Fenomena orang-orang yang melamar calon legislatif di beberapa partai
atau di beberapa daerah pemilihan, semakin membuktikan partai politik
tak serius mencari kader terbaik. Kenyataan ini juga membuka mata
bahwa pekerjaan anggota legislatif bukan prestisius lagi dan tak ada
bedanya dengan pekerjaan biasa lainnya.
Demikian disampaikan Dewan Pengarah Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk
Rakyat (JPPR), Yusfitriadi, dan Guru Besar Psikologi Politik Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, di Jakarta, Sabtu
(27/4). Yusfitriadi mengungkapkan, pihaknya sudah menerima laporan
adanya perburuan pekerjaan untuk menjadi caleg ini.
"Saya sudah mendapatkan laporan kasus itu dan itu tebagi menjadi tiga
kategori," kata Yusfitriadi. Kategori pertama: orang mendaftar menjadi
caleg di dua bahkan tiga partai sekaligus. Kategori kedua: orang
mendaftar caleg di satu partai namun namanya didaftarkan di dua atau
tiga daerah pemilihan yang berbeda agar peluangnya tinggi.
"Kategori ketiga, ada orang yang menjadi pengurus di Parpol A, namun
dia juga tercantum sebagai caleg dari Parpol B," kata Yusfitriadi.
Tujuannya agar mendapatkan nomor urut yang lebih baik.
Yusfitriadi mengistilahkan, fenomena ini menunjukkan banyaknya
petualang politik yang orientasinya kekuasaan dan uang semata. Mereka
menganggap anggota legislatif adalah lahan yang mampu memberikan
pekerjaan.
Tidak serius
Hamdi Muluk menilai, kondisi ini terjadi akibat adanya penurunan
derajat jabatan anggota legislatif. "Padahal di negara maju, pekerjaan
legislator dan senator ini sangat prestisius sehingga banyak orang
sejak lama mencita-citakan," katanya.
Di Indonesia, orang hari ini mencita-citakan sebagai anggota
legislatif, besok dia sudah bisa mendaftar. "Seharusnya orang harus
tahu diri karena yang bisa menjadi legislator itu orang pilihan. Orang
tak bisa menjangkau karir itu dengan cepat karena ada jalurnya, harus
dikader, dan siap mental," kata Hamdi.
Calon pemilih sendiri memang sudah memandang rendah pekerjaan
legislatif ini, bahkan jadi bahan olok-olok. "Celakanya, partai juga
tidak serius, yang harusnya teliti dan mempersiapkan kader terbaiknya
ternyata teledor," kata Hamdi.
Partai tidak serius mencari orang terbaik. Siapapun bisa menjadi wakil
rakyat, tapi sebenarnya tak semua orang bisa menjadi legislator.
"Pekerjaan ini membutuhkan ilmu, ketrampilan, dan pengetahuan yang
baik soal kebijakan publik," kata Hamdi.
Selain itu, faktanya memang stok orang-orang baik untuk menjadi caleg
memang terbatas. Partai kelabakan mencari kandidat. "Orang-orang baik
merasa ngeri jadi politisi. Akhirnya jumlah orang baik yang mau
dicalonkan sebagai caleg terbatas," papar Hamdi. (AMR)