Bioremediasi Chevron: Herlan Divonis 6 Tahun Penjara

Share Article

Jakarta, Kompas.com

Kontraktor pekerjaan teknis bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia
yang juga Direktur PT Sumigita Jaya, Herlan bin Ompo akhirnya divonis
dengan pidana penjara enam tahun. Herlan juga didenda Rp 250 juta
subsider kurungan tiga bulan.

Perusahaan PT Sumigita Jaya juga diwajibkan membayar yang pengganti
kerugian negara sebesar 6,9 juta dollar AS. Demikian putusan yang
disampaikan Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (8/5/2013).

“Menyatakan terdakwa Herlan bin Ompo terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan
belanjut,” kata Ketua Majelis Hakim, Sudharmawatiningsih.

Herlan diyakini bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana
dalam dakwaan primer melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU No
31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 juncto
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.
Kerugian negara dihitung mencapai 3,089 juta dollar AS.

Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum pada
Kejaksaan Agung yaitu pidana penjara 15 tahun, denda Rp 1 miliar
subsider kurungan 6 bulan, dan uang pengganti kerugian negara 6,9 juta
dollar AS.

PT Sumigita Jaya dalam menjalankan proses bioremediasi dianggap tak
mengantongi izin dari instansi yang bertanggung jawab. Hal tersebut
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun.

Dalam memproses limbah dengan cara bioremediasi, tahapan-tahapan yang
dilakukan dianggap tak sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara Dan Persyaratan
Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi Dan Tanah Terkontaminasi Oleh
Minyak Bumi Secara Biologis.

Hakim beda pendapat

Seperti dalam vonis kontraktor Chevron sebelumnya yang menimpa Rikcsy
Prematuri, dalam putusan Herlan juga tak tercapai kata mufakat dari
majelis hakim. Hakim anggota IV yaitu Sofialdi berbeda pendapat atau
mengajukan dissenting opinion atas keputusan bersalah Herlan.

Sofialdi berpendapat, terdakwa tak terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah baik sesuai dakwaan primer maupun dakwaan subsider. Pekerjaan
bioremediasi telah dilakukan PT Sumigita Jaya dan telah selesai
serahkan kepada Chevron.

Sebagai kontraktor pekerjaan teknis, berdasarkan peraturan pemerintah,
PT Sumigita Jaya juga tak harus mengurus izin sendiri karena kewajiban
mengurus izin ada pada Chevron sebagai pemilik limbah.

Sofialdi juga mengungkapkan, pengambilan sampel yang dilakukan ahli
kejaksaan Edison Effendi dan uji sampel yang hanya dilakukan di
laboratorium dadakan di Kejagung, tak bisa digunakan sebagai bukti
yang sah di persidangan. Uji sampel bertentangan dengan peraturan
menteri tentang laboratorium lingkungan hidup yang tak bersertifikat.

“Hasilnya menjadi tidak valid dan tidak ilmiah, apalagi digunakan
untuk menyatakan kesalahan sebuah perkara,” kata Sofialdi. Karena itu,
unsur melawan hukum tak terbukti.

PT SGJ juga tak tunduk pada aturan Pedoman Tata Kerja (PTK) 007/2004
karena SGJ bukanlah perusahaan K3S. Aturan PTK 007 dikeluarkan untuk
perusahaan K3S dalam hal ini Chevron. Apalagi, dalam PTK 007 tersebut
ada pula disinggung soal perusahaan mampu yang bisa menjadi kontraktor
pelaksana.

Dakwaan ditempel

Menanggapi vonis tersebut, Herlan mengatakan semua fakta yang ada di
persidangan telah diabaikan majelis hakim. “Dakwaan hanya ditempel
sebagai pertimbangan majelis hakim untuk vonis,” kata Herlan.

Keganjilan soal Edison sebagai ahli kejaksaan yang merupakan orang
yang sakit hati karena pernah kalah tender di PT Chevron tak pernah
disebut majelis hakim. “Tampak jelas kasus ini adalah persahabatan
antara Edison, jaksa, dan hakim,” katanya.

Herlan didakwa berdasar keterangan Edison yang sakit hati dan dalam
sidang tim penasehat hukum sudah walk out memprotes kridibilitas
ahli. Namun, persoalan itu ternyata tak pernah disinggung majelis
hakim.

“Pada kenyataannya semua uji hasil sampling Efendi, yang telah
dilakukan dengan tidak benar, digunakan untuk mendakwa saya. Kemudian
Edison juga dijadikan sebagai ahli dan saksi fakta dalam persidangan
ini juga. Dia yang bawa bukti, dia yang analisa, dia yang benarkan di
persidangan dan diamini hakim,” kata Herlan.

Herlan bertekad akan banding dan akan terus berjuang untuk mencari
keadilan. “Sampai ujung dunia pun saya akan banding. Saya akan
melawan. Chevron juga akan mengupayakan perlawanan. Saya enggak rela
negara saya diperlakukan seperti ini oleh kejaksaan. Kita pakai otak,
bukan dengkul,” kata Herlan.

Herlan heran, padahal tak ada kerugian negara akibat kasus ini.
Berdasarkan ketentuan productin sharing contract, negara dan Chevron
telah memiliki mekanisme penyelesaian jika terjadi sengketa keuangan
dan itu sudah dilakukan negara dengan mensuspend atau membekukan dana
9 juta dollar AS yang merupakan dana cost recovery yang diajukan
Chevron untuk kegiatan bioremediasi.

Sehingga yang terjadi, tak ada kerugian negara akibat bioremediasi
ini. Uang yang dibayarkan kepada PT SGJ adalah uang Chevron sendiri
karena uang negara masih dibekukan oleh negara. (Amir Sodikin)

Leave a Reply