Dari Bisnis Keris Hingga Apa Lagi?

Share Article

Seolah sudah jamak, ketika dihadapkan di persidangan terkait dakwaan pencucian uang, salah satu yang umum digunakan terdakwa untuk pembelaan adalah adanya bisnis tak tampak yang omsetnya mencengangkan. Jika tidak berupa jual beli perhiasan, biasanya berupa bisnis barang antik, atau jual beli properti.

Kali ini, terdakwa dalam perkara dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara Korps Lalu Lintas Polri yang juga menghadapi dakwaan tindak pidana pencucian uang, Irjen Djoko Susilo, ternyata mengaku menekuni bisnis jual beli pusaka. Seorang saksi yang mengaku sering terlibat jual beli pusaka keris dihadirkan dalam sidang.

Adalah Indra Jaya Febru Hariadi, sorang “ahli” keris yang menekuni jual beli keris dihadirkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada pekan lalu. Ia mengaku pernah berdinas di Kodam V Brawijaya dan kemudian akrab dengan Djoko karena sama-sama menyukai keris.

Tersebutlah transaksi miliaran rupiah yang berhasil dibukukan Djoko dari menjual keris. Indra mengatakan, penggemar keris dari Jerman bernama Andreas, sempat datang ke Indonesia dan mencari keris yang kebetulan berada di tangan Djoko.

Indra kemudian membawa Andreas ke Djoko dan disitulah tiga buah keris dihargai dengan “mahar” yang nilainya fantastis mencapai 680.000 euro. Satu keris lagi diberikan sebagai tanda mata atau hadiah.

Tak hanya fantastis dalam membukukan penjualan keris. Setelah transaksi dengan orang Jerman, Djoko juga membukukan pembelian keris yang nilainya fantastis juga total Rp 1,7 miliar. Keris yang dibeli masih dalam lingkaran kekuasaan saksi Indra, yaitu 16 keris peninggalan keluarga Indra yang akhirnya dijual kepada Djoko.

Jika uang itu diberikan tunai atau transfer, pasti jaksa KPK dengan mudah bisa melacak transaksinya. Namun, nilai sebesar itu tidak diberikan dalam bentuk uang melainkan sebidang tanah dan bangunan rumah di Pesona Kayangan, Depok, Jawa Barat. Nilai rumah mencapai Rp 1,6 miliar. “Saya masih mendapat tambahan uang Rp 150 juta dari Pak Djoko,” kata Indra.

Menguji saksi
Majelis Hakim sempat menguji pengetahuan saksi Indra soal seluk-beluk keris, mulai dari pamor keris hingga luk keris dan ritual-ritualnya. Indra berusaha menjawab dengan penuh keyakinan dan bahkan pembicaraannya soal luk-luk keris sulit dihentikan Ketua Hakim Suhartoyo.

“Sudah-sudah, jangan cerita luk-luk lagi. Hakim perlu tahu apa ini asal cerita atau tahu bener,” kata Suhartoyo. “Luk 3 namanya jangkung, luk 9 namanya sempono…” kata Indra, yang langsung disergah Suhartoyo, “Sudah…tambah bingung pengunjung sidang.” “O…. siap!” jawab Indra.

Indra sempat dicecar soal perbedaan hitungan keris yang dimiliki Djoko Susilo. Di Berita Acara Pemeriksaan, Indra hanya mengakui 100an keris, namun di sidang ia bilang 200 lebih. “Mboten (tidak), saya matur (bilang) 200an lebih. Keris itu dititipkan ke saya untuk dicuci. Setelah itu baru Pak Djoko kena kasus dan katanya keris akan disita,” kata Indra.

“Penyidik mau menyita?” tanya Suhartoyo. “Iya, saya matur (bilang) kalau disita silakan tapi enggak ada yang menyita,” kata Indra. “Belum disita Pak Jaksa ya? O.. belum. Memang kalau sudah berurusan dengan pusaka keris itu susah ya,” celetuk Suhartoyo.

Tak bisa dipungkiri, pejabat di Jawa banyak yang tak bisa lepas dengan pusaka keris. Beberapa menyikapi pusaka keris secara netral, namun sebagian lagi menganggap pusaka keris sebagai penambah pamor wibawa pemiliknya.

Tak hanya sebagai pamor wibawa, Indra menyebutkan, ketika Djoko memegang keris, tampaklah kesaktiannya. “Kalau pegang keris, rambutnya enggak bisa dipotong. Terus kerisnya jadi warna merah delima,” kata Indra.

Djoko juga digambarkan sebagai sosok yang suka mencari tempat-tempat keramat serta gemar mencari rumah antik. Pengakuan itu disampaikan saksi Hirawan.

“Pak Djoko senang mengoleksi keris pusaka atau wesi aji Pak Djoko juga sering ke tempat keramat. Sering cari kesaktian. Tapi saya enggak suka,” kata Hirawan.

Djoko Susilo sebagai terdakwa memang berhak untuk membuktikan asal-usul harta kekayaannya. Jika pada sidang tindak pidana pencucian uang dari terdakwa perempuan, biasanya mereka berkedok bisnis perhiasan atau berlian, untuk mendongkrak nilai transaksi yang fantastis.

Pada sidang-sidang pekan ini, memang giliran Djoko untuk mengajukan saksi dan ahli meringankan terkait kepemilikan hartanya. Kita tidak bisa dengan mudah menilai, apakah klaim yang dibeberkan saksi-saksi meringankan tersebut benar atau hanya kedok semata.

Kadang, kita hanya merasakan sentilan-sentilan dari para hakim sebagai sesuatu yang patut dicatat, atau ditertawakan karena logika saksi dianggap menggelikan. Hanya kepada keyakinan hakim lah kita berharap agar keterangan saksi bisa dinilai dengan adil. Kita tunggu saksi-saksi Djoko di persidangan nanti. (Amir Sodikin)

Leave a Reply