"Tambah Darah" dalam Gim "Driving Simulator"

Share Article

Pada Maret 2011, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) Sukotjo S Bambang dipanggil menghadap staf Korlantas Polri bernama I Nyoman Suarti dan heru. "Bos, kasihan Pak Waka (Wakil Kepala Korps Lalu Lintas saat itu dijabat Brigjen Pol Didik Purnomo), Budi Susanto enggak pernah perhatikan Waka," kata staf Korlantas tersebut.
 Sukotjo yang menjadi subkontraktor pekerjaan pengadaan simulator berkendara untuk ujian mendapatkan Surat Izin Mengemudi di Korlantas pada 2011 itu berlagak bodoh dengan bertanya apa maksud memperhatikan. "Ya berikan danalah, kaliber 50 atau kaliber 100," kata staf Korlantas. Tiga hari kemudian, tepatnya hari Jumat, Sukotjo pun datang kembali sambil membawa oleh-oleh dari Bandung. "Sudah ada barangnya," kata Sukotjo. "Kaliber berapa yang dibawa," tanya staf Korlantas. "Kaliber 50," kata Sukotjo. "Bagaimana kemasannya?" tanya staf Korlantas. "Biasa, oleh-oleh Bandung. Brownis," jawab Sukotjo. Oleh-oleh brownis itu kemudian menurut Sukotjo dibawa oleh staf bernama Indra ke ruangan Pak Waka. Majelis Hakim yang diketuai Suhartoyo dalam sidang dengan terdakwa Irjen (Pol) Djoko Susilo pada Jumat (24/5) tampak terpana mendengar kisah Sukotjo. "Apa maksudnya keliber 50 dan kaliber 100," tanya Suhartoyo. Sukotjo menjelaskan, itu maksudnya Rp 50 juta atau Rp 100 juta, uang kemudian disamarkan dalam bungkusan kue brownis, oleh-oleh khas Bandung, tempat PT ITI berada. Sukotjo mengatakan, uang itu diberikan kepada Didik sebagai Wakil Korlantas untuk memuluskan komunikasi dirinya dengan Korlantas. Di ruangan Didik, Sukotjo kemudian menyerahkan oleh-oleh sambil melaporkan masalah simulator berkendara 2009 dan teknis soal simulator berkendara 2011. "Saya bertemu satu jam, setelah itu pulang," katanya. Selain menggunakan sandi kaliber dan kue brownis, Sukotjo juga pernah dengan tangkas menangkap sandi permintaan uang dari Staf bagian Perencanaan dan Administrasi Korlantas Polri, AKP Ni Nyoman Suartini. Dalam penyiapan dokumen, Sukotjo memang sering bekerja dengan Nyoman. "Udah capek Bos, malam Minggu nih, butuh tambah darah," kata Sukotjo, menirukan perkataan Nyoman. "Tambah darah" itu merupakan sandi untuk permintaan uang. Jika sudah begitu, Sukotjo akan memberikan uang dengan kisaran rata-rata Rp 10 juta. "Apa dibagi ke temannya?" tanya hakim Martinus. "Saya tak tahu," jawab Sukotjo. Aliran dana Sukotjo pada 13 Januari 2011 juga mengaku pernah menyerahkan uang Rp 8 miliar ke Primkopol yang katanya untuk proyek TNKB. Uang itu atas permintaan Budi Susanto, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) yang menjadi mitra bisnisnya. Di hari yang sama, ia juga menyerahkan dana Rp 2 miliar secara tunai untuk Djoko Susilo dan Rp 2 miliar untuk Budi Susanto. Untuk Djoko, uang diterima sekretaris pribadinya bernama Erna, sedangkan untuk Budi diterima langsung yang bersangkutan."Pada 14 Januari 2011, saya juga diminta tranfer ke Primkopol Rp 7 miliar," kata Sukotjo. Permintaan uang itu disampaikan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa AKBP Tedy Rusmawan kepada Budi Susanto saat studi banding di Singapore Driving Safety Center. Menurut Sukotjo, Tedy bilang Djoko Susilo yang meminta uang itu. "Saya ada di situ. Saya dengar permintaan uang itu, kemudian Budi Susanto minta saya transfer Rp 7 miliar, saat itu juga," kata Sukotjo. Akhirnya, Sukotjo menghubungi bendaharanya, Vivi, agar mentransfer Rp 7 miliar ke Primkopol.
Tanggal 17 Januari 2011, kembali Budi Susanto meminta Sukotjo mentransfer pegawainya Rp 1 miliar. Lalu, tanggal 26 Januari 2011 kembali diminta Budi mentransfer ke Suripto Rp 1 miliar dan ke Mulyadi Rp 3,5 miliar. "Budi bilang dia butuh uang untuk proyek," kata Sukotjo.

