Ahli Ciptakan Alat Pemetaan Mangrove Baru dan Menempatkan Konservasi Dalam Jangkauan Masyarakat Pesisir

Share Article
Mangrove, seperti yang ada di Madgaskar, menyediakan banyak manfaat, seperti perlindungan dari badai dan pencegahan erosi pesisir. (Louise Jasper/Blue Ventures), Author provided

Trevor Gareth Jones, University of British Columbia

Mangrove merupakan tanaman tahan garam yang tumbuh di zona pasang surut di sebagian besar wilayah garis pantai tropis dan subtropis dunia.

Ekosistem mangrove bervariasi, mulai dari yang sedikit dan tersebar, pohon berukuran kecil, hingga lebat dan tinggi.

Ekosistem ini menyediakan habitat bagi berbagai macam spesies, termasuk ikan (dari ikan kakap hingga hiu), invertebrata (seperti udang dan kepiting), reptil (dari ular hingga buaya), burung (burung cekakak hingga elang), primata (seperti kera dan lemur) dan bahkan harimau Benggala.

Selain itu, ekosistem mangrove menyediakan barang dan fungsi esensial bagi jutaan orang yang hidup di kawasan pesisir.

Contohnya, mencegah erosi pantai, menyediakan perlindungan dari badai, menyediakan makanan, alat memasak dan bangunan, hingga sebagai tempat budaya dan spiritual.

Mangrove juga menyerap karbon, menyimpan hampir sama atau lebih dari karbon yang diserap oleh hutan di daratan.

Sebagian besar karbon ini tersimpan di tanah yang sangat dalam.

Dua perempuan memegang GPS dekat pohon bakau.
Anggota komunitas menggunakan GPS untuk memetakan hutan mangrove di Lamboara, Madagaskar. (Garth Cripps/Blue Ventures)

Meskipun memiliki nilai yang tinggi, budi daya perikanan, pertanian, pembangunan kota, dan panen yang tidak terkelola mengubah sebagian besar ekosistem mangrove di daerah tropis.

Sekitar 35% tutupan mangrove global telah hilang pada 1980-an dan 1990-an.

Meski tingkat kehilangan menurun selama 2 dekade belakangan ini, yaitu sekitar 4% antara 1996 dan 2016, masih banyak kawasan kehilangan mangrove dalam jumlah yang tinggi, termasuk Myanmar.


Tulisan ini bagian dari Oceans 21
Serial kami terkait lautan global yang dibuka dengan 5 profil samudra. Nantikan artikel-artikel baru terkait keadaan laut dunia menjelang konferensi iklim PBB berikutnya, C0P26. Serial ini merupakan persembahan dari jaringan internasional The Conversation.


Saya dan rekan-rekan saya menggunakan citra satelit dan pengukuran lapangan untuk mempelajari ekosistem mangrove di beberapa negara.

Kami juga mengembangkan alat yang menyediakan informasi yang akurat, dapat diandalkan, terkini, dan relevan bagi pengelola kawasan pesisir untuk kebutuhan konservasi hutan biru yang rentan tersebut dengan lebih efektif.

Alat pemetaan mangrove yang baru

Hingga kini, informasi dari citra satelit terkait perluasan dan perubahan mangrove bersifat global dan bukan pada skala wilayah yang lebih kecil, misalnya kawasan konservasi berbasis komunitas.

Jika ingin fokus pada skala lokal, maka memerlukan kepakaran teknis tersendiri dan berbiaya besar.

Akibatnya, pengelola kawasan di tingkat lokal seringkali kekurangan informasi detail yang mereka butuhkan untuk merencanakan konservasi, pemulihan, dan tata kelola mangrove, dan memanfaatkan program Pembayaran Jasa Ekosistem (PES), dan dana iklim untuk hutan dan inisiatif karbon biru secara efektif.

Pemetaan mangrove oleh komunitas di Lambora, Madagaskar. (Garth Cripps/Blue Ventures)

Alat baru kami, yaitu Google Earth Engine Mangrove Mapping Methodology (GEEMMM), membuat informasi ini tersedia secara gratis bagi pengelola kawasan pesisir dan menjangkau wilayah-wilayah yang lebih kecil.

Alat ini sangatlah dibutuhkan. Produk global, seperti Global Mangrove Watch, tidak ditujukan untuk penggunaan lokal.

Lebih lanjut, metode konvensional untuk melakukan pemetaan lokal memiliki berbagai tantangan teknis, seperti ketersediaan data, teknik pemrosesan data, kemampuan menghitung dan perangkat lunak yang khusus.

