Beharap Justice Collaborator, Kosasih Banding

Share Article

Berharap statusnya sebagai justice collaborator atau rekan keadilan

diapresiasi, Kosasih Abbas menyatakan akan banding terhadap putusan

hakim yang telah memvonisnya pidana penjara empat tahun, sama dengan

tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Walaupun

vonis Kosasih jauh lebih ringan dari Jacob, ia kecewa dengan hakim

yang tak memasukkan pertimbangan justice collaborator dalam amar

putusannya.

Kosasih bersama atasannya yaitu Jacob Purwono adalah terdakwa perkara

korupsi pengadaan dan pemasangan listrik perdesaan atau solar home

system yang dibiayai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun

2007-2008. Hakim telah memvonis Jacob pidana penjara 9 tahun dan denda

Rp 300 juta subsider kurungan enam bulan.

Kosasih lewat penasehat hukumnya, Andy Syahputra, di Jakarta, Selasa

(12/2), mengatakan pihaknya memutuskan untuk banding karena majelis

hakim dalam amar putusan setebal kurang lebih 1.200 halaman sama

sekali tak menyinggung soal status Kosasih sebagai rekan keadilan.

"Untuk menjadi justice collaborator itu perlu pengorbanan yang besar.

Upaya banding Kosasih dimaksudkan agar eksistensi justice collaborator

ke depan makin berkembang karena kalau dibiarkan akan jadi preseden

buruk, layu sebelum berkembang," kata Andy.

Kosasih lewat pengacaranya menandaskan, upaya bandingnya bukan

bertujuan untuk melawan KPK melainkan demi membela tujuan baik dari

diadakannya aturan rekan keadilan. Mahkamah Agung telah mengeluarkan

aturan soal rekan keadilan tersebut dan tertuang dalam Surat Edaran MA

(SEMA) No 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Whistleblower dan

Justice Collaborator. "Agar justice collaborator nantinya menjadi

perhatian aparat penegak hukum," katanya.

Keputusan banding itu diambil setelah mendengarkan dan

mempertimbangkan berbagai masukan dari pakar hukum, Lembaga

Perlindungan Saksi dan Korban, dan penggiat antikorupsi terkait masa

depan rekan keadilan. Kasus ini menjadi perhatian publik karena publik

ingin tahu sejauh mana status rekan keadilan bisa membantu terdakwa

dalam menghadapi vonis hakim.

Kosasih sempat ingin langsung mengajukan peninjauan kembali sebagai

bentuk perlawanan hukum terhadap diabaikannya pertimbangan status

rekan keadilan. Namun, langkah itu dikhawatirkan akan menimbulkan

perdebatan hukum mengingat lengkah pintas seperti itu tak lazim dalam

perkara tindak pidana korupsi.

Kemarin, juru bicara KPK Johan Budi SP juga menyatakan kemungkinan

besar KPK akan banding terhadap vonis Jacob Purwono. Alasannya, vonis

hakim yaitu pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 300 juta dirasa masih

belum sesuai harapan KPK. Jaksa KPK menuntut Jacob dengan pidana

penjara 12 tahun dan denda Rp 500 juta.

"Sampai hari ini masih pikir-pikir, namun untuk vonis Jacob

kemungkinan besar KPK akan banding," kata Johan.

Kritik KPK

Jacob Purwono melalui penasehat hukumnya, Bhakti Dewanto, mengatakan

hingga kemarin pihaknya belum menyatakan akan banding. "Dari Pak Jacob

sendiri belum menyatakan akan banding. Statusnya sampai sekarang masih

seperti dalam pembelaannya yaitu menyerahkan vonis sepenuhnya kepada

hakim," katanya.

Bhakti heran mendengar KPK akan banding, mengingat vonis hakim sudah

lebih dari 2/3 tuntutan jaksa. Ia pun mengkritik cara kerja KPK.

"Upaya banding KPK ini mencerminkan KPK tidak fokus pada pengembalian

uang hasil korupsi. Padahal, hakim memerintahkan agar harta yang

dinikmati perusahaan-perusahaan agar bisa dikembalikan ke negara,"

katanya.

Dengan banding KPK, akan membuat sekitar 42 perusahaan yang terlibat

mamiliki waktu yang cukup untuk mengamankan asetnya. "Vonis 9 tahun

itu sudah memberatkan klien kami dan tak sesuai azas kesetaraan hukum.

Kami menganggap ada disparitas vonis yang sangat jauh antara Jacob dan

Kosasih, padahal keduanya adalah pelaku utama yang didakwa melakukan

perbuatan bersama-sama," kata Bhakti.

Walaupun mengkritik soal disparitas hukuman yang tak mencerminkan

kesetaraan hukum, Bhakti juga menyayangkan mengapa hakim tak

membeberkan alasan Kosasih tak berhap mendapat apresiasi sebagai

justice collaborator. "Kalau hakim memberikan alasan kenapa tidak

diterima, itu akan menjadi edukasi hukum yang berarti. Orang akan tahu

prosedur resmi bekerjasama dengan penegak hukum," kata Bhakti.

Kubu Jacob dalam pembelaannya memang sempat memohon kepada majelis

hakim agar tak menetapkan Kosasih sebagai justice collaborator.

Mengigat, penetapan Kosasih sebagai justice collaborator tidak

dilakukan sejak awal. Bahkan, surat penetapan terkait justice

collaborator itu bernomor bulan Desember 2012 untuk versi KPK, dan

Januari 2013 versi LPSK.

Jadi, kata Bhakti, jangan sampai orang menjadi justice collaborator

tak tahu syaratnya sehingga akhirnya dia hanya menjadi pseudo justice

collaborator atau rekan keadilan yang semu karena perannya ternyata

diabaikan hakim. Jangan sampai kejadian seperti ini terulang lagi.

"Seharusnya vonis hakim harus memberi edukasi kepada publik agar

semuanya jelas tidak hanya menduga-duga soal justice collaborator,"

katanya.

Kosasih adalah mantan Kepala Subdirektorat Usaha Energi Baru dan

Terbarukan Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Kementerian

Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ia bersama atasannya, mantan

Dirjen LPE Jacob Purwono terlibat korupsi pengadaan dan pemasangan

listrik perdesaan atau solar home system 2007-2008 yang dibiayai

Kementerian ESDM. (AMR)

Leave a Reply