Tanggal 18 Februari, kembali Sukotjo diminta Budi transfer Rp 2 miliar ke Mulyadi. "Untuk proyek katanya, saya anggap itu untuk proyek simulator berkendara," kata Sukotjo. Sukotjo kembali mendengar ada permintaan yang diatasnamakan untuk terdakwa Djoko pada 21 Februari. "Saya diminta Budi transfer Rp 4 miliar, Pak DS ada kebutuhan katanya," kata Sukotjo. Uang itu kemudian diantar tunai ke Budi Susanto. Tanggal 25 Februari 2011 masih ada juga permintaan dari Budi Rp 1 miliar yang ditransfer ke Mulyadi. Sukotjo juga memberikan uang tips untuk Irwasum pada 8 Maret 2011 senilai Rp 150 juta. "Itu untuk preaudit simulator berkendara roda empat karena dananya melebihi Rp 100 miliar, maka dilakukan preaudit dari Mabes Polri," kata Sukotjo. Dana itu dibagikan ke anggota tim untuk memuluskan proses agar tim bisa menyetujui dengan pemenangnya PT CCMA. "Tunai diserahkan ke Kompol Endah.  Tak ada tanda terima," kata Sukotjo.Keesokan harinya tanggal 9 Maret 2011, di pabrik Budi Susanto, Budi meminta Rp 50 juta untuk diberikan kepada Wakil Ketua Tim I Gusti Ketut Gunawa. "Dia masih di tempat itu. Dana itu untuk memuluskan PT CCMA sebagai pemenang," kata Sukotjo.

Beberapa hari kemudian, 14 Maret  2011, Budi minta Rp 500 juta. "Menurut Budi dan Tedy akan diberikan ke Ketua Tim Irwasum Pak Wahyu.  Saya berikan Rp 500 miliar dengan azas percaya. Apa disampaikan atau tidak, saya tak tahu," kata Sukotjo. Pada hari yang sama, Budi dan Tedy minta lagi Rp 1 milar supaya proyek lancar. "Uang itu akan diberikan kepada Ketua Irwasum, Pak Fajar," kata Sukotjo.Di luar itu, masih ada uang kecil yang diberikan kepada Tim Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) saat melakukan pemeriksaan ke pabrik PT ITI di Bandung. "Mereka sekitar 5 sampai 7 orang, rata-rata saya beri Rp 2,5 juta sampai Rp 15 juta tergantung pangkat," kata Sukotjo. Uang terakhir yang dibagi-bagi Sukotjo adalah pada Juli 2011, tiga hari sebelum perusahaan Sukotjo "dirampas" yang menurut Sukotjo dilakukan anak buah Djoko Susilo dan Budi Susanto. "Tim Wasdal untuk simulator berkendara roda empat datang untuk memeriksa persiapan produksi," kata Sukotjo. Jauh sebelum itu, Oktober 2010, ketika proyek masih direncanakan, Sukotjo juga sudah memberikan uang Rp 50 juta kepada staf bernama Darsian, bagian keuangan Mabes Polri. Tujuannya untuk mengetahui dana yang akan dialokasikan ke Korlantas untuk proyek simulator berkendara. "Cari contekan dulu," kata Sukotjo. Maka, tak ada celah yang tak tertambali "tambah darah" oleh Sukotjo, hanya untuk memastikan proyek tersebut pasti di tangan. Akhirnya, lelang yang telah dirancang strateginya dilakukan mulai Januari 2011. Dalam menyiapkan lelang pun, "tambah darah" terus disuntikkan untuk mencari perusahaan-perusahaan pendamping. Sukotjo mdemberi Rp 70 juta kepada Jumadi yang dimintai bantuan menyiapkan perusahaan-perusahaan pendamping.Namun, semua tambah darah yang lebih dari Rp 32 miliar itu berakhir tragis. Proyek tak bisa diselesaikan, perusahaan Sukotjo "dirampas", dan para pelakunya kini diseret ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
Gim bernama "Driving Simulator" yang diharapkan bisa dimainkan indah itu harus berakhir menyakitkan bagi semua pihak. Belum jelas betul penyebabnya karena salah satu saksi kunci, Budi Susanto, belum memenuhi panggilan KPK untuk dimintai keterangan di persidangan. Kita tunggu kedatangan Budi Susanto.  (Amir Sodikin)

Leave a Reply