Ini berada di luar jangkauan anggaran sebagian besar proyek konservasi yang dikelola secara lokal.

Alat kami memotong kendala tersebut dan menawarkan pendekatan yang lebih mudah bagi non-pakar, termasuk alur kerja yang komprehensif dan runut.

Alat tidak memerlukan kepakaran yang tinggi atas citra satelit, pemrosesan data atau coding.

Alat kami hanya memerlukan kemampuan komputer dasar, koneksi internet yang stabil, dan pemahaman akan pemetaan mangrove.

Mencoba alat baru

Untuk mengujicobakan alat pemetaan mangrove ini, kami memilih Myanmar, yang merupakan kawasan dengan tingkat kehilangan tutupan mangrove global tinggi sebagai studi kasus.

Hilangnya mangrove biasanya disebabkan konversi untuk pertanian, seperti padi, sawit dan karet, serta budi daya perikanan, terutama udang.

Alat ini menghasilkan peta terkini dan historis terkait luas mangrove, menilai akurasi kuantitatif dan kualitatif peta-peta ini, dan menghitung jumlah perubahan yang terjadi dalam kawasan yang rentan.

Hasil kami menunjukkan sebesar 35% hilangnya mangrove di pesisir Myanmar sejak tahun 2004.

Citra satelit menunjukkan deforestasi mangrove.
Hilangnya mangrove di negara bagian Rakhine, Myanmar, sepanjang pesisir tenggara Pulau Ramree dan pesisir barat Kota Taungup. Gambar kiri (1) menunjukkan citra satelit Landsat, sekitar 2004-2008, dan gambar kanan (2) menunjukkan citra kontemporer, sekitar 2014-2018. Gambar atas (a) menunjukkan fitur landskap yang tampak seperti foto berwarna biasa, sedangkan gambar bawah (b) menunjukkan komposit warna yang buatan agar menciptakan tambahan kontras. Mangrove paling mudah diidentifikasi dalam komposit warna buatan seperti wilayah merah gelap dekat dengan air. Dalam jangka waktu 10 tahun, banyak kawasan mangrove yang sudah mengalami deforestasi. (Trevor Gareth Jones), Author provided

Rekan saya di Madagaskar menguji alat baru kami di pesisir barat negara tersebut, di mana 21% mangrove dari pulau tersebut hilang antara tahun 1990 dan 2010, atau setara dengan ukuran 80.000 lapangan sepak bola.

Mangrove adalah ekosistem yang terancam di Madagaskar. Memahami lokasi dan bagaimana mangrove dimanfaatkan merupakan hal penting bagi komunitas pesisir.

“Komunitas-komunitas ini memerlukan dukungan melalui penggunaan alat monitoring sederhana yang sesuai dengan konteks lokal,” kata Cicelin Rakotomahazo, koordinator Blue Forests di Andavadoaka, Madagaskar.

Alat baru kami ini bisa tersedia gratis secara online bagi pengguna nirlaba dan menggunakan Google Earth Engine dengan instruksi lebih detail.

Alat ini menawarkan informasi lokal yang relevan dan menghilangkan halangan teknis, menyediakan pendekatan siap-guna agar pengelola kawasan pesisir bisa menggunakan pengetahuan lokal mereka untuk memetakan mangrove di mana pun ditemukan.

Mereka yang menggunakan alat ini juga memiliki peran dalam menguji dan mempertajam perkembangan alat ini.

Mangrove yang sehat dapat melindungi manusia dari gelombak ombak dan badai, mencegah erosi pesisir, dan berperan sebagai tempat tumbuh ikan dan invertebrata.

Mangrove juga merupakan tempat perlindungan bagi burung lokal dan burung migrasi, serta tempat berburu bagi banyak primata dan reptil, menyerap karbon, hingga berperan dalam mitigasi perubahan iklim.

Komunitas-komunitas yang hidup di dalam dan sekitar ekosistem mangrove adalah advokat utama, dan alat pemetaan baru (GEEMMM) ini menawarkan kontribusi nyata terhadap konservasi, restorasi, dan pengelolaan.


Ignatius Raditya Nugraha menerjemahkan artikel ini dari bahasa Inggris.

Trevor Gareth Jones, Adjunct Professor of Forest Resources Management and MGEM Program Advisor, University of British Columbia

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

One thought on “Ahli Ciptakan Alat Pemetaan Mangrove Baru dan Menempatkan Konservasi Dalam Jangkauan Masyarakat Pesisir

Leave a Reply