkan juga akan menerima pengadan

serupa pada Senin pekan depan. Hanya saja, pada Senin depan, tema

aduan akan lebih bersifat umum. (AMR)

Leave a Reply