Calon DPD Tuding Bawaslu Diskriminatif

Share Article

Koalisi Calon DPD RI Antidiskriminasi Penyelenggaraan Pemilu menolak rencana dialokasikannya dana saksi parpol dari APBN. Mereka menuding Badan Pengawas Pemilu telah diskriminatif karena memperjuangkan peserta pemilu lain untuk mendapatkan dana saksi parpol.

Koalisi Calon DPD tersebut menggelar unjuk rasa di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Senin (3/2). “Menolak dana saksi parpol di TPS karena terjadi diskriminasi terhadap peserta Pemilu,” begitu pernyataan sikap yang ditandatangani empat orang calon DPD, yaitu Suratman (Calon DPD DI Yogyakarta), Ramdansyah (Calon DPD DKI Jakarta), Abu Kasim Sangaji (Calon DPD Maluku), dan Khairudin Gustam (Calon DPD Lampung).

Ramdansyah mengatakan, Bawaslu tiba-tiba saja menjadi pejuang untuk mengedepankan keberadaan dana saksi parpol di TPS. “Lebih aneh lagi keberadaan saksi sebenarnya cakupan kerja dari penyelenggara teknis dalam hal ini KPU tapi dikerjakan pengawas Pemilu,” kata Ramdansyah.

Mereka menganggap, Bawaslu telah melanggar ketentuan Pasal 74 ayat a UU No 15 tahun 2011 yang menyatakan Bawaslu tidak bersikap diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Sudah jelas disebutkan bahwa peserta pemilu itu tak hanya parpol, tapi juga ada dari perseorangan yaitu calon DPD.
Fasilitasi terhadap dana saksi Parpol di TPS telah mengingkari asas adil karena pemberian dana saksi hanya diberikan untuk partai politik, sementara dana saksi peserta Pemilu dari DPD diabaikan. Dana saksi parpol ini juga dianggap tak efisien dan pemborosan uang rakyat.
Melanggengkan kecurigaan
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional Didi Supriyanto mengatakan, hadirnya saksi parpol adalah wujud dari ketidakpercayaan parpol terhadap sistem penyelenggaraan Pemilu yang jujur dan adil. Filosofinya, parpol saling tak percaya, baik kepada parpol lain maupun kepada penyelenggara.

Namun, kata Didi, jika penyelenggara Pemilu kapasitasnya diperkuat, maka seharusnya keraguan itu bisa dikikis. “Daripada membiayai saksi parpol dengan uang negara, yang lebih mendesak itu justru memperkuat kapasitas Bawaslu untuk mengawasi agar tak ada kecurangan lagi di TPS,” kata Didi.

Jika pemerintah tetap akan mengucurkan dana saksi parpol, maka itu berarti sama saja dengan melanggengkan kecurigaan antarparpol dan kecurigaan terhadap penyelenggara Pemilu tetap akan subur. Pada akhirnya, kata Didi, Pemilu tetap tak bisa dijamin kualitas penyelenggaraannya.

“Parpol tak perlu memaksakan diri memiliki saksi di TPS, yang penting bagaimana mendorong Bawaslu berkinerja bagus,” kata Didi. Didi mengajak agar semua pihak setuju memperkuat penyelenggara Pemilu agar lebih independen dan kredibel sehingga mampu menggelar Pemilu yang jurdil. (AMR)

Leave a Reply